Tingginya Jumlah Iklan Tembakau Luar Ruangan di Sekitar Fasilitas Kesehatan dan Dampaknya pada Perilaku Sehat Masyarakat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh mesinpertanian.id

Indonesia memiliki angka perokok pria dewasa tertinggi kedua di dunia. Selain itu, Indonesia memiliki lebih dari 260 juta penduduk dan telah berkontribusi sekitar 61,4 juta pengguna tembakau saat ini di seluruh dunia. Meski begitu, pemerintah Indonesia masih belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC. FCTC itu sendiri merupakan bentuk hukum Internasional yang di cetuskan oleh WHO dan bertujuan untuk mengendalikan dampak buruk dari tembakau dengan cara menghambat laju penambahan perokok baru. Upaya pengendalian tembakau nasional dan lokal di Indonesia juga terbatas dibandingkan dengan enam inisiatif MPOWER (Monitor, Protect, Offer, Warn, Enforce, Raise) yang komprehensif dari WHO dimana kurang dari 10% dari 514 Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah meningkatkan penegakan larangan iklan tembakau di luar ruangan. 

Jumlah Fasilitas Kesehatan yang di Sekitarnya Terdapat Iklan Rokok Luar Ruangan

Penelitian yang telah dilakukan di Surabaya, Jawa Timur dengan menggunakan metode analisis spasial menunjukkan bahwa dari 142 fasilitas kesehatan masyarakat dan 1.242 fasilitas kesehatan swasta di Jawa Timur terindikasi terdapat 308 iklan rokok luar ruangan di sekitar fasilitas kesehatan swasta tersebut. 63% iklan berbentuk baliho, 31% berbentuk spanduk, dan 7% berbentuk papan video. 142 fasilitas kesehatan masyarakat tersebut terdiri dari 16 atau 11%rumah sakit dan 124 atau 87% Puskesmas. Sedangkan fasilitas kesehatan swasta terdiri dari 761 atau 61% apotek dan 156 atau 13% klinik primer.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa iklan tembakau yang terpasang di luar ruangan yang berukuran sedang dan besar umum ditemukan di seluruh Kota Surabaya. Adapun iklan dengan jumlah yang lebih tinggi adalah di tengah kota.

Sebanyak 37 fasilitas kesehatan masyarakat terdapat  iklan dalam jarak 300 m, mulai dari satu Dinas Kesehatan Provinsi/Kota hingga 16 Puskesmas. Sebagai perbandingan, 388 fasilitas kesehatan swasta memiliki iklan dalam jarak 300 m,mulai dari 17 Rumah Sakit hingga 229 Apotek. Dari segi proporsi total fasilitas, 26% fasilitas kesehatan masyarakat berada di dekat reklame dalam jarak 300 m, mulai dari 18% Puskesmas Pembantu (Pustu) hingga 100% Dinas Kesehatan Provinsi/Kota. Demikian pula, hampir 31% fasilitas kesehatan swasta memasang iklan dalam jarak 300 m, mulai dari 24% Klinik Primer hingga 51% Apotek.

Adapun jumlah fasilitas kesehatan yang berada pada area hotspot reklame (area dengan jumlah pengelompokan iklan tembakai yang tinggi) adalah mulai dari satu dinas kesehatan provinsi/kota hingga 37 puskesmas/pustu; 27 rumah sakit hingga 524 apotek. Dari segi proporsi total fasilitas, 63% fasilitas kesehatan umum berada di area hotspot, mulai dari 59% puskesmas hingga 100% dinas kesehatan provinsi/kota, sedangkan 70% fasilitas kesehatan swasta berada di area hotspot, mulai dari 63% rumah sakit hingga 80% apotek.

Jumlah Iklan di Sekitar Fasilitas Kesehatan

Terdapat 16 iklan dalam jarak 300 m dari fasilitas kesehatan masyarakat, mulai dari dua iklan di sekitar dinas kesehatan kota hingga 34 iklan di seluruh Puskesmas, sedangkan dalam jarak 300 m dari fasilitas kesehatan swasta terdapat 65 iklan, mulai dari 24 iklan di dekat Rumah Sakit hingga 208 iklan di dekat Apotek. Dalam hal proporsi total iklan, 5% iklan berada dalam jarak 300 m dari semua fasilitas kesehatan masyarakat, mulai dari 1% iklan di sekitar Dinas Kesehatan Kota hingga 11% di sekitar semua Puskesmas, sedangkan 21% iklan berada dalam jarak 300 m dari semua fasilitas kesehatan swasta, mulai dari 8% di semua Rumah Sakit hingga 68% di semua Apotek.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa tingginya keberadaan iklan tembakau luar ruangan di sekitar fasilitas kesehatan merupakan salah satu bentuk kurangnya pengendalian tembakau secara komprehensi. Meskipun kehadiran iklan sama tinggi untuk fasilitas kesehatan masyarakat dan fasilitas kesehatan swasta, keberataan iklan jauh lebih tinggi di sekitar fasilits kesehatan swasta dalam hal jumlah. Jumlah anak muda yang terpapar iklan juga meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah fasilitas kesehatan yang bergabung dengan jaminan kesehatan nasional (JKN).

Penduduk dan pengunjung terpapar iklan tembakau di seluruh kota karena sebagian besar rumah sakit umum dan swasta besar juga menyediakan layanan ke distrik-distrik tetangga. Pasien dan pelanggan di hampir 500 Puskesmas dan klinik (termasuk puskesmas, klinik swasta, klinik spesialis, dan klinik kecantikan) juga terpapar iklan tembakau (dengan banyak fasilitas di dalam area hotspot). Mengingat, iklan tembakau memiliki kehadiran yang signifikan di lebih dari 800 apotek dan toko obat di seluruh kota, dengan sekitar 40% fasilitas memiliki setidaknya satu iklan dalam jarak 300 m dan 80% dari kedua fasilitas di dalam area hotspot.

Efek Paparan Iklan dengan Perilaku Kesehatan Masyarakat

Tingginya paparan iklan rokok pada masyarakat dimungkinkan dapat berpengaruh pada perilaku kesehatan masyarakat. Terlebih berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) terbaru tahun 2018, ditemukan bahwa di Surabaya teradapat sekitar 9,6% anak laki-laki dan 1,8% anak perempuan merokok di kalangan remaja (13 dan 14 tahun) dibandingkan dengan rata-rata nasional 10,2% dan 0,2%. ; di antara orang dewasa (15+ tahun), 53,7% pria dan 0,4% wanita merokok dibandingkan dengan 61,4% dan 2,3% dari rata-rata nasional.

Tingginya angka perokok tersebut selaras dengan tingginya beban factor risiko klinis dan penyakit terkaitmerokok yang relatif tinggi di Surabaya.  Yaitu angka kejadian orang dewasa (15+ tahun) dengan hipertensi (tekanan darah sistolik minimal 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg) sebesar 30,2% di Surabaya dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 29,8%. Selain itu, prevalensi diabetes mellitus dewasa (diagnosis dokter) di Surabaya sebesar 4,4% dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 1,8%.

Karenanya, Surabaya dan kabupaten/kota lain yang tidak memiliki kebijakan larangan reklame seharusnya memiliki undang-undang untuk membatasi keberadaan reklame tembakau. Jika tidak, orang dewasa dan anak-anak yang akan mengakses fasilitas kesehatan tersebut akan dapat terpapar iklan tembakau di luar ruangan. Hal tersebut akan dapat melemahkan program kesehatan masyarakat, seperti tindakan pengendalian tembakau.

Penulis : Hario Megatsari, S.KM., M.Kes

Sumber :

http://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/view/4177 (Megatsari et al., 2021)

Megatsari, H., Akhsanu Ridlo, I., & Kusuma, D. (2021). High visibility of outdoor tobacco advertisements around health facilities in East Java, Indonesia: a geospatial analysis. Medical Journal of Indonesia, 30(2), 170–174. https://doi.org/10.13181/mji.bc.204177

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp