Pahami Efek Penggunaan Media Sosial terhadap Pola Komunikasi Remaja dalam Keluarga

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Seiring dengan perkembangan teknologi, kini media sosial menjadi platform yang banyak diakses. Dengan menawarkan proses interaksi yang gampang tanpa perlu bertatap muka, media sosial memiliki banyak pengguna dari berbagai rentang usia termasuk juga para remaja. Mudahnya akses internet menjadi salah satu alasan banyak remaja menjadi akrab dengan platform daring satu ini.

Kemudahan berinteraksi yang ditawarkan oleh media sosial ternyata juga mengubah pola komunikasi remaja, salah satunya dalam lingkup keluarga. “Yang cukup berubah adalah faktor kedekatan dan intimacy pada keluarga,” ungkap Arianingsih pada webinar mahasiswa kerja sama Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan Universiti Malaya, Senin (13/12/2021) lalu.

Mahasiswa Magister Psikologi Sains FPsi UNAIR itu menuturkan bahwa penggunaan media sosial dapat berdampak negatif pada remaja. Kebanyakan remaja banyak menginvestasikan waktunya untuk mengakses media sosial sehingga hubungan interpersonal dengan anggota keluarga turut menurun.

“Komunikasi yang terbatas dalam keluarga menjadikan remaja justru tidak nyaman berada di keluarganya sendiri. Hal ini dapat menyebabkan mereka tidak terlatih menghadapi dunia nyata dan berakhir dengan kembali ke virtual playground mereka yakni media sosial,” papar Arianingsih.

Akibat-akibat ini, lanjut Arianingsih, serupa dengan lingkaran setan yang jika tidak diputus akan menjadikan dampak negatif menjadi lebih terasa. Apalagi pada usia remaja di mana mereka cenderung lebih dekat dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua.

“Remaja merasa tidak nyaman bercerita pengalaman mereka kepada orang tua seperti pengalaman saat jatuh cinta karena mereka menganggap orang tua tidak mengerti dunia mereka,” ungkap Arianingsih.

Baca Juga: Pakar Psikologi UNAIR Bagikan Strategi Atasi Stres pada Remaja

“Ketika tidak mampu bercerita kepada orang tua dan orang tua juga tidak mampu menunjukkan keterbukaan, di sini menunjukkan adanya fungsi keluarga yang tidak maksimal,” lanjutnya. Padahal, keluarga seharusnya bisa menjadi family first aid bagi remaja untuk mencurahkan berbagai perasaan dan masalah pribadi mereka.

Untuk mengatasi berbagai hal tersebut, Arianingsih memaparkan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para remaja agar kedekatan dengan keluarga tetap terjaga. “Remaja hendaknya bisa lebih terbuka kepada orang tua dan bisa menempatkan orang tua sebagai teman,” paparnya.

Menurutnya, orang tua sebenarnya juga dapat menjadi teman di media sosial bagi anak-anak mereka. Membatasi akses untuk aktivitas di media sosial serta banyak mempelajari skill baru juga dianjurkan bagi para remaja.

Lebih lanjut, remaja perlu meng-encourage diri mereka bahwa rumah dan keluarga adalah tempat paling aman untuk bercerita. “Para remaja perlu mengajak diri sendiri untuk tetap berkomunikasi secara interpersonal dengan orang tua secara rutin. Ini akan menjadikan family function tetap bekerja dan keluarga juga akan tahu bagaimana perkembangan anak-anak mereka,” tegas Arianingsih. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp