Webinar ALFEST Refleksikan Keadaan dan Tantangan Pendidikan Tinggi Hukum

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Potret Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial Dr. H. Sunarto, saat memaparkan materinya pada webinar penutup ALFEST 2021. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Sejak dimulainya pada Kamis (14/10/2021), rangkaian acara Airlangga Law Festival (ALFEST) yang digelar oleh FH UNAIR telah mencapai tahap akhir pada Kamis pagi (10/11/2021). Untuk menyemarakkan penutupnya, digelar sebuah webinar nasional yang mengangkat tema “Pendidikan Tinggi Hukum: Refleksi 70 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum di Surabaya & Tantangan Kedepan.”  Tiga narasumber hadir pada kegiatan virtual ini.

Narasumber pertama adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial Dr. H. Sunarto. Sunarto mengatakan bahwa bakal ada perubahan paradigma hukum besar-besaran di masa depan. Keprofesian hukum akan berubah dari layanan konsultasi (advisory service) menjadi layanan informasi (information service). Dari sini, pelayanan klien tak hanya berbasis one-to-one tetapi one-to-many karena informasi hukum akan dapat diakses dengan mudah dan transparan di suatu aplikasi. Model tersebut juga merubah bahwa manajemen risiko dalam ilmu hukum akan lebih proaktif yang berbasis pencegahan, daripada reaktif yang menyelesaikan masalah. Prediksi perubahan paradigma tersebut ditulis oleh Richard Susskind.

“Dari situ tentu model pendidikan hukum harus diubah untuk merespon perubahan paradigma tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan memisahkan pendidikan hukum akademis dan keprofesian agar jangka waktunya tidak terlalu singkat. Pendidikan hukum juga tidak boleh “tidak tersentuh” dengan praktik-praktik hukum yang negatif dan destruktif. Harus dikonsep sedemikian rupa agar bisa berkontribusi,” tutur yuris alumni UNAIR itu.

Perubahan paradigma tersebut akan relevan apabila melihat geliat digitalisasi sektor ekonomi besar-besaran yang terjadi kali ini. Materi kemudian diestafetkan pada Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Fillianingsih Hendarta, S.H., MBA untuk menjelaskan perihal tersebut. Fillia menjelaskan bahwa model hukum bisnis dan keuangan yang konvensional takkan bisa mampu menjadi pengaturan dalam model bisnis yang baru. Ia menambahkan bahwa banyak sekali model bisnis yang dapat besar dan sukses karena digitalisasi. Oleh karena itu, hukum juga harus bisa merespon itu.

Kemudian, pemateri terakhir adalah Dekan FH UNAIR Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D. Iman mengatakan bahwa pendidikan tinggi hukum (PTH) di masa depan akan bermetamorfosis dari tempat pembelajaran menjadi proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan bahwa PTH akan menjadi pusat pembelajaran berlanjut yang menyediakan peningkatan keterampilan sepanjang karir. Nuansa fleksibilitas itu ditekankan juga olehnya bahwa tak semua profesional hukum membutuhkan gelar sarjana, tetapi mendalami dan menguasai cabang ilmu hukum tertentu dengan pemahaman yang lebih multidisipliner.

“Hukum tidak akan menjadi profesi, tetapi kemampuan. Keprofesian hukum di masa depan akan lebih sedikit, sementara penyediaan jasa hukum akan terus berkembang. Dari sini, mahasiswa hukum tidak bisa lagi hanya dididik hanya sebatas kemampuan berpikir seperti advokat. Tetapi, juga harusnya kemampuan kritis yang lebih multidisipliner dan holistik terhadap suatu isu agar dapat memberikan solusi hukum yang lebih komprehensif,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp