Tuberkulosis di Era Pandemi Covid 19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by POP TB Indonesia

Tuberkulosis (TB) dan Covid-19 adalah dua penyakit menular yang secara primer  menyerang organ paru-paru. Keduanya menunjukkan gejala klinis yang hampir sama yaitu  batuk, panas dan kesulitan dalam bernapas. Namun bedanya adalah tuberkulosis memiliki  perjalanan penyakit yang panjang sedangkan Covid-19 tidak. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang dapat dicegah dan diobati, namun untuk  mengontrol infeksi ini tidak mudah karena melibatkan banyak hal dan membutuhkan biaya  yang tinggi. Keterlambatan diagnosis dan terapi yang tidak adekwat menyebabkan makin  meningkatnya angka keparahan dan kematian karena penyakit ini sebagaimana juga resiko  penularan dan angka resistensi obat.  

Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) adalah penyakit yang relatif baru ditemukan  pada akhir tahun 2019 di Wuhan, China. Penyakit ini disebabkan oleh virus corona tipe beta  dan karena virus ini menyebabkan infeksi yang parah terutama di saluran napas sehingga  disebut sebagai SARS-CoV 2 (Severe Acute Respiratory Syndrome-Corona Virus 2). Pada  tanggal 11 Maret 2020, Direktur Jendral WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus telah  mengumumkan wabah virus corona ini sebagai pandemi, karena virus tersebut menyebabkan  penyakit atau kematian secara luas, penularan dari orang ke orang yang berkelanjutan dan bukti  adanya penyebaran ke seluruh dunia. 

Makin meningkatnya angka kejadian dan kematian karena Covid-19 ini mengakibatkan  seluruh perhatian dunia terpusat pada cara pencegahan transmisi virus tersebut di masyarakat melalui berbagai usaha termasuk pembuatan vaksin, sehingga semua acara tentang TB yang  telah dijadwalkan di berbagai negara menjadi tertunda dan kurang diperhatikan. Padahal  bagaimanapun juga, adalah penting bagi kita untuk tetap menjaga kewaspadaan terhadap  permasalahan global tentang TB. Pandemi Covid-19 ini sebenarnya memberikan kesempatan  bagi kita untuk membuat kebijakan-kebijakan baru dari segi aspek pencegahan antara Covid 19 dan TB yang keduanya merupakan suatu tantangan global dunia saat ini. Ancaman besar bagi Covid-19 dan TB yaitu karena melibatkan sistem kesehatan  nasional secara menyeluruh. Pandemi Covid-19 yang mendunia, penyebarannya yang sangat  cepat dan angka kematian yang cukup tinggi memang merupakan suatu masalah kedaruratan  nasional. Selain itu adanya kebutuhan dari alat perlindungan diri (APD) yang tidak terpenuhi,  ventilator dan penuhnya pasien yang membutuhkan perawatan di Rumah Sakit menjadi perhatian seluruh tenaga kesehatan pada masa pandemi ini. Namun sebaliknya TB adalah suatu  epidemi yang “silent”/ tenang namun menghanyutkan, yang bila tidak waspada maka angka  kejadian MDR-TB akan meningkat tajam, mengingat bahwa saat ini karena adanya pandemi  Covid-19 membuat masyarakat menjadi takut dan menghindar dari fasilitas-fasilitas kesehatan  seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Pasien TB yang seharusnya mengambil obat dan/atau  kontrol, tidak pergi ke Puskesmas atau Rumah Sakit untuk mengambil obat dan/atau kontrol.  Dan apabila angka kejadian MDR-TB ini meningkat maka biaya yang akan dikeluarkan oleh  pemerintah terkait akan hal ini tentunya juga akan meningkat. Untuk mengatasi hal ini,  sebenarnya Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan  buku yang berjudul : “Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan  Keluarga” bagi penyelenggara pembangunan Kesehatan dalam periode tahun 2016-2019.  Melalui buku ini diharapkan Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama  dapat melakukan pendekatan keluarga untuk mengenali masalah-masalah kesehatan yang ada  dalam keluarga tersebut secara holistik, misalnya masalah perilaku hidup bersih dan sehat  (PHBS) dan adanya hambatan-hambatan lain yang menyebabkan tidak tercapainya target yang  diharapkan oleh Pemerintah dalam mencapai Prioritas Kesehatan Nasional yang dalam hal ini  penanggulangan kasus tuberkulosis. 

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah pentingnya diagnosis yang cepat dan  kewaspadaan serta kesadaran masyarakat untuk mencegah transmisi yang luas dari suatu  penyakit infeksi. Pencegahan terhadap transmisi TB seharusnya dapat berjalan sinergis dengan  pencegahan terhadap Covid-19 yang telah banyak dipromosikan melalui berbagai media  massa, yaitu Gerakan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak) yang diharapkan  pada akhirnya dapat menjadi kebiasaan bagi tiap individu dalam keluarga untuk  menerapkannya. Dan apabila kegiatan seperti ini sudah menjadi kebiasaan (lifestyle) dari  individu dalam masyarakat maka penularan dari berbagai penyakit infeksi yang cara  penularannya melalui udara dapat dicegah, termasuk penyakit tuberkulosis. Sedangkan untuk  diagnosis cepat dari TB, beberapa staf pengajar yang terlatih dari Departemen Mikrobiologi  Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, bekerja sama dengan dokter yang bertanggung  jawab di Laboratorium Mikrobiologi RS JP Wanane, Sorong, Papua, di tengah segala  keterbatasan, telah berinisiatif untuk mengadakan workshop online tentang pembuatan sediaan  mikroskopis TB yang baik dan benar serta ketrampilan dalam pembacaan sediaan panel slide  TB dalam rangka penyegaran ilmu kepada tenaga-tenaga kesehatan beberapa Puskesmas dan  Rumah Sakit sekitar Sorong. Melalui berbagai usaha dan kerjasama yang baik antara  Pemerintah, Universitas dan tenaga-tenaga kesehatan sebagai ujung tombak di daerah-daerah seluruh Indonesia, diharapkan target eliminasi TB di Indonesia tahun 2030 dan eradikasi TB  tahun 2050 dapat tercapai.  

Penulis : Dr. Rebekah Juniati Setiabudi, dr., MSi. 

Penulis adalah tim tuberkulosis dan dosen dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran  UNIVERSITAS AIRLANGGA. 

Artikel lengkap dapat dibaca di :  

Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Service) Vol 5 no 1 Tahun 2021, halaman 111- 115, ISSN 2580-8680, e-ISSN 2722-239X

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp