Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gigitan Hewan Darat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by ilovelife

Luka gigitan hewan darat adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan darat. Dampak yang ditimbulkan dari gigitan hewan tergantung dari jenis hewan yang menggigit, status kesehatan hewan, status kesehatan korban gigitan hewan dan kemudahan akses ke fasilitas kesehatan. Luka gigitan pada tangan, luka tusukan, dan crush injury memiliki potensi terjadinya infeksi. Infeksi bakteri yang disebabkan oleh gigitan hewan 30-60% disebabkan oleh karena bakteri aerob dan nonaerob. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu osteomielitis, amputasi, septik artritis, septik syok, dan kematian. Infeksi virus paling berbahaya yang terjadi setelah gigitan hewan adalah rabies, yang disebabkan oleh Rhabdovirus. Gigitan hewan lain yang berakibat fatal dan dapat menimbulkan kematian yaitu gigitan ular. Gigitan ular berbisa dan kematian yang diakibatkan merupakan masalah kesehatan publik yang penting pada daerah pedesaan. Dalam menghadapi kasus gigitan ular berbisa diperlukan tata laksana yang cepat, baik dalam menegakkan diagnosis maupun terapinya, oleh karena dapat menimbulkan kecacatan dan mengancam jiwa.

Telaah Kepustakaan                                                                                                                  

Gigitan kucing merupakan gigitan mamalia terbanyak kedua setelah gigitan anjing, akan tetapi luka yang ditimbulkan oleh gigitan kucing hampir dua kali menyebabkan luka infeksi dari pada gigitan anjing, yaitu sebanyak 60-70%. Bakteri yang biasanya menginfeksi adalah Pasteurella multocida. Gigitan pada area tangan 18-36% memiliki resiko besar terjadinya infeksi. Pada luka gigitan kucing lebih beresiko menimbulkan infeksi dikarenakan gigi kucing yang lancip dan runcing dapat menimbulkan luka yang dalam atau puncture wound. Bakteri aerob Pasteurella spp., Staphylococcus ssp. (termasuk MRSA), Capnocytophaga canimorsus, Bartonella henselae, dan bakteri anaerob Porphyromonas spp. merupakan patogen yang umumnya ditemukan pada luka gigitan hewan. Manajemen standar pada luka gigitan anjing dan kucing yaitu kultur dan pewarnaan gram, cuci luka dan irigasi, idealnya luka dibiarkan terbuka, amoxicilin/asam klavulanat atau ceftriaxone untuk profilaksis selama 7-10 hari, dapat diberikan quinolone atau tetrasiklin apabila pasien alergi, antibiotik intravena dan pembedahan untuk luka dengan infeksi aktif, evaluasi status imun tetanus, dan pertimbangkan pemberian antirabies. Penyakit virus paling berbahaya yang terjadi setelah gigitan hewan adalah rabies, yang disebabkan oleh Rhabdovirus.Virus rabies hidup masuk ke jaringan saraf saat terjadi gigitan, multiplikasi pada lokasi gigitan, lalu menyebar ke sistem saraf pusat. Kondisi klinis yang didapati berupa periode prodromal selama 1-4 hari, diikuti dengan demam tinggi, pusing, dan malaise. Parestesia pada lokasi inokulasi terjadi pada 80% pasien. Runtutan kejadian berikutnya cukup mudah dikenali, antara lain agitasi, hiperestesia, disfagia, rasa haus yang berlebihan, paralisis, dan kematian. Langkah yang terpenting yaitu membersihkan luka secepatnya dengan sikat dan sabun untuk mengeluarkan virus sebanyak mungkin. Luka harus dibilas dengan baik dan kemudian disikat lagi untuk kedua kalinya menggunakan deterjenatau alkohol 70% atau iodine, yang bersifat rabicidal (membunuh rabies). Pada kasus keracunan bisa ular memerlukan identifikasi dari jenis ular dan manifestasi klinis envenomasi. Pada penilaian laporan gigitan dari ular berbisa, harus dibedakan gigitan dari ular yang tidak berbisa atau hewan lain. Envenomasi gigitan ular pada manusia memiliki banyak efek potensial, namun hanya beberapa kategori yang memiliki klinis mayor yang signifikan, yaitu flasid paralisis, miolisis sistemik, koagulopati dan perdarahan, kerusakan dan gangguan ginjal, kardiotoksisitas, dan kerusakan jaringan lokal pada daerah gigitan. Pertolongan pertama dan pengobatan di luar rumah sakit untuk gigitan ular berbisa yaitu pasien sebaiknya distabilkan dan dipindah sesegera mungkin ke fasilitas kesehatan yang dapat memberikan anti bisa ular, bagian yang terkena gigitan harus dibuat imobilisasi lebih rendah dari jantung, tali pengikat seperti jam tangan dan perhiasan ssebaiknya dilepas, dan pasien dijaga sebisa mungkin tetap imobilisasi, penggunaan pengikat kompresi vena atau imobilisasi tekanan tidak direkomendasikan, manfaat dari penggunaan alat penghisap untuk mengeluarkan racun masih diperdebatkan di dalam literatur, dan penggunaan kryoterapi, insisi atau eksisi pada area gigitan, torniket arteri dan terapi elektrosyok sebagai bagian dari terapi kegawatdaruratan sebaiknya dihindari.

Luka gigitan hewan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan. Hewan darat yang paling banyak berpotensi menyerang manusia antara lain anjing, kucing dan ular. Diagnosis, pertolongan pertama, serta tatalaksana komprehensif yang tepat dari setiap kasus gigitan hewan darat diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian.  

Penulis: dr. Sawitri, Sp.KK(K)

Informasi detail dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/17404

CLINICAL MANIFESTATION AND MANAGEMENT OF TERRESTRIAL ANIMAL BITES

Emma Hidayati Sasmito, Sawitri Sawitri

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp