Potensi Ekstrak Ubi Jalar Ungu sebagai Terapi Diabetes Mellitus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Sehatq

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh resistensi hormon insulin. Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015, disebutkan bahwa telah terjadi sekitar 10 juta kasus di Indonesia dan diperkirakan akan terus meningkat. Terapi insulin merupakan pengobatan paling umum, namun memiliki banyak efek samping seperti alergi dan hipoglikemia, sehingga diperlukan alternatif tatalaksana lain yang efisien, salah satunya dengan meningkatkan kinerja sistem penghantar obat dengan penggunaan nanokapsul. Ubi jalar ungu memiliki kadar antosianin tinggi sekitar 467.99 ppm yang bersifat antidiabetic. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) memiliki kandungan antosianin yang tinggi berkisar antara 110mg-210mg/100g. Antosianin merupakan fitopigmen flavonoid, bersifat water-soluble, memiliki sifat antioksidan. Antosianin memiliki struktur C6-C3-C6 dan bermuatan positif. Jenis-jenis antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu adalah cyanidin, peonidin, dan pelargonidin. Pada studi sebelumnya, mekanisme antidiabetic pada antosianin disebutkan dengan cara merangsang GLP-1 (glucagon-like peptide-1), suatu hormon incretin yang berfungsi merangsang sekresi hormon insulin dan proliferasi sel β pankreas sehingga dapat menurunkan kadar gula darah.

Nanokapsul adalah substansi makromolekular atau polimer padat yang memiliki ukuran 5 – 1000 nm. Chitosan merupakan polimer linier yang strukturnya memiliki unit (1-4)-linked 2-amino-2-deoxy-β-d-glucopyranose yang bersifat biodegradable, biocompatible, serta merupakan polimer mucoadhesif yang tidak menghasilkan toksik dan non-imunogenik sehingga memiliki keunggulan apabila diberikan administrasi secara oral sebagai nanokapsul. Carboxymethyl Chitosan merupakan suatu turunan chitosan yang larut dalam air. Paduan nanokapsul CMC-Alginat dapat membentuk polyelectrolyte film, sebuah membran biologis yang memiliki efek memperlambat dan menunda pelepasan material inti yang dimuat dalam nanokapsul serta mempertahankan stabilitas struktur nanopartikel di saluran cerna. Selain itu, polyelectrolyte juga memiliki afinitas terhadap mukosa usus, yang dapat memperpanjang residence time obat-obatan di lumen usus, sehingga meningkatkan bioavailabilitas.

Nanokapsul memiliki potensi pengembangan yang luas dan memiliki keuntungan pelepasan obat lambat / terkontrol, sehingga meningkatkan kelarutan dan stabilitas obat, meningkatkan khasiat, dan mengurangi toksisitas. Karena ukurannya yang kecil, nanokapsul mampu melewati hambatan biologis dan langsung menuju target.

Berangkat dari hal tersebut, Dr. Reny I`tishom, M.Si bersama Ifan Ali Wafa, David Setyo Budi dan Nando Reza Pratama melakukan penelitian mengenai potensi penggunaan antosianin dari ubi jalar ungu berbasis nanokapsul CMC-Alginate dan bertujuan untuk menjawab permasalahan mengenai efisiensi enkapsulasi dengan nanokapsul CMC-Alginate untuk dapat meningkatkan bioavailabilitas antosianin. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental melalui uji pada hewan coba (in vivo study) melalui pendekatan “post test only control group design”. Kelompok pada penelitian ini dibagi menjadi empat yaitu K1 (mencit diberi ekstrak ubi jalar ungu berbasis nanokapsul CMC-Alginat dengan dosis 0,5 cc), K2 (Mencit diberi ekstrak ubi jalar ungu saja dengan dosis 0.5 cc), K3 (kontrol positif, terdiri dari mencit yang diberi glibenclamide 0.39 mg/L dengan dosis 1 cc per oral), dan K4 (kontrol negatif, terdiri dari mencit yang hanya diberi plasebo sodium CMC 0.5% dengan dosis 0.5 cc per oral). Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS 22. Data yang disajikan sebagai rata-rata± simpangan baku (SD). Setelah itu, tes statistik ANOVA dilakukan diikuti dengan tes Post Hoc untuk menentukan efek terapi. Signifikansi ditunjukkan pada p ≤ 0,05.

Simpulan penting yang didapatkan pada penelitian ini adalah adanya perbedaan yang tidak signifikan pada enkapsulasi ubi jalar ungu berbasis Carboxymethyl Chitosan-Alginate bila dibandingkan dengan pemberian ekstrak ubi jalar ungu tanpa nanokapsul, hal ini dikarenakan adanya kadar yg berbeda dimana K2 memiliki kadar antosianin yang lebih tinggi dari K1. Selain itu, didapatkan efisiensi enkapsulasi menggunakan nanokapsul meningkat sebesar 4.4 kali lipat dibandingkan dengan pemberian ekstrak ubi jalar ungu tanpa nanokapsul. Meskipun enkapsulasi dengan menggunakan nanokapsul CMC-Alginate dapat meningkatkan bioavailabilitas namun masih ada berbagai kesulitan untuk menerapkan sistem ini salah satunya adalah dosis optimum dan mekanisme slow release beserta waktu paruh sistem perlu diketahui dan dianalisis lebih lanjut. Selain itu, untuk menambah efektifitas perlu dipertimbangkan penambahan marker spesifik dari sel pankreas sebagai target agar dapat bekerja lebih efektif. Respon imun terhadap bahan tersebut juga perlu dipelajari lebih lanjut secara terperinci.

Penulis: Reny I’tishom, Ifan Ali Wafa, David Setyo Budi, Nando Reza Pratama

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat di Indian Journal of Pharmaceutical Education and Research

Berikut judul dan link artikel:

Judul : Oral Delivery of Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L.) Extract-Loaded Carboxymethyl Chitosan and Alginate Nanocapsule in Streptozotocin-induced Diabetic Mice

Link: https://www.ijper.org/article/1512

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp