Kehamilan Anggur? Waspada Keganasan!

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Pinterest

Kehamilan anggur, atau dalam istilah medis disebut sebagai “mola hidatidosa”, merupakan bagian dari spektrum penyakit gestational tropoblastik. Hamil anggur ini dapat dibedakan menjadi hamil anggur parsial dan hamil anggur lengkap, tergantung dari jaringan yang terbentuk selama kehamilan. Pada hamil anggur lengkap, tidak ada janin yang terbentuk dan digantikan oleh kista yang berisi cairan, dan juga jaringan plasentanya tidak terbentuk dengan normal. Pada hamil anggur parsial, ada bagian janin yang terbentuk, serta ada jaringan plasenta normal yang terbentuk. Jika kehamilan anggur ini ditemukan, akan dilakukan prosedur untuk mengevakuasi seluruh jaringan tersebut, bisa dengan suction atau dengan tindakan kuret.

Permasalahan dari kehamilan anggur adalah, kondisi ini bisa berubah menjadi keganasan setelah dilakukan tindakan evakuasi. Walaupun angka kejadian hamil anggur parsial lebih banyak dibandingkan dengan hamil anggur total, resiko dari hamil anggur total untuk berubah jadi keganasan 7x lebih tinggi dibandingkan hamil anggur parsial. Biasanya, perubahan kondisi menjadi keganasan bisa diamati dari perubahan kadar serum beta human chorionic gonadotropin (β-hCG). Kadar serum ini selalu digunakan sebagai penanda untuk menentukan apakah pasien hamil atau tidak, dimana kadar serum ini akan meningkat pada orang hamil. Namun, pada pasien yang mengalami peningkatan kadar ini, bahkan dalam taraf peningkatan yang sangat ekstrim, setelah dilakukan tindakan evakuasi kehamilan anggur menandakan bahwa telah terjadi keganasan. Perubahan menjadi keganasan ini biasanya dalam kurun waktu 12 bulan sejak tindakan evakuasi, dengan laporan paling banyak pada 6 bulan pertama. Namun, jarang sekali keganasan ini bisa berubah dalam kurun waktu 1 bulan.

Pada laporan kasus yang diterbitkan di American Journal of Case Reports, kami melaporkan pasien yang mengalami perubahan menjadi keganasan dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan, lebih tepatnya 22 hari setelah proses evakuasi. Pasien ini merupakan pasien rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat 1 karena ukuran kehamilannya lebih besar daripada ukuran usia kehamilannya. Hari pertama haid terakhirnya adalah 8 minggu yang lalu, namun ukuran kehamilannya seperti usia kehamilan 16 minggu. Serum β-hCG nya meningkat tajam, namun parameter lainnya normal. Pemeriksaan USG nya menunjukkan kehamilan anggur. Karena diagnosisnya adalah kehamilan anggur, maka tindakan evakuasi dengan suction dan kuret dilakukan. Jaringan yang sudah dikeluarkan lalu dikirimkan ke lab patologi untuk dievaluasi, dimana didapatkan hasil kehamilan anggur lengkap tanpa adanya tanda-tanda keganasan. Pasien kemudian diingatkan untuk kontrol pada hari ke 7, ke 14, dan ke 21 untuk dilakukan monitoring terhadap serum β-hCG, karena dikhawatirkan akan menjadi keganasan. Sayangnya, pasien tidak patuh terhadap saran dari dokter. Kontrol pertama pasien pada hari ke 9, dimana seharusnya pasien datang pada hari ke 7. Pemeriksaan serum β-hCG menunjukkan penurunan yang signifikan walaupun masih diatas nilai normal. Namun karena pasien mengetahui bahwa sudah tercapai penurunan yang signifikan, pasien memutuskan untuk tidak datang pada hari ke 14 dan ke 21 untuk evaluasi serial lanjutan dari serum β-hCG. Pada hari ke 22 setelah evakuasi, pasien datang ke IGD dengan perdarahan hebat dari lubang kewanitaannya. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, untungnya keganasannya masih bersifat lokal dan tidak menyebar sampai ke paru-paru. Setelah berdiskusi dengan pasien dan keluarga, akhirnya diputuskan untuk dilakukan operasi pengangkatan rahim untuk mencegah penyebaran ke organ tubuh lainnya. Seandainya pasien mengikuti anjuran untuk kontrol dari dokter, diagnosis keganasan ini bisa diketahui lebih dini.

Dari laporan kasus kami, dapat diambil pesan bahwa sebaiknya pasien mengikuti anjuran dari dokter. Jika memang pasien memiliki keraguan terhadap rencana pengobatan yang diberikan oleh dokter, maka sebaiknya pasien melakukan komunikasi lebih lanjut dengan dokter untuk meminta informasi yang lebih lengkap dan alasan mengapa rencana pengobatannya disusun seperti itu.

Penulis: dr. Firas Farisi Alkaff

Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada publikasi ilmiah kami di:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34127641/

Harsono AB, Hidayat YM, Winarno GNA, Nisa AS, Alkaff FF. A Case of Rapid Transformation from Hydatidiform Mole to Invasive Mole: The Importance of β-hCG (Human Chorionic Gonadotropin) Serum Levels in Follow-Up Evaluation. Am J Case Rep. 2021 Jun 15;22:e931156.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp