Peningkatan EPA dan DHA pada Kepiting Melalui Penambahan CFO

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Kompas.com

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan minat konsumsi kepiting ini di dalam negeri maupun luar negeri terus meningkat. Menurut Kanna (2002), kepiting bakau merupakan komoditas yang sangat menguntungkan untuk dibudidayakan karena selain memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, kepiting bakau juga memiliki harga jual yang tinggi. Jenis kepiting ini disukai konsumen karena seluruh tubuhnya tidak lunak atau keras sehingga seluruh bagian tubuh kepiting dapat dikonsumsi. Konsumsi kepiting bakau tidak dapat dilakukan terus menerus karena kolesterol tinggi yaitu 66,67 mg/100mg. Batas konsumsi kolesterol pada manusia normal adalah sekitar 300 mg/hari. Nilai inilah yang menjadi penghalang manusia untuk makan daging kepiting bakau.

Kandungan kolesterol pakan rajungan dapat ditekan dengan menambahkan crude fish oil (CFO). Minyak ikan (CFO) yang merupakan salah satu nutrisi yang mengandung asam lemak yang kaya akan manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tidak jenuh. di antaranya adalah omega-3. Omega-3 merupakan salah satu asam lemak tak jenuh yang penting bagi tubuh dan terutama dibutuhkan bagi penderita kolesterol tinggi.

Asam lemak tak jenuh EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Decosahexaenoic Acid) merupakan jenis omega-3 yang paling dominan dalam minyak ikan. Asam lemak ini tidak diproduksi oleh ikan, melainkan oleh tanaman laut seperti alga. Kandungan EPA dan DHA pada ikan disebabkan karena ikan tersebut mengkonsumsi alga yang mengandung kedua asam lemak tersebut. Asam lemak EPA dan DHA dapat menurunkan kolesterol dengan cara menghambat sintesis Low Density Lipoprotein (LDL) dan meningkatkan sintesis High Density Lipoprotein (HDL).

Kandungan EPA

Hasil Analisis Varian (ANOVA) menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05) pada kepiting yang diberi CFO pada pakannya. Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kandungan EPA tinggi yang diperoleh pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P0.

Kandungan EPA terendah sebesar 1,82% terdapat pada perlakuan P0 tanpa kandungan Crude Fish Oil pada pakan yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun perlakuan penambahan CFO menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan untuk penambahan CFO ( P1, P2, P3 dan P4). Kandungan EPA daging kepiting bakau pada penelitian ini menunjukkan peningkatan saat pemberian dosis terkecil perlakuan P1 Minyak Ikan Mentah 2%. Setelah ditambahkan lagi, kandungan CFO pada perlakuan P2 adalah 4% yang meningkat namun tidak berbeda nyata jika dihitung dengan ANOVA. Hal ini sama dengan perlakuan P3 dimana penambahan CFO sebesar 6% menunjukkan peningkatan kandungan EPA namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Penambahan CFO tertinggi dengan dosis 8% CFO justru menunjukkan penurunan EPA kepiting bakau. Kandungan EPA pada daging kepiting bakau tidak mengalami peningkatan dengan penambahan dosis Crude Fish Oil pada pakan, hal ini dapat dilihat pada hasil Uji Jarak Berganda Duncan bahwa perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2, P3 dan perawatan P4.

Kandungan DHA

Hasil analisis varians (ANOVA) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan (P<0,01). Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan perbedaan yang nyata. Kandungan EPA yang tinggi diperoleh pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yang berbeda nyata dengan perlakuan P0.

Kandungan DHA terendah yaitu 1,19% pada perlakuan P0 tanpa kandungan Crude Fish Oil pada pakan yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun penambahan CFO menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan untuk penambahan CFO (P1, P2, P3 dan P4). Kandungan DHA daging kepiting bakau pada penelitian ini menunjukkan peningkatan saat pemberian dosis terkecil perlakuan P1 Minyak Ikan Mentah 2%. Setelah penambahan kandungan CFO pada perlakuan P2 sebesar 4% meningkat namun tidak berbeda nyata jika dihitung dengan ANOVA. Hal ini sama dengan perlakuan P3 dimana penambahan CFO sebesar 6% menunjukkan adanya peningkatan kandungan DHA namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Penambahan CFO tertinggi dengan dosis CFO 8% justru menunjukkan penurunan DHA kepiting bakau. Kandungan DHA pada daging kepiting bakau tidak mengalami peningkatan dengan penambahan dosis Crude Fish Oil pada pakan, hal ini dapat dilihat pada hasil Uji Jarak Berganda Duncan bahwa perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2, P3 dan perawatan P4.

Penulis: Ir. Agustono, M.Kes

Tulisan lengkap dapat diakses melalui

Link https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012053/meta

Sitasi: Wijaya, T., Agustono., Arif, M. A. A. (2021, February). Effect of the addition of crude fish oil (CFO) in feed to the content of EPA and DHA in mud crab (Scylla serrata). In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 679, No. 1, p. 012053). IOP Publishing.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp