Investasi Ektoparasit dan Kelangsungan Hidup Udang Vaname yang Diimunisasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Ikanesia id

Lithopenaeus vannamei merupakan salah satu udang ekonomis penting yang diimpor dari Amerika. Sejak akhir 1993, Penaeus monodon Fab. tingkat kematian relatif tinggi dan karena keadaan ini banyak tambak ambruk dan produksi menurun drastis dari tahun ke tahun. Sehingga udang vaname merupakan salah satu alternatif untuk dikembangkan dan beberapa upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk beralih ke spesies lain yaitu L. vannamei, untuk meningkatkan nilai ekspor secara signifikan. Namun sebenarnya infeksi patogen terjadi lebih awal. Salah satu protozoa patogen yang dapat menyerang udang adalah Zoothamnium penaei dan menyebabkan zoothamniosis.

Zoothamniosis merupakan salah satu penyakit protozoa yang disebabkan oleh Z. penaei. Dapat menyebabkan kematian terutama infeksi sekunder. Zoothamniosis merupakan penyakit parasit pada udang yang disebabkan oleh Z. penaei, Ciliata yang biasanya hidup pada kualitas air yang buruk. Penyebaran Z. penaei meliputi tambak air payau di Indonesia, Thailand, Malaysia, India, Jepang, dll. Gangguan pernapasan, mobilitas, pencarian makanan dan masalah molting merupakan gejala klinis dari udang yang terinfeksi. Kejadian zoothamniosis di lapangan selalu meningkat selama ini. Zoothamniosis menyebabkan 100% kematian udang saat diserang di tempat pembenihan. Udang yang terinfeksi Z. penaei merupakan indikasi munculnya parasit berwarna putih kecoklatan pada permukaan tubuh sehingga muncul sebagai alga, insang keruh dan kotor, anoksia, penurunan aktivitas, immobile dan kegagalan molting. Ini ditemukan pada semua tahap udang. Prevalensi Zoothamniosis di tambak rendah oksigen adalah 80%, udang dewasa adalah 89%. Prevalensi di Cina meningkat dari tahun ke tahun karena musim yang meningkat di musim panas (Agustus – Oktober). Pengamatan dan penelitian tentang zoothamniosis telah dilakukan pada gejala klinis, dan identifikasi agen. Histopatologi belum dilakukan sampai sekarang.

Untuk pengendalian zoothamniosis telah dilakukan dengan sistem sirkulasi, antibiotik, namun belum didapatkan hasil yang optimal. Perlakuan kuratif terhadap zoothamniosis di pembenihan dan di tambak dengan menggunakan antibiotik relatif bisa lebih baik, tetapi menyebabkan udang resisten dan memberikan residu pada udang. Rukyani [4] mengatakan untuk meningkatkan daya tahan udang baik di pembenihan maupun tambak dapat digunakan imunostimulan. Pertahanan non-spesifik udang lebih dominan daripada pertahanan spesifik.

Untuk pengendalian zoothamniosis telah dilakukan dengan sistem sirkulasi, antibiotik, namun belum didapatkan hasil yang optimal. Perlakuan kuratif terhadap zoothamniosis di pembenihan dan tambak dengan menggunakan antibiotik relatif lebih baik, tetapi menyebabkan resistensi udang dan memberikan residu pada udang. Untuk meningkatkan daya tahan udang baik di pembenihan maupun tambak dapat digunakan imunostimulan. Pertahanan non spesifik udang lebih dominan daripada pertahanan spesifik spesifik.

Sistem pertahanan tubuh avertebrata (termasuk udang) didominasi oleh hemosit, dimana hamburan dan peningkatan total hemosit diasumsikan sebagai bentuk respon imun seluler dalam tubuh udang. Beberapa protein diperlukan untuk menaklukkan bahan asing (agent) yang masuk ke dalam tubuh udang untuk melakukan fagositosis, enkapsulasi, modulasi, mengaktifkan sistem oksidasi propanol, anti mikroba, dan anti toksik.

Penelitian terdahulu yang dilakukan di tambak intensif dan tambak tradisional di Kabupaten Gresik, terbukti terdapat beberapa ektoparasit yang terinfestasi yaitu Zoothamnium, Epistylis dan Vorticella. Derajat infestasi ketiga jenis ektoparasit pada udang vaname di tambak intensif termasuk dalam kategori berat sebanyak 76,56 zooid dan di tambak tradisional masuk dalam kategori sedang sebesar 43,78 zooid. Kemudian penelitian terdahulu yang dilakukan di Gampong Pande Banda Aceh membuktikan bahwa setiap kelas udang menyerang ektoparasit dengan nilai prevalensi tertinggi mencapai 100% dan nilai intensitas tertinggi mencapai 135 parasit/ind terdapat pada udang berukuran 16-20 cm.

Berdasarkan pernyataan tersebut, protein kasar Z. penaei akan dikembangkan sebagai bahan imunostimulan untuk mencegah zoothamniosis pada udang vaname di tambak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon imun dan survival rate L. vannamei yang diimunisasi dengan protein membran imunogenik Z. penaei. Materi penelitian ini adalah 50,00 udang vaname (PL-11), 2 petak tambak berukuran 200 meter persegi, 200 ekor udang vaname yang sakit, 1.000 ekor udang yang terserang parasit dan dua kolam pemeliharaan. Protein kasar Z. penaei yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi yang telah dikarakterisasi dengan SDS-PAGE, ELISA dan Immunoblotting. Budidaya Z. penaei dilakukan secara kohabitasi, dengan mengkontaminasi satu ekor udang yang terinfeksi dan 15 ekor udang yang sehat. Udang yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari tambak yang ada di Kabupaten Bangil, Jawa Timur. Z. penaei yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil budidaya di laboratorium, dua ratus ekor udang vaname sehat berumur 60 hari dengan bobot 25–30 gram diperoleh dari tambak Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.

Pemeliharaan udang dilakukan selama 90 hari, dengan padat tebar 100 ekor per meter persegi. Sebelum disebarkan, benih diimunisasi dengan cara direndam selama 15 menit, dengan dosis 3 ml per 5000 ekor udang dalam 1 liter air. Data infestasi ektoparasit dan kelangsungan hidup udang vaname dikumpulkan kemudian dianalisis dengan ANOVA, dan jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengamatan infestasi ektoparasit dilakukan secara native dengan cara mengikis seluruh permukaan udang. Kerokan disusun pada slide, diberi air dan diperiksa dengan perbesaran 100X di bawah mikroskop. Persentase udang yang positif untuk jumlah udang yang diperiksa ditentukan untuk infestasi parasit. Kelangsungan hidup L. vannamei diukur sebagai persentase udang yang masih hidup selama pemeliharaan dari total jumlah udang yang dipelihara, yang dilakukan pada akhir pemeliharaan yaitu pada saat panen pada umur 90 hari di tambak.

Penulis : Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemukan pada jurnal ilmiah pada link berikut ini:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012019

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp