Pro dan Kontra Vaksin Covid-19 pada Anak, Ini Kata Akademisi UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tempo.co

UNAIR NEWS – Covid-19 belum menemukan titik akhir. Setiap hari ada saja penambahan kasus positif Covid-19 yang artinya penyebaran virus masih terjadi di masyarakat.  Pada Sabtu (7/8/2021) terdapat tambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 31.753.

Dr. Dominicus Husada, dr., DTM&H., MCTM(TP)., Sp.A(K) mengatakan meski pandemi Covid-19 tidak lebih menyeramkan dari Flu Spanyol pada 1918 dan  pandemi PES pada abad ke-14, pandemi Covid-19 mampu membuat pelayanan kesehatan kewalahan. “Tapi sekalipun tidak sebanyak yang dua itu (Pandemi, Red) selama 2 bulan terakhir kita sudah dihancur leburkan oleh Corona. Kalaupun di Indonesia ada penurunan, negara-negara lain di Asia Tenggara Indonesia masih tergolong meningkat,” ujarnya.

Berbagai cara dilakukan seperti penggunaan double masker, mencuci tangan, mencegah kerumunan, bahkan pemberian vaksin. “Prinsipnya adalah makin banyak anda memakai layering maka semakin baik. Semua layer memiliki lubang tapi jika digabung menjadi satu maka dia tidak akan bisa ditembus,” terang pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tersebut.

Vaksin diberikan guna menciptakan herd immunity agar penyebaran virus Covid-19 bisa ditekan. Saat ini pemberian vaksin Covid-19 tidak hanya ditujukan pada tenaga kesehatan, dewasa, atau lansia. Namun anak-anak sudah bisa mendapat vaksin sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan nomor HK.02.01/I/2007/2021. Dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwa anak dengan usia 12 hingga 17 tahun sudah diperbolehkan menerima vaksin.
Kendati demikian pro dan kontra tentang pemberian vaksin Covid-19 pada anak turut bermunculan. “Bagi yang pro akan mengatakan bahwa jumlah anak yang sakit itu besar lho, di Jawa Timur saja jumlah anak yang usianya dibawah 15 tahun  sekitar 8 hingga 10 juta jadi sangat besar. Dan itu pasti mempengaruhi herd immunity,”  kata dr. Dominicus.

“Lalu anak-anak ini kan punya kegiatan massal, memberi tahu anak itu sulit kalau mereka harus pakai masker dan remaja butuh berkumpul. Remaja adalah orang yang paling sulit diatur. Jadi kalau disuruh pakai masker atau cuci tangan tidak akan didengar. Remaja berperan dalam transmisi. Jangan lupa anak-anak juga dapat menularkan virus Covid-19. Jadi ini alasan untuk yang pro mengapa mereka mau anaknya divaksinasi,” imbuhnya pada Airlangga Webinar Conference Series Covid-19 dan Anak pada Kamis (5/8/2021).

Kelompok yang kontra umumnya bukan karena manfaat secara kedokteran.  Hal yang menjadi permasalahan adalah ketersediaan stok vaksin. Perlu diketahui bahwa dalam mencapai herd immunity dunia membutuhkan stok vaksin sebanyak 16 miliar yang notabene masih terpenuhi sebanyak 4 miliar.

“Stoknya ada atau tidak, jangan lupa penularan utama di sekolah itu pada orang dewasa, selesaikan dulu pada orang dewasa. Hal ini yang menjadi alasan orang tua tidak mengizinkan anaknya divaksin,” katanya.

dr. Dominicus berpesan bahwa ancaman gelombang pandemi Covid-19 yang lebih besar masih menghantui oleh karenanya pemberian vaksin menjadi jalan keluarnya. “Vaksin hanya bermanfaat bila sudah masuk ke tubuh manusia. Pandemi masih akan memakan banyak korban, ancaman wave berikutnya masih akan datang maka tidak ada jalan lain 5M, 7M, bahkan 12M selain vaksin adalah kunci,” tutupnya.

Penulis : Icha Nur Imami Puspita

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp