Pakar UNAIR: Penggunaan Teknologi Antisipasi Jakarta Tidak Tenggelam pada Masa Mendatang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Potret salahsatu kawasan elite di DKI Jakarta yang terendam banjir. Sumber: Tekno.Tempo.co

UNAIR NEWS – Laporan analisis bisnis Verisk Maplecroft (12/5) mendata bahwa DKI Jakarta berada di ranking tertinggi kota paling rentan krisis iklim dari 576 kota besar di dunia. Hal inilah yang memicu Joe Biden memprediksi Jakarta akan tenggelam pada 2030 jika tidak berbenah dari sekarang. Ucapan itu, ia lontarkan saat berada di Dinas Intelijen Amerika Serikat pada Selasa (27/7).

Menanggapi hal tersebut, Dr. Eko Prasetyo Kuncoro, ST., DEA., Kepala Environmental Engineering, Universitas Airlangga menuturkan bahwa sejauh ini pemerintah sudah memiliki program bahkan BAPPENAS sudah memiliki planning tentang Rencana Adaptasi Nasional Perubahan Iklim.

“Beberapa sektor yang dijadikan target utama salah satunya adalah marine and coastal sector atau sektor pesisir, pantai, dan laut,” ungkapnya saat dihubungi pada Rabu (18/8).

Lantas, bagaimana rencana kerja dari Rencana Adaptasi Nasional Perubahan Iklim tersebut? Dalam rencana adaptasi itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu adaptasi proteksi, adaptasi akomodasi, dan adaptasi regret. Lebih lanjut, Eko memaparkan satu persatu ketiga adaptasi itu. 

“Pertama, penerapan adaptasi proteksi dengan dilihat dari pembangunan tanggul laut, seperti di Jakarta Utara,” tandas dosen lulusan master degree dari Industrial Process Engineering, Universite de Technologie de Compagnie, Perancis tahun 2000 itu.

Namun, Eko menambahkan seiring dengan berjalannya waktu, muka air laut juga tinggi. “Jadi terkadang air laut masih bisa menggenangi pemukiman warga,” lanjutnya.

Kedua, Eko memberikan penjelasan terkait dengan adaptasi akomodasi. Dalam hal ini bisa dilihat dari pengerukan tanah, dan meninggikan bangunan. “Kalau contohnya bisa dilihat dari membuat bangunan seperti ada tiang-tiangnya,” tambahnya. 

Ketiga, Eko menegaskan terkait dengan adaptasi regret. Dalam hal ini dapat dilihat dari meninggalkan zona-zona dan daerah-daerah yang diprediksi bakal tergenang. Selain itu, Eko mengatakan ada juga yang perlu untuk mengantisipasi DKI Jakarta agar tidak tenggelam yakni, infrastruktur, teknologi, capacity building, dan government.

“Sebagian besar dari ketiga adaptasi itu sebenarnya lebih mengarah ke infrastruktur,” tekannya.

Lulusan Doctor from Environmental Science and Engineering, Ecole Nationale Superieure des Mines de Saint-Etienne Universite Jean Monnet de Science Etienne, Prancis tahun 2006 itu menekankan bahwa teknologi juga harus digunakan untuk memantau dan mengantisipasi agar DKI Jakarta dan 112 kota di Indonesia tidak tenggelam pada masa mendatang.

“Saya pikir teknologi juga diperlukan untuk mengantisipasi agar Jakarta tidak tenggelam pada masa mendatang,” ujarnya.

Pada akhir, Eko memberikan contoh penggunaan teknologi seperti peringatan dini. Selain itu, capacity building juga sangat penting. Hal ini tidak terlepas dari pemberdayaan pada masyarakat setempat.

“Saya rasa dengan adanya capacity building dapat menunjang pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan pemerintah setempat, dan organisasi-organisasi masyarakat juga bisa diberdayakan dan dimanfaatkan untuk berkolaborasi,” pungkasnya. (*)

Penulis : Dimas Bagus Aditya

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp