Profil Morfometrik MRI Lutut terhadap Faktor Risiko pada Robekan Anterior Cruciate Ligament

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh mickhughes.physio

Robekan Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah salah satu kelainan ligamen lutut yang paling umum ditemukan pada atlet, insidennya berkisar antara 29-38 per 100.000 orang. Akibatnya, dalam jangka pendek dapat menyebabkan ketidakstabilan dan dalam jangka panjang. istilah itu dapat menyebabkan proses degeneratif sendi lutut. Jenis mekanisme cedera ACL yang paling umum adalah jenis non-kontak, karena gerakan berputar, ketika lutut sedikit tertekuk dan dalam posisi valgus maka tulang paha mengalami rotasi eksternal seperti pada gerakan manuver kaki saat menggiring bola. Faktor risiko untuk Robekan ACL dibagi menjadi faktor internal (faktor anatomi, hormonal, neuromuskular dan genetik) dan faktor eksternal (jenis olahraga, alas kaki, lingkungan). Identifikasi faktor risiko ini pada atlet akan berguna untuk menyesuaikan jenis pelatihan untuk setiap individu sesuai dengan variasi anatomi mereka untuk meminimalkan kejadian robekan ACL. Studi sebelumnya melaporkan bahwa faktor anatomi yang berperan dalam robekan ACL adalah kesejajaran femurotibial, takik interkondilus sempit, takik stenotik tipe A, kedalaman lempeng tibialis medial, dan kemiringan tibialis lateral yang curam. Namun, berbagai teknik dan metode pengukuran faktor anatomi ini masih diperdebatkan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik faktor risiko anatomi pada studi MRI sendi lutut.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif retrospektif dengan desain kasus kontrol yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia, dari Juli 2018 hingga Januari 2021. Kriteria inklusi adalah hasil studi MRI lutut pada pasien dengan cedera lutut klinis, nyeri lutut dan suspek robekan ligamen, usia 10 sampai 50 tahun dengan rekam medis yang dapat diakses. Pasien dengan deformitas tibialis atau femur, posisi suboptimal, atau data yang tidak lengkap dikeluarkan. Ada 5 variabel dalam penelitian ini, yaitu NW, NWI, Alpha-angle, Q-angle dan MTPS. Variabel-variabel ini dinilai oleh dua ahli radiologi muskuloskeletal dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Hasil dari kedua penilai tersebut kemudian dirata-ratakan untuk menentukan nilai rata-rata untuk setiap variabel.

NWI adalah rasio lebar bikondilar terhadap lebar takik yang diukur pada urutan koronal PD MRI pada tingkat perpotongan antara Ligamentum Cruciate Posterior (PCL) dan ACL atau pada tingkat sulkus poplitea dari kondilus femoralis lateral. Q-angle adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang memotong pusat tulang patela dan pusat tuberositas tibia pada proyeksi koronal dengan sumbu longitudinal mediolateral femur. Sudut a adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu longitudinal anteroposterior tulang paha dan garis Blumensaat. Kemiringan tibia posterior-inferior medial adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang tegak lurus terhadap sumbu anteroposterior tibia, dengan garis tersebut melewati sisi medial lempeng tibia pada titik tertinggi kondilus pada potongan sagital.

Sampel penelitian terdiri dari 82 pasien, yang dibagi menjadi kasus (pasien robekan ACL) dan kelompok kontrol (pasien robekan non-ACL) dengan jumlah pasien yang sama. Uji kesesuaian antar pengamat dilakukan untuk NW, NWI, sudut Alpha, sudut Q, dan MTPS, dimana nilai kappa untuk masing-masing variabel adalah 0,976 berarti sangat kuat, 0,752 berarti kuat, 0,854 berarti kuat, 0,830 berarti kuat dan 0,805 berarti kuat. Pada penelitian ini didapatkan bahwa robekan ACL lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan persentase 75,6% pada kelompok kasus. Sebagian besar pasien robekan ACL termasuk dalam kelompok 21-30 tahun. Kelompok robekan ACL kemudian dibagi menjadi kelompok robekan ACL total dan parsial, dimana masing-masing terdapat 27 (66%) dan 14 (34%) pasien.

Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa robekan ACL lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dari Prince et al dan Zeh et al, yang menyatakan bahwa pada kelompok skeletal imatur (muda), robekan ACL pada pria, fraktur avulsi, dan robekan parsial lebih mungkin ditemukan.11,21 Namun, Temuan ini tidak sesuai dengan penelitian dari Bayer et al, yang menyatakan bahwa risiko robekan ACL tiga sampai enam kali lebih besar pada wanita dibandingkan dengan pria.10 Hal ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa pria memiliki faktor predisposisi eksternal yang lebih banyak, dan pada penelitian ini jumlah sampel laki-laki lebih banyak dibandingkan sampel perempuan.

Kelompok umur dengan kejadian robekan ACL tertinggi adalah kelompok umur 21-30 tahun. Menurut penelitian sebelumnya dari Zeh et al dan Shen et al, kejadian robekan ACL paling sering terjadi pada dekade ke-3 kehidupan. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas yang tinggi pada kelompok usia ini, baik aktivitas yang berisiko seperti olahraga yang membutuhkan banyak tenaga. melompat, mendarat atau perubahan posisi yang tiba-tiba, serta aktivitas umum tetapi dengan risiko tinggi trauma kontak.

Penulis: Dr. Rosy Setiawati, dr., Sp.Rad(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://ijrp.org/paper-detail/1999

Dyah Maya Fitriani, Rosy Setiawati, Paulus Rahardjo, Giuseppe Guglielmi. Profile of Knee MRI Morphometric Risk Factors for Anterior Cruciate Ligament Tear at Dr. Soetomo General Academic Hospital (Volume: 79, Issue: 1)

https://doi.org/10.47119/IJRP100791620212020

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp