Deteksi Vektor Dengue Menggunakan Knockdown-resistance Mutations

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by JEO Kompas

Nyamuk dapat menyebarkan dan membawa penyakit sehingga dapat menjadikannya sebagai salah satu hewan paling mematikan. Banyak penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang masih menunjukkan peningkatan, termasuk demam berdarah, Zika, chikungunya, Virus West-Nile, malaria, dan yellow fever virus. Setengah dari populasi di seluruh dunia bertempat tinggal di daerah di mana nyamuk muncul. Empat genus yang banyak ditemukan sebagai penularan dari vektor penyakit nyamuk, antara lain Aedes, Culex, Mansonia, dan Anopheles. Genus Aedescan menularkan virus chikungunya, virus Zika, virus dengue, filariasis limfatik, dan virus demam kuning (World Health Organization 2020b). Dua spesies Aedes, yaitu Aedes (Stegomyia) aegyptian dan Aedes (Stegomyia) albopictus, merupakan vektor penting penyakit arboviral. Infeksi dengue merupakan penyakit yang ditularkan oleh keduanya dan menjadi tantangan kesehatan masyarakat. Data dari WHO pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sekitar 390 juta orang telah diperkirakan terinfeksi oleh infeksi dengue dan tersebar di 128 negara (World Health Organization 2020a) dan dari Indonesia juga merupakan endemis infeksi dengue, meningkatkatnya angka prevalensi tahunan dari 0,05/100.000 pada tahun 1968 menjadi 78,8 /100.000 pada tahun 2016. Namun, angka kematian kasus menurun dari 41% pada tahun 1968 menjadi 1,21% pada tahun 2004 (WHO 2006).

Saat ini, tidak ada vaksin yang efektif yang dapat menjadi profilaksis untuk semua kelompok umur. Dengvaxia (CYD-TDV) adalah vaksin dengue tetravalent rekombinan hidup oleh Sanofi-Pasteur yang pertama kali berlisensi dan dapat digunakan untuk individu berusia 9 hingga 45 tahun di daerah endemik. Keampuhan vaksin ini bervariasi, dengan efikasi tertinggi terhadap dengue serotipe 3 dan 4 (71,6% dan 76,9%) diikuti oleh dengue serotipe 1 dan 2 (54,7% dan 43%) (World Health Organization 2020c). Selanjutnya, metode utama untuk mencegah penularan infeksi dengue adalah melalui pengendalian vektor. Sebuah studi meta-analisis menunjukkan bahwa varietas variasi pengendalian demam berdarah secara signifikan mengurangi risiko demam berdarah, seperti skrining rumah, penutup wadah air, dan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Menariknya, penyemprotan indoor residual spraying (IRS) tidak secara signifikan mengurangi risiko demam berdarah, sedangkan penggunaan aerosol insektisida dan obat nyamuk bakar dikaitkan dengan peningkatan risiko demam berdarah. Sejalan dengan itu, pengusir kulit, kelambu berinsektisida juga tidak berpengaruh. Dengan demikian, efektifitas pengendalian vektor tetap dipertanyakan dan mungkin dapat bervariasi di wilayah geografis yang berbeda.

Metode utama pengendalian infeksi dengue di Indonesia adalah kombinasi pengelolaan lingkungan (pemberantasan jentik nyamuk, menutup wadah air, menguras bak mandi secara teratur) dan fogging termal. Di Indonesia, Organofosfat telah digunakan selama beberapa dekade untuk mengendalikan nyamuk dewasa. Malathion, sebagai turunan Organofosfat, digunakan untuk mengendalikan nyamuk dewasa, sedangkan temephos digunakan sebagai larvasida. Malathion pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1969, sedangkan temephos diperkenalkan pada tahun 1980 untuk pengendalian demam berdarah. Penggunaan insektisida yang intensif dan masif dapat menyebabkan penurunan sensitivitas populasi nyamuk terhadap insektisida yang umum digunakan. Fenomena ini dapat disebut sebagai mekanisme resistensi insektisida (World Health Organization 2012).

Taman kota berpotensi menjadi sumber penularan penyakit vector-borne karena menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk alami dan buatan yang dikombinasikan dengan keberadaan manusia yang terus menerus. Subekti dkk mengungkapkan dari penelitiannya ingin mengetahui terjadinya alel mutan knockdown-resistance (kdr) (V1016G dan F1534C) pada populasi nyamuk yang dikumpulkan dari taman kota di Surabaya, Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi alel resisten (G1016 dan C1534) adalah nol, dan frekuensi alel rentan adalah 1 (V1016 dan F1534). Bioassay insektisida tidak dapat dilakukan karena terbatasnya jumlah nyamuk dewasa, sehingga status resistensi insektisida tidak dapat ditentukan. Namun, penelitian ini dapat digunakan sebagai pemantauan awal untuk program pengendalian vector.

Penulis: Prof. Sri Subekti

Detection of  Knockdown – resistance Mutations (V1016G and F1534C) in Dengue Vector from Urban Park, Surabaya, Indonesia oleh Shifa Fauziyah, Sri Subekti, Budi Utomo, Teguh Hari Sucipto, Hebert Adrianto, Aryati, Puspa Wardhani, Soegeng Soegijanto

https://jurnal.ugm.ac.id/jtbb/article/view/65357/32275

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp