Rentan Alami Stres, Simak Strategi Dukungan Psikologis Awal Pada Anak Saat Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: shutterstock

UNAIR NEWS – Pandemi Covid-19 yang menuntut semua orang mengurangi mobilisasi dan melakukan karantina tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab stres dan tekanan psikologis. Masalah ini pun mampu juga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang kini diharuskan terus berada di rumah ataupun melakukan pembelajaran jarak jauh.

Menurut Dosen Psikologi Universitas Airlangga Dr. Nur Ainy Fardana N., M.Si., Psikolog, meski kini tumbuh kembang anak dipengaruhi lingkungan keluarga akibat pandemi, namun mereka masih bisa terpengaruh situasi sekitar.

“Mereka bisa melihat atau mendengar kabar situasi pandemi, kematian korban Covid-19, bahkan bisa juga mengalami tekanan psikologis akibat suara sirine yang terus-menerus terdengar di jalan raya. Terlebih mereka tidak bisa leluasa bermain di luar untuk melepas stres,” terangnya dalam webinar Anak Terlindungi Indonesia Maju.

Menurut Ainy, situsasi tersebut mampu menghambat perkembangan fisik dan motorik anak, khususnya pada anak berusia 2-6 tahun. Padahal, anak dengan rentang umur itu umumnya akan memulai tahap berekspresi, bereksplorasi, dan membangun hubungan sosial.

“Dalam situasi pembatasan sosial, anak juga berpotensi mendapat tekanan atau sasaran kekerasan dari keluarga. Sang kakak atau orang tua misalnya sedang mengalami hari yang buruk, lalu untuk melampiaskan amarahnya, bisa jadi sang adik akan menjadi sasaran kejengkelan dari orang-orang yang lebih dewasa itu,” kata Dr. Ainy.

Maka untuk mencegah dan mengatasinya, Dr. Ainy mendorong para orang tua untuk segera menerapkan dukungan psikologis awal pada anak. Dukungan itu dirumuskan dalam strategi bernama ADLH atau Amati, Dengarkan, Lakukan, dan Hubungkan.

Strategi amati mendorong orang tua agar memperhatikan perubahan perilaku pada anak. “Jika anak biasanya ceria dan aktif, lalu tiba-tiba anak berubah murung, mudah menangis, atau jadi pendiam, itu bisa jadi tanda-tanda anak mengalami masalah atau tekanan,” terangnya.

Kedua, apabila anak mengungkapkan keluhan atau ingin bercerita, orang tua harus segera tanggap untuk mendengarkan. Apalagi anak kecil biasanya sulit mengekspresikan perasannya. Maka jika anak bercerita, itu adalah momentum bagi orang tua untuk segera merespon dan mendengarkan keluh kesah mereka.

Ketiga adalah lakukan, artinya orang tua harus bisa menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman bagi anak untuk meringankan tekanan atau masalah yang mereka alami. Terakhir adalah hubungkan, di mana langkah ini diperlukan jika permasalahan pada anak bertambah parah.

“Kadang orang tua tidak bisa seutuhnya menggali perasaan atau masalah yang dialami anak. Masalah berat seperti bullying atau kekerasan pasti akan menjadi hal traumatik yang sulit diceritakan. Melalui bantuan ahli, mereka bisa membantu kita untuk menggali dan mengatasi masalah tersebut,” pungkasnya. (*)

Penulis: Intang Arifia

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp