Kajian Literatur Model Konseptual Keterikatan Kerja Guru

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Lampungpost id

Mengajar  atau  menjadi  guru  merupakan  profesi yang menantang dan  bukan   hal   yang   mudah dijalankan. Terlebih di Indonesia dengan keragaman kondisi wilayah yang membuat beban kerja dan tuntutan terhadap profesi guru menjadi semakin tinggi di wilayah-wilayah tertentu. Tidak jarang hal tersebut memunculkan tekanan, sehingga Maslach et al. (1997) berpandangan bahwa  pada sejumlah kondisi, jika  dibandingkan  dengan  profesi  lainnya, guru cenderung lebih beresiko untuk mengalami burnout. Resiko ini berkaitan dengan  peran guru yang  bertanggung jawab tidak hanya untuk membentuk murid-murid menjadi terpelajar dan terdidik, namun juga memiliki berbagai karakter yang baik. Harapan agar tercipta murid-murid dengan karakteristik tersebut hanya dapat diwujudkan ketika guru memiliki keterikatan kerja (work engagement) yang kuat terhadap profesinya.

Schaufeli  dan  Bakker  (2004)  telah  menjabarkan keterikatan kerja sebagai  sebuah  antitesa dari burnout. Keterikatan kerja merupakan  sebuah  kondisi  psikis yang positif terhadap pekerjaan yang ditandai dengan adanya tiga unsur: vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption (penghayatan). Vigor dimaknai sebagai tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk berusaha dalam menyelesaikan pekerjaan,  dan ketekunan dalam  menghadapi kesulitan  dalam  bekerja; dedication mengacu  pada perasaan  antusias,  bermakna,  tertantang,  bangga, dan  terinspirasi  oleh  pekerjaannya; dan absorption ditandai dengan konsentrasi penuh pada pekerjaannya, muncul perasaan waktu berlalu  dengan cepat saat bekerja dan kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaannya (Schaufeli et al., 2002).

Keterikatan kerja sebagai salah satu kekuatan personal berperan penting di berbagai konteks pekerjaan. Namun sejauh ini, kajian terkait keterikatan kerja pada guru sekolah di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya. Padahal, informasi hasil telaah tersebut akan bermanfaat untuk membantu menguatkan psikologis guru dan merumuskan strategi pengembangan kompetensi guru dengan lebih baik, dibandingkan yang selama ini telah dilakukan. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mempelajari model konseptual keterikatan kerja pada guru sekolah melalui pendekatan telaah atau reviu literatur.

Metode telaah literatur yang digunakan dalam studi ini melibatkan artikel-artikel ilmiah yang dikumpulkan  melalui  tiga  pangkalan  data  jurnal,  yaitu:  (1) Science  Direct;  (2) Springer  Link; dan (3) Portal Garuda, dengan batasan penerbitan 10 tahun terakhir waktu pelaksanaan studi ini (2009-2019). Hasil pencarian awal menemukan 789 artikel yang selanjutnya diseleksi melalui kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diperoleh empat artikel (N=4) yang semuanya berlandaskan pendekatan kuantitatif.

Studi ini telah memberikan catatan pemahaman  atas  model konseptual keterikatan kerja guru yang melibatkan sejumlah variabel. Hasil telaah mengungkap adanya factor-faktor yang berhubungan dan memiliki peran terhadap keterikatan kerja guru. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain mastery goal structure, mastery orientation, proactive personality, dan self-efficacy.  sebagai mediator. Faktor-faktor tersebut menentukan keterikatan kerja karena kesesuaiannya dengan konteks kerja guru dengan berbagai tantangannya, disamping merupakan elemen yang  juga sesuai dengan nilai dan tujuan pribadi setiap guru.

Lebih lanjut, penelitian juga mencatat bahwa lingkungan  kerja  psiko-sosial juga memiliki dampak terhadap work engagement dan burnout. Xanthopoulou et al. (2009); Simbula dan Guglielmi (2013); Trépanier et al. (2013); dan Bakker et  al. (2014) menyebutkan  bahwa burnout dipengaruhi oleh job-demands yang berujung pada persepsi  yang  negatif  terhadap  pekerjaan (seperti stress dan turnover). Sementara work engagement dipengaruhi oleh job-resources yang berujung pada persepsi positif terhadap pekerjaan (seperti organizational citizenship  behavior dan job  satisfaction). Guru yang mengalami stress dan burnout, beberapa diantaranya akan memutuskan untuk meninggalkan profesinya. Diketahuinya berbagai faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja dari model-model konseptual yang telah dikaji dalam studi ini dapat menjadi salah satu rujukan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan manajemen sumber daya guru, agar kinerja guru dapat terus dioptimalkan. Hal ini pada gilirannya akan turut meningkatkan kualitas pendidikan yang dilaksanakan di berbagai jenjang dan wilayah di Indonesia.

Penulis: Dr. Wiwin Hendriani, S.Psi., M.Si.

Link jurnal: https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jpa/article/view/2194

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp