Angkat Ide Penggunaan Gen CRISPR-Cas9, Delegasi FK UNAIR Sabet Juara 3 Medjonson FK UMY

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Untuk kesekian kalinya Ksatria Airlangga berhasil mengharumkan nama almamater  dengan meraih Juara 3 lomba esai ilmiah pada Medjonson. Medjonson (Medical Djogja Scientific Competition) adalah lomba yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada tahun ini, Medjonson mengambil tema “Psychiatric Disorder: Spread Mental Health Awareness to Achieve Healthy Mind Around the Society” dengan 4 cabang lomba yaitu video edukasi, poster publik, literature review – poster ilmiah, dan esai ilmiah.

“Saya dan dan Rahmi Nugraningrum mewakili UNAIR di lomba Medjonson 2021 cabang esai ilmiah,” ungkap Ilham Rahmanto, salah satu anggota tim.

Ilham juga mengatakan bahwa delegasi UNAIR banyak yang ikut sebab temanya menarik yakni mengenai gangguan psikiatri atau kesehatan mental. Pada lomba kali ini, Ilham dan tim menulis esai ilmiah dengan judul “Potensi Genetic Engineering CRISPR-Cas9 dalam Meredam Abnormalitas Gen APP dan APOE4 Menuju Lansia Indonesia Bebas Demensia Alzheimer.

“Di sini, saya dan tim mendesain sebuah metode pengobatan terbaru demensia alzheimer atau yang sering kita kenal dengan penyakit pikun menggunakan pendekatan rekayasa genetika. Kami mengembangkan obat ini agar dapat menjadi terapi terbaru dengan hasil manfaat seumur hidup,” ujar Ilham.

Penelitiannya tersebut didasarkan pada fenomena yang terjadi saat ini dimana angka harapan hidup Indonesia semakin membaik. Namun di sisi lain, hal tersebut suatu saat akan membuat ledakan populasi, khususnya pada usia tua dan salah satu penyakit yang sering diderita orang tua adalah demensia. Baginya, hal ini merupakan tantangan terbesar tenaga kesehatan di masa depan dalam menyembuhkan penyakit yang berhubungan dengan geriatri (orang tua).

“Sedangkan, pengobatan demensia terkini yang menggunakan obat-obatan hanya dapat meredakan gejala pikun tetapi tidak menyembuhkan penyebabnya langsung, yakni abnormalitas gen APP dan APOE4. Alhasil, penderita harus mengkonsumsi obat tersebut seumur hidup,” lanjutnya.

Dalam mempersiapkan lomba, Ilham dan tim membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan mulai dari permulaan bulan Februari. Waktu yang cukup lama tersebut dipersiapkan agar dapat memberikan yang terbaik untuk almamater dengan gagasan yang tentunya sangat berpotensi untuk diterapkan di masa depan.

“Selama persediaan, kami sering berdiskusi satu sama lain hingga kami memutuskan topik yang terkesan cukup berat sebab membahas rekayasa genetika yang notabennya tidak diajarkan di perkuliahan. Alhasil kami harus secara mandiri untuk mempelajari CRISPR-Cas9 sebagai teknologi pengedit gen terkini,” jelas Ilham.

“Kesan kami saat mengikuti lomba adalah kami merasa ide yang kami bawakan sangat berbeda dengan peserta lainnya. Peserta lain cenderung untuk membahas depresi, stres, dan penyakit mental lainnya dengan pendekatan yang bermacam-macam, seperti herbal,” ungkapnya.

Namun, Ilham dan tim sangat yakin bahwa gagasan mereka tidak kalah hebatnya dan terbukti dapat menyandang Juara 3 di antara peserta yang berasal dari berbagai universitas di Indonesia, walaupun kondisinya online sehingga membuat mereka kurang mendapatkan suasana kompetisi yang menegangkan, ditambah adanya gangguan sinyal kerap kali dihadapi ketika merekam video presentasi zoom meeting.

Terlepas dari itu semua, Ilham dan tim mengatakan bahwa sebenarnya mereka sedikit kecewa ketika hanya dinyatakan sebagai Juara 3 sebab target yang dituju adalah juara 1 agar mereka dapat pulang dengan bangga membawa nama almamater di kancah nasional. Namun, mereka tetap bersyukur dan terus mencoba di kompetisi selanjutnya agar lebih baik dibandingkan sebelumnya.

“Kami berharap obat yang kami rancang ini dapat diterapkan di kemudian hari, dengan begitu penderita demensia tidak harus mengkonsumsi obat seumur hidupnya dan akan memakan banyak biaya. Kami sangat berharap semua lansia di Indonesia bisa merdeka dari demensia,” tandas Ilham. (*)

Penulis: Pandit Bagus Tri Saputra dan Melissa Valentina Ariyanto

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp