Hari Laut Sedunia: Menjaga Sumber Daya Laut dan Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan total pulau berjumlah 17.499. Bentangan alam yang luas dan kelimpahan sumber daya kelautan tercatat oleh State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2020 bahwa Indonesia mampu memproduksi perikanan tangkap sebanyak 6.71 juta ton dan perikanan budidaya sebanyak 932.300 ton.

Tepat hari ini (08/06/2021), PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menetapkan Hari Laut Sedunia (World Oceans Day). Tema tahun ini The Ocean: Life and Livelihoods” atau “Samudra: Kehidupan dan Sumber Penghidupannya” menjadikan laut salah satu ekosistem penting bagi kehidupan biota akuatik dan manusia.

Merujuk laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), luas lautan Indonesia mencapai 3,25 juta km2 dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,55 juta km2. Faktanya sumber daya kelautan itu belum cukup meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir rendah. 

Wahyu Isroni, S.Pi., M.P mengutarakan kemiskinan masyarakat pesisir terjadi lantaran disengaja dimanfaatkan oleh kalangan tertentu, terutama disaat maraknya pemilihan umum. Hal tersebut mencerminkan ketidakseriusan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir, “Karena dari awal sudah dipandang sebagai objek potensial untuk meraup suara,” ujar Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga itu.

Dalam skema pemberian bantuan pemerintah pusat maupun daerah tidak memliki akurasi data yang tinggi dan terkadang kurang tepat sasaran. Terdapat 3 faktor, pertama perangkat desa cenderung nepotisme dalam pemilihan bantuan tersebut.

Kedua, Dalam pembuatan program pemberdayaan masyarakat tidak di perhitungkan secara detail rantai mana yang paling memberikan efek paling signifikan memberikan efek domino di sektor riil. Serta, ketiga adalah kurangnya perbaruan data dan budaya masyarakat masih kental akan pemalsuan data bantuan

Selain faktor sektoral, faktor perilaku budaya masyarakat pesisir cenderung konsumtif, boros, kurangnya keterbukaan akan perubahan. “Mereka beranggapan melakukan aktivitas di luar zona nyaman mereka sudah bisa mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-sehari,” jelas.

Perlu adanya komitmen bersama dalam menjaga sumber daya laut dibarengi dengan langkah kebijakan yang presisi agar komitmen pembangunan tetap berkelanjutan. Wahyu menyebutkan 3 hal yang perlu dibenahi demi menjaga keberlangsungan sumber daya:

1. memperbaiki kualitas data di sektor kelautan dan perikanan dalam menentukan kebijakan strategis

2. melakukan zonasi wilayah pesisir dengan mengintegrasikan peraturan dan kebijakan kepada seluruh lembaga negara, perguruan tinggi, masyarakat dan stakeholder terkait untuk bersama menjaga dan mengawasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. “hal ini sangat penting untuk dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan aturan,” tambahnya.

3. mendorong UMKM kelautan perikanan sebagai lokomotif utama untuk kembali merebut pasar domestik dengan mempermudah izin dan memperbanyak pendampingan sehingga UMKM mampu berkembang dan bersaing dengan produk luar.

Selain isu sosial, beberapa isu lingkungan perlu kita pahami. Isu-isu terkini yang masih menghantui ekosistem laut adalah pencemaran plastik, kenaikan muka air laut akibat krisis iklim, banjir Rob serta degradasi 3 ekosistem utama laut, yaitu mangrove, lamun, dan terumbu karang.

“Dikatakan sebagai laut adalah laut terdiri dari 3 ekosistem utama yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang bisa bertahan dan terus berkembang secara baik tanpa kehilangan salah satu dari 3 ekosistem itu,” ungkapnya.

Wahyu mengingatkan perlunya meningkatan paradigma maritim dengan memahami regulasi yang ada, dan harus diajarkan sejak dini sehingga melekat kuat di rakyat Indonesia. (*)


Penulis: Dimar Herfano

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp