Fermentasi Kulit Pisah sebagai Pakan Ikan Pangasius hypophthalmus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Pidjar

Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar dari famili Pangasidae dan merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis untuk dibudidayakan. Ikan patin siam berasal dari Thailand yang di introduksikan ke Indonesia pada tahun 1972, dan kemudian mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia pada tahun 1985. Pada tahun 2011, produksi ikan ini di Indonesia mencapai 229.267 ton, dengan kontribusi 16,11% dari produksi patin dunia. Ikan patin siam memiliki keunggulan tidak memiliki banyak duri, fekunditas tinggi, dan tingkat kelangsungan hidup dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang untuk pengembangan skala industri. Dengan keunggulan tersebut, ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi, baik pada segmen usaha pembenihan maupun pada usaha pembesaran. Peningkatan produksi ikan lele melalui kegiatan budidaya memerlukan peningkatan input produksi, salah satunya adalah pakan.

Pakan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya. Menurut Centyana dkk (2014) menyatakan, budidaya ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang cukup untuk mendukung kualitas yang maksimal. Biaya pakan komersial dalam budidaya lele siam dapat mencapai 60-70% dari biaya produksi. Untuk itu perlu adanya pengelolaan pakan alternatif yang efektif dan efisien serta menekan biaya produksi. Salah satu bahan alternatif yang berasal dari limbah pertanian adalah kulit pisang. Tanaman pisang (Musaceaea sp.) merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang sangat banyak diproduksi di Indonesia. Sebagai bahan baku pakan ikan, kulit pisang mengandung protein 7,26%, lemak 15,29%, dan serat kasar 24,13%. Bahan nabati umumnya mengandung serat kasar yang sulit dicerna karena memiliki dinding sel yang kuat sehingga sulit untuk retak. Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan serat kasar kulit pisang adalah dengan melakukan fermentasi biologis dengan menggunakan mikroba selulolitik. Fermentasi adalah suatu proses perubahan bahan organik baik secara fisik, kimia, maupun biologis dari struktur yang kompleks ke yang lebih sederhana, sehingga meningkatkan daya cerna ternak. Fermentasi dilakukan dengan bantuan probiotik. Probiotik yang digunakan dalam fermentasi tepung kulit pisang adalah probiotik komersial yang mengandung mikroba Enterobacter spp., Cellulomonas spp., dan Actinomyces spp., yang bersifat selulolitik.

Kandungan protein kasar tepung kulit pisang terlalu rendah yaitu 5,15%. Tepung ikan diperlukan untuk menyamakan fermentasi protein tepung kulit pisang dengan pakan komersial untuk memudahkan dalam melakukan substitusi. Tepung ikan merupakan sumber protein hewani yang banyak digunakan dalam pembuatan pakan ikan. Tepung ikan mengandung 57% protein kasar, 9% lemak kasar, 4% serat kasar, dan 4% kadar abu. Konsumsi pakan ikan merupakan ukuran kebutuhan suatu populasi ikan akan sumber pakannya. Konsumsi pakan dapat meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan laju metabolisme ini mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, panjang, atau berat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan erat kaitannya dengan pemberian makan. Pakan yang berkualitas mengandung komponen penyusun antara lain protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Efisiensi pakan yang lebih tinggi menunjukkan penggunaan pakan yang efisien. Substitusi ini diharapkan dapat menghemat biaya pakan dalam budidaya ikan lele dan meminimalkan kandungan lemak daging yang tinggi karena fermentasi tepung kulit pisang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Kandungan lemak yang tinggi menyebabkan karakteristik daging menjadi lunak. Keberadaan lemak dalam tubuh ikan sangat penting untuk kebutuhan sel sebagai sumber energi. Namun, keberadaan lemak yang tidak seimbang dengan kandungan protein dan ketersediaan energi pakan dapat mempengaruhi kinerjanya.

Energi diperoleh dari perombakan ikatan kimia melalui proses reaksi oksidasi komponen pakan yaitu protein, lemak, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam amino, asam lemak, dan glukosa) sehingga dapat diserap oleh tubuh untuk digunakan atau disimpan. Evaluasi pemanfaatan energi pakan oleh ikan lele dapat dilihat dari retensi lemak dan retensi energi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian substitusi pakan komersial menggunakan fermentasi tepung kulit pisang dan tepung ikan, yang diharapkan berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi pakan, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi lemak dan retensi energi pada Ikan patin siam.

Konsumsi Pakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P3 memiliki tingkat konsumsi pakan tertinggi sebesar 47,52 ± 1.35, sementara perlakuan P4 memberikan nilai tingkat konsumsi pakan yang paling rendah (46,87% ± 0.90). Nilai tingkat konsumsi pakan dihitung dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan yang tidak dikonsumsi selama masa pemeliharaan. Nilai gizi pada setiap komposisi pakan yang hampir sama dapat menjadi faktor tingkat konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata. Ini oleh Razak et al. (2016) bahwa kandungan protein dan energi pakan yang berada dalam keadaan seimbang pada setiap perlakuan pakan akan menghasilkan konsumsi pakan yang sama karena diketahui bahwa keseimbangan protein dan energi sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan. Menurut Indriyanti (2011), tingkat energi dalam pakan akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi; Selain faktor energi dalam pakan, kecenderungan serat kasar dalam pakan juga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi yaitu semakin tinggi serat kasar akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks menghentikan nafsu makan. Hal ini mengakibatkan konsumsi pakan berkurang. Menurut Sekar (2016), ikan patin siam sangat responsif terhadap pakan buatan dan mengkonversi pakan lebih baik daripada jenis ikan budidaya lainnya. Pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk aktivitas metabolisme jaringan tubuhnya. Pakan komersial pengganti tepung kulit pisang fermentasi dan tepung ikan dapat diterima dengan baik oleh ikan patin siam. Karena sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan patin siam, menurut Putra dkk. (2014), dimana kandungan protein berkisar antara 25-30%, kandungan lemak maksimal 5%, dan kandungan serat kasar maksimal 8%. Sedangkan kandungan gizi yang terdapat pada perlakuan P4 dengan dosis FTKPTI 20% memiliki kandungan protein 39,729%, lemak kasar 6,041%, dan serat kasar 4,365%. Oleh karena itu pakan alternatif ini dapat diterima dengan baik oleh ikan patin siam, walaupun tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi pakan

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan merupakan indikator budidaya ikan; semakin cepat ikan tumbuh, semakin tinggi efisiensi budidaya ikan. Hasil uji statistik (ANOVA) substitusi pakan komersial menggunakan fermentasi tepung kulit pisang dan tepung ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan lele siam. Pada perlakuan P0 (0% FTKPTI), P1 (5% FTKPTI), P2 (10% FTKPTI), P3 (15% FTKPTI), dan P4 (20% FTKPTI) menunjukkan laju pertumbuhan spesifik ikan patin siam yang sama. Pertumbuhan dipengaruhi oleh nutrisi makanan seperti protein; semakin tinggi kandungan protein dalam bahan pakan maka semakin mahal pula biaya operasional budidayanya (2016). Perlakuan penelitian ini mengalami peningkatan dosis fermentasi tepung kulit pisang dan tepung ikan (FTKPTI), namun kandungan protein dalam pakan tetap sebesar 39,729%. Hal ini menunjukkan bahwa hingga 20%, penambahan FTKPTI pada substitusi pakan dapat menekan biaya pembelian pakan. Nilai energi yang dapat dicerna pada perlakuan pakan P0, P1, P2, P3, dan P4 menunjukkan nilai energi yang relatif sama. Pada kadar 20%, FTKPTI mengandung energi sebesar 2565,53 Kkal/kg, namun kandungan proteinnya masih 39,729%. Semakin rendah energi dalam kandungan pakan menghasilkan kandungan protein dalam pakan yang lebih tinggi. Oleh karena itu kandungan protein dan energi pada pakan yang diberi perlakuan menunjukkan keseimbangan. Menurut Guo et al. (2012), keseimbangan protein dan energi dalam pakan sangat penting untuk mengoptimalkan penggunaan protein untuk pertumbuhan ikan dan memaksimalkan lemak dan karbohidrat sebagai sumber energi.

Penulis: Ir. Agustono, M.Kes

Tulisan lengkap pada

link: https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012056/meta

Dengan sitasi : Aisyah, A., Gustiningrum, A. S., Agustono., Al-Arif, M. A. (2021, February). Substitution of commercial feed with fermented banana peel flour (Musaceaea sp.) and fish meal to feed consumption level, specific growth rate, feed efficiency, fat retention, and energy retention in siam catfish (Pangasius hypophthalmus). In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 679, No. 1, p. 012056). IOP Publishing.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp