Menengok Pengaruh Zat Besi dan Kadar Oksigen dalam Sel pada Pertumbuhan Tulang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari Ciputra Hospital

Pertumbuhan tulang selama ini hanya diketahui secara makro. Cukup dengan mengonsumsi banyak protein, kalsium dan zat besi, maka dianggap telah memengaruhi kecepatan pertumbuhan tulang. Jika ditinjau pada skala mikro hingga ke tingkat genetika, terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan tulang. Faktor-faktor tersebut akan berkaitan langsung dengan ekspresi gen yang ada dalam osteoblas, yaitu sel induk dari sumsum tulang.

Tinjauan Biologi Molekuler

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lieu dkk pada tahun 2001, diketahui bahwa zat besi merupakan komponen esensial yang berperan penting pada proses pematangan, pertumbuhan dan pembelahan sel, tak terkecuali pada sel tulang. Pada sel induk tulang atau osteoblas, terdapat mekanisme ekspresi gen berupa transferrin receptor gene dan iron-regulated transporter (IRT) gene yang diduga memiliki peranan penting dalam pertumbuhan tulang.

Transferrin merupakan zat besi yang secara dominan mengikat protein dalam darah. Pada teknologi kultur sel (pembiakan sel secara buatan), transferrin memiliki peran penting dalam siklus transportasi zat besi dari sel terhadap jaringan yang menjadi target.

Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa kondisi oksigen dapat memengaruhi aktivitas sel induk tulang (osteoblas). Hiperoksia yaitu kondisi kadar oksigen berlebih dalam sel diduga menyebabkan tingginya pertumbuhan tulang. Meskipun dalam berbagai penelitian yang telah ada, pada level genetis belum dapat diketahui secara pasti ekspresi gen yang menyebabkan pertumbuhan tulang tersebut. Oleh karena itu, Widiyanti dkk melakukan penelitian untuk mengungkap perbedaan ekspresi gen osteoblas dalam kondisi hiperoksia.

Material dan Metode yang Digunakan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti dkk, digunakan sel induk tulang (osteoblas) baris ke 7F2 dari mencit yang didapatkan dari American Tissue Cell Culture. Sel ini dibiakkan dengan kondisi normal (20% kadar oksigen) dan hiperoksia (80% kadar oksigen). Kemudian digunakan tiga metode kuantitatif dan kualitatif yaitu Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), elektroforesis dan studi mikro-array.

Metode pertama yaitu RT-PCR digunakan untuk mendeteksi ekspresi gen secara kualitatif dengan cara memeriksa adanya DNA komplemen yang terbentuk. RT-PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi ekspresi gen IRT dan transferrin receptor. Metode kedua yaitu elektroforesis digunakan untuk melakukan pemisahan dan karakterisasi dari protein, asam nukleat dan partikel-partikel yang lebih kecil ukurannya dari sel seperti virus. Metode ketiga yaitu studi mikro-array digunakan untuk menentukan urutan dan variasi ekspresi gen dan pemetaannya (MeSH). Hasil tes dari RT-PCR akan dianalisis pada metode ketiga ini untuk dilakukan pemetaan urutan DNA.

Hasil Evaluasi Kualitatif dari Data Mikro-array

Untuk mendapatkan informasi secara eksperimental, dilakukan kuantifikasi dari ekspresi gen zat besi pada sel 7F2 dalam kondisi normal dan hiperoksia. Sel tersebut ditumbuhkan dengan hibridisasi mikro-array dengan dua variasi durasi waktu, 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pembacaan intensitas pola dari ekspresi gen yang terbentuk menggunakan mikroskop fluorescence. Adanya spot yang terdeteksi oleh fluorescence mencerminkan adanya ekspresi gen yang kuat, begitu pun sebaliknya. Dari puluhan ribu gen yang ada, terdapat lebih dari 300.000 spot yang muncul dari satu chip mikro-array.

Hasil Tes RT-PCR

Berdasarkan tes RT-PCR yang dilakukan, diketahui bahwa ekspresi gen dari transferrin receptor lebih tinggi dalam kondisi hiperoksia dibandingkan kondisi normal. Ekspresi gen transferrin receptor sendiri berkaitan dengan regulasi zat besi dalam sel. Dari variasi durasi sel yang digunakan (24 dan 48 jam), didapatkan data yang sama yaitu reaksi berantai polimerasi terjadi lebih intens pada kondisi hiperoksia dibanding kondisi normal. Variasi a dan c merupakan sel normal, sementara b dan d merupakan sel dengan hiperoksia. Intensitas kecerahan yang diamati dari mikroskop fluorescence menggambarkan bahwa intensitas ekspresi gen dari kondisi hiperoksia lebih tinggi dibanding kondisi normal.

Hiperoksia dan Ekspresi Gen

Zat besi yang memegang peranan penting dalam siklus hidup sel dikonsumsi oleh manusia sebanyak 1-2 mg per hari. Zat besi tersebut kemudian masuk ke dalam aliran darah dan berikatan dengan transferrin (Tf). Sekitar 0.75% dari zat besi dalam tubuh kemudian berikatan dengan Tf. Zat besi ini bersifat dinamis dan dapat digunakan untuk memproduksi protein.

Gen Reseptor Transferrin memegang peranan penting dalam siklus zat besi. Gen ini mencerminkan potensi dari sel untuk tumbuh dengan optimal. Dari level fisiologis, peningkatan kadar transferrin dapat meningkatkan produksi DNA dan pertumbuhan sel osteoblas. Gen Reseptor Transferrin juga berperan penting dalam pengaturan pertumbuhan sel. Adanya halangan terhadap Gen Reseptor Transferrin dapat menghambat produksi DNA. Secara umum, gen yang berkaitan dengan metabolisme zat besi sangat terpengaruh dengan kondisi hiperoksia.

Gen kedua yaitu iron-regulated transporter (IRT) sangat berperan dalam pengikatan zat besi. Gen ini terekspresi secara lemah pada kondisi normal, namun aktivitasnya meningkat tiga kali lipat dalam kondisi hiperoksia.

Penelitian dari ekspresi gen yang telah dilakukan oleh Widiyanti dkk menunjukkan bahwa terdapat banyak hal yang terjadi dalam kondisi hiperoksia yang jarang sekali dianalisis. Regulasi zat besi dalam tubuh manusia merupakan proses yang sangat teratur dengan ketat, yang dapat berubah sesuai dengan kebutuhan zat besi dalam tubuh. Kemajuan penelitian tentang metabolisme zat besi memungkinkan adanya penambahan pemahaman lebih lanjut terhadap penyakit patofisiologi dan gangguan lain pada tubuh manusia.

Penulis: Dr. Prihartini Widiyanti, drg, M.Kes, S.Bio

Link Jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34214335/

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp