Mewaspadai Gejala Vestibular Mendadak sebagai Tanda Infark Serebelum

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by CNN Indonesia

Stroke sumbatan (infark) masih merupakan masalah dunia. Angka kecacatan dan kematiannnya masih tinggi. Salah satu lokasi stroke adalah bisa berlokasi di otak kecil (serebellum). Waspadai adanya gejala vestibular, karena adanya gejala vestibular dapat merupakan penanda stroke infark serebellum.  Secara medis gejala vestibular ini dikenal dengan istilah sindrom vestibular akut (SVA). SVA biasanya terjadi secara mendadak dan bisa berlangsung secara berkepanjangan dalam hitungan hari sampai dengan minggu dan bahkan bisa sampai hitungan bulan. SVA dikaitkan secara erat dengan gangguan sirkulasi posterior seperti infark serebelum. Gambaran klinis SVA yang harus diwaspadai sebagai penanda adanya lesi atau gangguan atau infark serebelum antara lain adanya vertigo, gejala otonom seperti mual ataupun muntah, nistagmus horizontal, gangguan postural (limb ataxia) berupa unsteadiness (ketidakseimbangan baik saat kondisi diam maupun saat bergerak).

Vertigo merupakan gejala yang paling umum dari pada iskemia sirkulasi posterior. Kunjungan pasien dengan vertigo ke unit gawat darurat terkait stroke adalah sekitar 3,2–4,0% kasus. Data menunjukkan bahwa sekitar 15.000 sampai 25.000 kasus mengalami morbiditas akibat  misdiagnosis pada saat penerimaan awal pasien, oleh karena itu pengenalan dini tentang SVA mendadak sebagai tanda infark serebelum merupakan hal yang penting untuk diketahui. Gambaran klinis SVA lain selain vertigo yang biasa muncul adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini dapat di bagian oksipital (area kepala belakang), frontal (daerah dahi), atau regio servikal (leher) sisi atas. Pada SVA harus dipertimbangkan adanya faktor pendukung yang mengarah pada terjadinya stroke seperti faktor usia (yaitu usia di atas 60 tahun), riwayat hipertensi (HT), riwayat diabetes mellitus (DM), serta adanya gejala yang menyertai yang mengacu pada sistem saraf pusat (SSP) yang terjadi secara spontan dan akut yang timbul untuk pertama kalinya.

Hotson dan Baloh, 1998 menyebutkan bahwa adanya vertigo tunggal yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung dalam hitungan menit pada seseorang yang memiliki faktor risiko stroke mendukung pada terjadinya serangan iskemik pada sistem vertebrobasilar ataupun iskemia sementara pada labirin vestibular. Seringnnya serangan iskemik sementara berlangsung selama kurang dari 30 menit. Manakala muncul gambaran klinis SVA, maka perlu kita curigai adanya stroke infark serebellum. Seyogyanya pasien segera mencari pertolongan dengan mencari dokter saraf terdekat. Dokter saraf akan melakukan serangkaian pemeriksaan seperti pemeriksaan Head impuls test, Nystagmus and Test of Skew Deviation (HINTS) okulomotoryang merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk stroke dengan akut vestibular. 

Secara ideal pasien dengan keluhan dizziness yang akut membutuhkan pencitraan. Dokter akan meminta pasien melakukan pemeriksaan computed tomography (CT) scan kepala atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI dengan sequens Diffusion Weight Imaging (DWI) jauh lebih akurat dibandingkan dengan CT scan. CT adalah tes yang sangat akurat untuk perdarahan intracranial, namun untuk stroke iskemik sensitivitas CT hanya 39% ketika dilakukan dalam 12 jam onset kejadian. MRI dengan DWI memiliki sensitivitas 99%, oleh karena itu pada mayoritas kasus MRI lebih diutamakan dibandingkan dengan CT scan. Pada CT scan atau MRI pasien dengan SVA terkait infark serebellum biasanya tampak adanya gambaran infark. Diyan dkk, 2020 dan Kim Ah, 2012 menyebutkan bahwa manifestasi klinik infark sirkulasi posterior lebih banyak terjadi pada area posterior inferior cerebellar artery (PICA) dan superior cerebellar artery (SCA) dibandingkan dengan pada area anterior inferior cerebellar artery (AICA). Gangguan vaskularisasi serebelum ini dikaitkan dengan gangguan pada jaras vestibular sistem vestibular.

Pada kasus yang sangat memerlukan untuk mengeksklusi kemungkinan perdarahan sebelum tindakan trombolisis atau untuk mengetahui diseksi arteri vertebralis menggunakan CT angiografi. Waktu yang tepat untuk melakukan tindakan MRI juga sangat penting, karena resiko false negatif pada 48 jam pertama. Pada beberapa kasus penting untuk melakukan MRI ulangan bila hasil HINTS tes mencurigakan adanya proses sentral namun hasil MRI tidak menunjukan sesuatu yang signifikan.Tata laksana SVA pada dasarnya adalah mengatasi kondisi stroke akut. Perlu ditekankan bahwa penanganan ini harus sesuai batasan waktu dan tingkat keparahan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) saat pasien datang berobat. Hal ini terkait dengan kepentingan pemberian trombolisis intravena. Pasien yang datang ke unit gawat darurat (UGD) dengan keluhan utama vertigo dan tanda klinis ke arah stroke sirkulasi posterior ada sekitar 4%, namun rata-rata pasien datang dalam kondisi sudah melebihi jendela waktu 4,5 jam untuk bisa dilakukannya trombolisis intravena. Manajemen terapi farmakologis berupa simptomatis dan non farmakologis berupa rehabilitasi vestibular. 

Penulis: Hanik Badriyah Hidayati*, Diayanti Tenti Lestari**

*Staf Pengajar Divisi Nyeri, Neurotologi-Neuroftalmologi, Neurorestorasi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran, Universitas AirlanggaRSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

**Residen Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas AirlanggaRSUD Dr. Soetomo,Surabaya.

Korespondensi: hanikhidayati@fk.unair.ac.id

Detail tulisan lengkap dapat dilihat di: https://www.ijrrjournal.com/IJRR_Vol.8_Issue.9_Sep2021/IJRR06.pdf.

Lestari DT, Hidayati HB. Acute Vestibular Syndrome in Cerebellar Infarction: A Case Report. Int J Res Rev. 2021;8(9):29–35.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp