Cerita 4 Srikandi UNAIR Jadi Relawan di Ruang Isolasi Covid-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Pandemi Covid-19 masih terus menunjukkan eksistensinya. Bahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa masyarakat harus hidup berdampingan dengan virus Covid-19 selama 5 hingga 10 tahun lagi. Penyebaran Covid-19 juga tak pandang bulu, selain masyarakat biasa, tenaga kesehatan juga turut terpapar. Oleh karenanya banyak instansi menyelenggarakan perekrutan relawan tenaga kesehatan Covid-19.

Salah satunya seperti yang diikuti oleh 4 srikandi Universitas Airlangga (UNAIR) yang menjadi relawan di ruang isolasi Covid-19 RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Mereka adalah Dian Riani, Dewi Novita Sari, Dinna Alvia Novita, dan Rizkika Putri Silvia yang merupakan mahasiswa semester 6 prodi D3 Keperawatan Fakultas Vokasi UNAIR. 

Saat dihubungi, Dinna mengatakan alasannya bertekad untuk menjadi relawan Covid-19 adalah karena dalam keadaan krisis seperti ini ia tidak boleh berdiam diri dan harus berkontribusi. “Banyaknya tenaga kesehatan yang isolasi mandiri hingga gugur akibat Covid-19 membuat beberapa rumah sakit kewalahan menghadapi pandemi dan saya tidak boleh berdiam diri,” ujarnya.

Selaras dengan Dinna, ketiga orang lainnya juga punya tekad yang kuat untuk turut berperan aktif dalam penanganan pandemi. “Kami ingin menjadi bagian yang turut berperan aktif dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia,” kata Dewi.

Dalam menjalankan tugas sebagai relawan di ruang isolasi Covid-19 baik Dian, Dewi, Dinna, dan Rizkika tidak memiliki kesulitan yang berarti sebab selama perkuliahan mereka telah dibekali ilmu teori dan praktik yang mumpuni. Tak sampai disitu saja pengalaman kerja lapangan di rumah sakit juga menjadi bekal bagi mereka untuk merawat pasien di ruang isolasi Covid-19. “Kegiatan yang dilakukan umumnya sama seperti praktik kerja lapangan sebelumnya seperti memeriksa tanda-tanda vital, memeriksa EKG, memberikan obat, observasi pasien dan sebagainya. Hal yang membuat terlihat berbeda hanya penggunaan APD level 3 saja,” ucap Dian.

Sementara itu Dinna menambahkan bahwa selama bertugas di ruang isolasi Covid-19 selain merawat pasien, mereka juga memberikan pendampingan kepada pasien. “Selain itu keadaan pasien yang bisa saja tiba-tiba mengalami kondisi saturasi oksigen yang turun drastis membutuhkan observasi lebih mendalam. Pasien juga butuh pendampingan dan semangat karena ia berada seorang diri tanpa keluarga yang menemani di ruang isolasi,” imbuh Dinna.

Meski menjadi relawan di ruang isolasi memiliki risiko tinggi untuk terpapar Covid-19 namun hal tersebut tidak membuat 4 srikandi ini gentar. “Kami tidak khawatir jika terpapar Covid-19. Ini juga merupakan kewajiban kami untuk mengabdikan diri. APD sudah digunakan dengan baik, berhati-hati pada diri sendiri dan orang lain,” tutur Rizkika.

Sudah lebih dari 1 bulan 4 srikandi ini mengabdikan diri di ruang isolasi Covid-19 tentu banyak pengalaman yang didapat. Bagi mereka pengalaman paling menyedihkan selama bertugas adalah saat melihat pasien harus menyudahi perjuangannya di ruang isolasi Covid-19. “Ketika pasien yang datang dalam keadaan baik-baik saja tapi tiba-tiba mengalami kritis dan meninggal dunia adalah momen paling menyakitkan bagi kami. Tapi kesembuhan pasien menjadi semangat bagi kami untuk tetap sehat dan kuat,” jelas Dinna.

Keempat srikandi ini berpesan kepada masyarakat yang masih menganggap sepele pandemi Covid-19 untuk segera memperbaiki diri. Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya terhadap berita hoax yang beredar. “Covid-19 itu nyata. Jadi stop menyebarkan berita hoax bahwa Covid-19 hanya akal-akalan saja. Kami para relawan setiap hari mendengar tangisan seseorang yang kehilangan sosok yang dicintainya pergi akibat terpapar Covid-19,” tutup Dinna.

Penulis : Icha Nur Imami Puspita

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp