Hubungan Kualitas Air Dengan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Bandeng

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by detikFood

Pengendalian kondisi lingkungan budidaya agar tetap stabil dan optimal bagi organisme perairan termasuk ikan sebagai hewan budidaya sangat diperlukan. Salah satunya adalah kualitas air sebagai media hidup biota. Kualitas air yang baik adalah air yang cocok untuk kegiatan budidaya dimana jenis komoditas dapat hidup dan tumbuh secara normal. Kualitas air yang buruk dalam budidaya dapat menyebabkan ikan mudah stres, sehingga dapat menimbulkan penyakit pada ikan. Budidaya bandeng yang telah dilakukan adalah budidaya di tambak dan keramba jaring apung laut. Luas tambak Provinsi Jawa Timur tercatat pada tahun 2009, Jawa Timur memiliki luas tambak 58.100,69 ha atau ± 10% dari total luas tambak di Indonesia. Sedangkan luas tambak terluas berada di dua lokasi, yakni Gresik 17.095,08 ha dan Sidoarjo 15.530,40 ha. Meskipun Gresik memiliki tambak yang lebih besar dari Sidoarjo, tingkat produksi tambak Sidoarjo lebih tinggi dari Gresik.

Permintaan ikan bandeng yang semakin meningkat menuntut pengembangan dan keberlanjutan kegiatan budidaya bandeng yang sering menghadapi kendala. Salah satunya adalah ketika penyakit menular, seperti virus, bakteri, jamur dan parasit terjadi. Parasit adalah organisme kecil yang hidup di luar atau di dalam organisme lain yang lebih besar untuk mendapatkan makanan. Parasit pada ikan dapat dibagi menjadi dua kelompok, ektoparasit dan endoparasit. Endoparasit adalah parasit yang hidup pada organ dalam tubuh ikan seperti pencernaan, darah, hati dan jaringan tubuh lainnya. Ektoparasit adalah parasit yang hidup di permukaan luar tubuh inang seperti sisik, kulit dan insang. Infeksi ektoparasit mengakibatkan kerusakan pada organ luar yaitu kulit dan insang.

Timbulnya penyakit tidak lepas dari peran kualitas air. Air sebagai media hidup ikan harus memiliki persyaratan kualitas dan kuantitas yang baik. Pengelolaan air tambak adalah kegiatan untuk mempersiapkan dan menjaga kualitas air selama pemeliharaan. Bahan penelitian terdiri dari ikan bandeng (Chanos chanos) dan larutan Giemsa sebagai pewarna parasit protozoa. Peralatan penelitian terdiri dari botol sampel, termometer, secchi disk, DO test kit, test kit amoniak, kertas pH, refraktometer, dan mikroskop. Alat angkut plastik berisi oksigen yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan, pinset yang digunakan untuk perhitungan identifikasi ektoparasit

Survey lapangan dilakukan di tambak Kecamatan Sedati. Kabupaten Sedati dipilih karena memiliki sentra budidaya bandeng unggulan di Sidoarjo. Tiga desa yang diambil yaitu Segoro Tambak, Tambak Cemandi dan Banjar Kemuning dipilih karena perbedaan letak geografis dan data petani yang membudidayakan bandeng. penentuan lokasi pengamatan dilakukan secara purposive sampling, kemudian lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan dan kriteria tertentu

Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) yang diambil di tiga desa di Kecamatan Sedati, yaitu Tambak Segoro, Tambak Cemandi dan Banjar Kemuning. Setiap lokasi diambil ikan sebanyak 5% dari populasi ikan pada petak kolam 1000 ekor, setiap lokasi 50 ekor, jumlah sampel ikan sebanyak 150 ekor. Sampel ikan dengan populasi 1000-5000 diambil sebanyak 5% dari populasi ikan.

Identifikasi bertujuan untuk mengetahui jenis ektoparasit yang terinfestasi bandeng, seperti sirip, kulit dan insang. Metode pemeriksaan ektoparasit pada permukaan tubuh dilakukan dengan cara kerokan. Ikan yang telah diambil diukur panjang tubuhnya dan diamati dengan cara pengikisan permukaan tubuh dan sirip, pengikisan dilakukan pada kedua sisi tubuh ikan dan juga seluruh bagian sirip kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Jika ditemukan ektoparasit positif, segera dilakukan pewarnaan, sedangkan jika negatif, pemeriksaan dilanjutkan pada sampel berikutnya. Pemeriksaan insang ikan bandeng dilakukan secara native yaitu dengan memeriksa secara langsung lamela insang menggunakan mikroskop perbesaran 40x dan 100x. Prevalensi adalah persentase besar ikan yang terinfestasi dari sampel ikan yang diperiksa.

Pengukuran kualitas air dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel ikan bandeng, kualitas air yang diukur adalah suhu, kecerahan, pH, amoniak, salinitas, dan oksigen terlarut. Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer, kecerahan dengan piringan secchi, pH dengan kertas pH, salinitas dengan refraktometer, dan oksigen terlarut dengan DO test kit. Sedangkan amoniak menggunakan alat uji amoniak. kelayakan budidaya dapat dilihat dari kualitas air berupa suhu, oksigen terlarut, salinitas, kecerahan, pH, dan amonia yang cukup untuk menggambarkan kelayakan air dalam budidaya.

Parameter utama adalah jenis ektoparasit dan prevalensi ektoparasit yang menyerang ikan bandeng. Hasil pengukuran kualitas air meliputi suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan dan amonia. Parameter pendukung meliputi pengamatan gejala klinis bandeng yang mempengaruhi kondisi ikan, seperti bercak putih, ikan tidak aktif, dan iritasi kulit akibat memakan sel epitel.

Penulis: Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.

Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemukan pada jurnal ilmiah pada link berikut ini:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012049

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp