Subtitusi Pakan Ikan Patin Siam dengan Tepung Kulit Pisang yang di Fermentasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by GDM Organik

Ikan patin siam merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang sangat digemari masyarakat. Namun, pengembangan budidaya patin siam masih menghadapi kendala, terutama harga pakan komersial yang tinggi yang mengakibatkan rendahnya keuntungan bagi pembudidaya ikan. Biaya pakan patin siam dapat mencapai 60%-70% dari biaya produksi, sehingga diperlukan pengelolaan pakan alternatif yang efektif dan efisien serta dapat menekan biaya produksi. Pengelolaan pakan alternatif dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan baku pakan lokal yang mudah didapat dan biasanya berupa limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan adalah kulit pisang.

Menurut Hernawati dan Aryanti (2007) bahwa kulit pisang mengandung 5,15% protein kasar, 16,14% serat kasar, 15,29% lemak. Kandungan serat kasar yang dimiliki oleh kulit pisang membuat sulit untuk dicerna karena memiliki dinding sel yang kuat sehingga sulit untuk retak. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan kandungan gizi agar pemanfaatannya dalam bahan pakan dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan proses fermentasi. Fermentasi kulit pisang dapat dilakukan dengan menggunakan probiotik yang mengandung bakteri selulolitik (Enterobacter spp., Cellulomonas spp., dan Actinomyces spp.) dan proteolitik (Bacillus spp.) untuk meningkatkan kandungan protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar sebagai bahan pakan alternatif di formula pakan ikan untuk menunjang produktivitas budidaya. Pada penelitian ini, fermentasi kulit pisang dan penambahan tepung ikan (FTKPTI) dapat digunakan sebagai substitusi pakan ikan patin siam.

Kandungan Protein Kasar

Protein merupakan nutrisi terpenting untuk mendukung pertumbuhan jaringan baru, memperbaiki jaringan yang rusak, metabolisme untuk energi dan produksi. Protein juga berperan sebagai pelindung dan pertahanan tubuh serta membantu proses metabolisme. Jumlah protein yang dibutuhkan oleh ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran ikan, suhu air, jumlah pakan yang dimakan ikan, ketersediaan dan kualitas pakan alami serta kualitas protein.

Hasil analisis statistik kadar protein kasar penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi pakan komersial menggunakan tepung kulit pisang fermentasi dan tepung ikan terhadap kadar protein kasar daging ikan lele menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perlakuan P1, P2, P3, dan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P0, hal ini dikarenakan P0 merupakan perlakuan kontrol atau tanpa substitusi tepung kulit pisang dan tepung ikan fermentasi. Pada perlakuan, P1-P4 dapat meningkatkan kandungan protein kasar dibandingkan dengan P0.

Dilihat dari kandungan nutrisi pakan, perlakuan yang diberikan memiliki kandungan energi yang menurun pada setiap perlakuan, oleh karena itu jumlah konsumsi pakan meningkat yang secara tidak langsung meningkatkan protein yang dikonsumsi. Hal ini merupakan salah satu faktor peningkatan penyerapan protein yang menyebabkan nilai kandungan protein kasar pada ikan lele siam meningkat. Hal ini dikarenakan pakan yang diberikan merupakan pakan pengganti yang kandungan nutrisinya hampir sama dengan pakan komersial yang menunjukkan tidak ada penurunan kualitas pakan yang diganti dengan FTKPTI. Hal ini dikarenakan protein yang telah diserap terlebih dahulu digunakan oleh ikan lele siam untuk kebutuhan aktivitas, metabolisme dan pemeliharaan. Kemudian jika berlebih akan disimpan dalam tubuh untuk membangun jaringan protein tubuh (digunakan untuk pertumbuhan). Penggunaan pakan yang mengandung kadar protein yang sesuai dan jumlah yang optimum akan menyebabkan terbentuknya jaringan baru sehingga laju pertumbuhannya meningkat.

Pada penelitian ini kandungan protein ikan lele perlakuan P1, P2, P3, dan P4 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi FTKPTI sebesar 5-20% dapat meningkatkan kandungan protein kasar secara signifikan.

Kandungan Energi

Hasil analisis statistik kandungan energi pada penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi pakan komersial menggunakan tepung kulit pisang fermentasi dan tepung ikan terhadap kandungan energi daging ikan patin tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan data dapat diketahui bahwa rata-rata kandungan energi tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan perlakuan substitusi FTKPTI sebanyak 5% dari jumlah pakan yaitu 757.832 Kkal, sedangkan kandungan energi terendah adalah pada perlakuan P4 dengan perlakuan substitusi FTKPTI sebanyak 20% dari total pakan yaitu sebesar 737.203 Kkal. Kandungan energi pakan yang rendah akan diikuti dengan peningkatan konsumsi. Semakin tinggi substitusi, semakin rendah energinya sehingga ikan mengkonsumsi pakan lebih banyak, yang pada akhirnya semua ikan yang diberi perlakuan mendapatkan asupan energi yang sama.

Substitusi pakan komersial menggunakan fermentasi tepung kulit pisang dan tepung ikan terhadap kandungan energi daging ikan lele dari perlakuan P0 ke P4 menunjukkan hasil yang hampir sama dengan pakan komersial, sehingga fermentasi tepung kulit pisang dan tepung ikan dapat digunakan sebagai substitusi pakan komersial. sampai 20%. Namun untuk lebih optimal sebaiknya menggunakan dosis 5% (P1) karena memiliki kandungan energi yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Dilihat dari kandungan nutrisi pakan, perlakuan yang diberikan memiliki kandungan energi yang meningkat kemudian menurun pada setiap perlakuan, oleh karena itu jumlah konsumsi pakan meningkat yang secara tidak langsung meningkatkan konsumsi karbohidrat, terbukti dengan perlakuan P1-P3 kandungan energinya meningkat yang merupakan salah satu faktor peningkatan konsumsi energi ikan lele siam.

Pada penelitian ini kandungan energi pada daging ikan lele siam yang diberi pakan perlakuan tidak berbeda dengan P0. Hal ini menunjukkan bahwa energi dalam pakan yang diolah dapat dimanfaatkan dengan baik oleh ikan lele siam.

Kandungan Lemak Kasar

Hasil uji lanjut menggunakan Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P0 tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan P2, P3, dan P4. Sedangkan perlakuan P1 berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan P0, P2, P3, dan P4. Lemak adalah golongan lipid yang larut dalam pelarut non polar dan tidak larut dalam air. Sifat ini berbeda dengan senyawa lain seperti protein dan karbohidrat yang umumnya tidak larut dalam pelarut non-polar. Lemak berfungsi sebagai pemasok energi bagi tubuh. Tingginya kandungan lemak kasar pada perlakuan P1 (1,3042%) dibandingkan dengan P2 (1,2145), P3 (1,2102), dan P4 (1,0432) dapat disebabkan oleh kandungan serat kasar dalam pakan. Serta crude pada pakan perlakuan P2, P3, dan P4 lebih tinggi dari P1, hal ini menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi salah satunya lemak, sehingga serat kasar yang tinggi pada pakan menyulitkan ikan untuk mencerna pakan dan membawa lemak. keluar bersama feses.

Serat kasar dalam pakan mempengaruhi penyerapan lemak pada ikan karena lemak terikat pada serat kasar dan keluar bersama feses. Serat kasar juga memiliki fungsi dalam membantu gerak peristaltik saluran pencernaan. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan memberikan dampak negatif yaitu semakin sulitnya ikan mencerna pakan tersebut.

Penulis: Ir. Agustono, M.Kes

Tulisan lengkap dapat ditemukan pada

link https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012072/meta

Sitasi: Darmawan, R. Z., Ghaisani, S. M., Agustono., Al-Arif, M. A. (2021, February). Substitution of commercial feed with fermented banana peel flour (Musaceaea sp.) and fish meal to crude protein, energy, crude lipid and organic matter of meat in siamese catfish (Pangasius hypophthalmus). In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 679, No. 1, p. 012072). IOP Publishing.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp