Investasi Lintah Laut Zeylanicobdella Arugamensis Sebagai Faktor Predisposisi Infeksi Vibrio Alginolyticus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Steemit

Kerapu merupakan komoditas perikanan yang tersebar luas di perairan laut tropis dan subtropis yang saat ini mulai berkembang dan dibudidayakan di beberapa negara di Asia Tenggara karena nilai ekonominya yang tinggi. Salah satunya adalah Indonesia yang merupakan produsen kerapu terbesar ketiga di dunia setelah China dan Taiwan. Total produksi kerapu yang berhasil diekspor pada 2018 mencapai 4,41 juta ton dan 3,06 pada 2019. Beberapa jenis kerapu berhasil dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah kerapu hibrida “Cantang”. Kerapu Hibrida pertama kali diproduksi oleh Borneo Marine Research Institute di Sabah (Malaysia) dari hasil perkawinan silang (hibridisasi) kerapu macan betina (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu jantan (Epinephelus lanceolatus). Kerapu Hibrida memiliki beberapa keunggulan yaitu tingkat pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dan proses penetasan yang relatif mudah, tahan terhadap penyakit, dan toleran terhadap perubahan lingkungan.

Salah satu daerah di Indonesia yang menjadi sentra budidaya ikan kerapu adalah Lamongan yang terletak di Desa Kerapu, Kentong, Labuhan, Brondong dengan sistem budidaya yang menggunakan kolam tradisional. Produksi ikan kerapu di desa Labuhan dipasarkan baik untuk memenuhi konsumsi dalam negeri (lokal) dan sebagian yang memenuhi standar kualitas dikirim ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, Laos, China, dan Jepang. Namun dalam proses budidaya kerapu, permasalahan yang sering dihadapi adalah adanya penyakit parasit akibat infestasi Piscicolidae seperti lintah laut Z.arugamensis yang merupakan kelas parasit pada ikan laut. Infestasi ektoparasit adalah jumlah parasit yang menginfeksi ikan yang dapat menghambat pertumbuhan dan menjadi pintu masuk penyakit lain. Z. arugamensis dapat hidup dengan menghisap darah. Patogenitas parasit ini rendah tetapi infeksi berat dapat menyebabkan lesi kulit sehingga dapat berperan sebagai faktor predisposisi infeksi sekunder oleh bakteri patogen seperti V.alginolyticus. V. alginolyticus merupakan spesies bakteri penyebab vibriosis pada ikan kerapu. Pada dasarnya Vibrio dapat berperan sebagai faktor predisposisi karena bakteri ini termasuk dalam tubuh oportunistik sehingga wabah Vibriosis dapat terjadi akibat cekaman lingkungan yang membuat ikan menjadi lemah atau disebabkan oleh infeksi primer yang disebabkan oleh parasit sehingga menyebabkan kerusakan jaringan pada ikan dan menjadi tempat yang menguntungkan bagi ikan Vibrio spp untuk menginisiasi infeksi. Adanya infeksi sekunder dapat memperburuk kondisi ikan hingga menyebabkan kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui infestasi lintah laut Zeylanicobdella rugamensis sebagai faktor predisposisi infeksi Vibrio alginolyticus pada Kerapu Hibrida “Cantang” (Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus) dari tambak tradisional di desa kerapu Lamongan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel diambil sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan dalam penelitian. Jumlah sampel yang diambil adalah 30 kerapu hibrida “Cantang” (17-21 cm) yang diperoleh dari tambak tradisional di Kampung Kerapu, Kentong, Labuhan, Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Menurutnya, jumlah sampel yang bisa diambil dalam penelitian survei adalah 27-30 individu di satu lokasi. Sampel kemudian diamati di Laboratorium Anatomi dan Budidaya Ikan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya.

Metode pemeriksaan lintah laut pada sampel ikan dilakukan dengan menggunakan metode native menurut. Pemeriksaan lintah laut meliputi permukaan tubuh dan siripnya dengan cara dikerok perlahan dan diambil langsung dengan cara dicabut menggunakan pinset kemudian diambil insangnya langsung menggunakan pinset pada bagian yang dimanifestasikan lintah laut. Lintah laut yang telah ditemukan akan dikumpulkan dan dihitung untuk menentukan infestasinya, kemudian diawetkan dengan alkohol gliserin 5%. Jumlah lintah laut pada sampel yang terinfestasi positif dihitung per ekor, kemudian dikelompokkan menurut derajat infestasi menurut kategori. Tingkat infestasi didefinisikan sebagai jumlah rata-rata lintah yang ditemukan di setiap sampel ikan.

Pemeriksaan kemudian dilakukan pada isolasi bakteri yang terdapat pada bekas luka akibat adanya lintah laut pada sampel ikan untuk mengetahui adanya infeksi bakteri. Pemeriksaan bakteri dilakukan di BKIPM Juanda Surabaya dengan menggunakan metode konvensional. Deteksi konvensional bakteri patogen menggunakan kaldu pengayaan diikuti dengan isolasi koloni pada media selektif, identifikasi biokimia, dan perhitungan TPC. Data yang diperoleh antara jumlah serangan lintah laut dan TPC Vibrio sp. Infeksi pada Kerapu Hibrida dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

Penulis: Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemukan pada jurnal ilmiah pada link berikut ini:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/718/1/012035

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp