Sinetron Zahra Banyak Dikritik, Pakar Komunikasi: Harus Dihentikan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dra. Rachma Ida, M.Comms., Ph.D.,
Prof. Dra. Rachma Ida, M.Comms., Ph.D.,

UNAIR NEWS – Penanyangan Sinetron Suara Hati Istri: Zahra baru-baru ini manuai kritik dari masyarakat.
Pasalnya, publik menganggap sinetron yang tayang di stasiun TeleVisi (TV) Indosiar itu
melanggengkan budaya pernikahan anak di bawah umur, poligami, dan mengandung pedofilia.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Studi Media Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR, Prof. Dra.
Rachma Ida, M.Comms., Ph.D., menerangkan bahwa fungsi TV – dalam hal ini direpresentasikan
oleh sinetron – selain sebagai hiburan tetapi kontennya juga harus memberi sosialisasi, norma,
dan edukatif kepada masyarakat.

“Jika tayangannya bertentangan dengan fungsi tersebut dan masyarakat sudah mengeluarkan
keluhan, maka KPI harus bertindak tegas dengan menutup sinetron itu,” terang dosen yang kerap
disapa Prof. Ida.

Himbauan untuk menutup sinetron tersebut, menurut Prof. Ida bukan karena tidak setujunya
masyarakat dengan konsep poligami. Akan tetapi, sinetron Zahra dianggap sudah membuat
missleading atau mengarahkan masyarakat pada hal yang keliru.

“Cerita tentang poligami itu bukan hal baru dalam sinetron Indonesia. Yang menjadi masalah
adalah sinetron Zahra secara tidak langsung menjadi abbuse power yang memperlihatkan tokoh
utama laki-lakinya memiliki power atau kekuasaan yang digunakan untuk kesenangan diri
sendiri. Itu adalah representasi dari gender bias,” jelasnya.

Meski prodesur sinetron Zahra telah mengambil tindakan untuk mengganti pemain pemeran
Zahra yang sebelumnya berusia 15 tahun dengan pemain lebih dewasa, namun pengampu mata
kuliah Digital Media itu menegaskan apabila isi cerita sinetron tersebut masih bertentangan
dengan fungsi pendidikan TV, maka penanyangannya harus tetap diberhentikan.

“Yang perlu dicermati dalam hal ini adalah si pembuat cerita dan produser. Meskipun sinetron
merupakan bagian dari komoditas masyarakat dan pembuatannya tidak bisa terlepas dari trend

yang sedang berkembang, tapi saya harap isi cerita harus tetap memperhatikan volue norms
sebagai edukasi bagi masyarakat,” tekannya.


Penulis : Nikmatus Sholikhah
Editor : Feri Fenoria

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp