Mahasiswa FPK UNAIR Ungkap Kedalaman Sarang Ternyata Pengaruhi Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Tukik penyu hijau oleh : travel.okezone.com

UNAIR NEWS – Indonesia yang dinobatkan sebagai salah satu negara megabiodiversity memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah termasuk salah satunya penyu. Berdasarkan data, 6 dari 7 spesies penyu yang tersebar di dunia pernah ditemukan bereproduksi di Indonesia dan yang paling banyak dijumpai adalah penyu hijau (Chelonia mydas). 

Seiring dengan waktu, populasi penyu hijau terus mengalami penurunan akibat peningkatan aktivitas manusia. Sehingga upaya pelestarian perlu dilakukan guna mencegah kepunahan penyu hijau. Untuk itu mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR, Abang Aldhian Randiani Putera yang dibimbing oleh Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., M.P. dan Ir. Wahju Tjahjaningsih, M.Si. melakukan penelitian untuk mengetahui aspek ekologi peneluran penyu hijau guna menunjang upaya pelestarian dan pengembangan populasi penyu. 

“Penyebab terjadinya penurunan populasi penyu dapat dikarenakan faktor antropogenik seperti aktivitas industri yang menghasilkan limbah atau sampah maupun ekologis faktor seperti adanya global warming,” ungkapnya pada UNAIR NEWS (31/12).

Ia melanjutkan, Perubahan suhu ini memberikan dampak secara langsung terhadap suhu pasir tempat penyu hijau bertelur. Suhu pasir sarang akan berpengaruh terhadap masa inkubasi telur penyu laut, karena semakin rendah suhu pasir maka masa inkubasinya semakin lama.

“Maka dari itu dalam upaya konservasi melalui peneluran penyu data kedalaman yang optimal untuk penetasan telur perlu dimiliki karena hal itu merupakan faktor penentu keberhasilan dalam penetasan penyu,” ujarnya.

Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang merupakan habitat peneluran penyu hijau di Indonesia dan juga salah satu Kawasan Perlindungan Penyu. Dirinya memberikan 4 perlakuan berupa kedalaman oviposisi yang berbeda yang menggunakan 20 telur penyu hijau pada masing-masing perlakuan.

“Dimana perlakuan A ; oviposisi telur pada kedalaman 30 cm , B ; oviposisi telur pada kedalaman 50 cm, C ; oviposisi telur pada kedalaman 70 cm dan D ; oviposisi telur pada kedalaman 90 cm yang merupakan kedalaman waktu pengambilan telur sebagai kontrol,” jelasnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perlakuan kedalaman sarang penetasan berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi telur dan persentase keberhasilan penetasan telur penyu hijau. Inkubasi rata-rata untuk penetasan telur penyu hijau yang paling optimum yaitu 58 hari pada kedalaman 50 cm dan 70 cm dari permukaan pasir. Hal itu terjadi karena suhu pada kedalaman tersebut relatif stabil dibandingkan yang lain, sehingga telur bisa berkembang dengan baik.

“Karena memang kestabilan suhu pasir pada pusat sarang telur penyu merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan penetasan telur penyu,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp