Obesitas Remaja dan Risiko Gangguan Jiwa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh indonesiainside.id

Perkembangan manusia merupakan suatu proses sepanjang kehidupan. Salah satu periode dalam perkembangan adalah masa remaja. Remaja adalah suatu periode kritis dalam kehidupan manusia karena beberapa perubahan yang terjadi selama tahap kehidupan ini, melibatkan perubahan fisiologis, psikologis, dan sosial yang dapat berkontribusi terhadap pengembangan ke arah kelebihan berat badan atau obesitas.  Sejumlah faktor risiko telah diidentifikasi, mencakup disposisi genetik, diet, aktivitas fisik, dan  lingkungan. Faktor genetik dan metabolik menjadi faktor mendasar, sedangkan budaya, lingkungan, dan sosial secara bersamaan menjadi faktor yang menentukan berat badan.

Obesitas pada Remaja

Obesitas merupakan masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut WHO, pada tahun 2010, overweight dan obesity merupakan faktor resiko penyebab kematian ke-5 di dunia. Diperkirakan ada sekitar 2,8 juta penduduk di dunia meninggal akibat komplikasi obesitas. Untuk memantau status gizi seseorang yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan dapat menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh).

Obesitas pada remaja adalah fenomena yang tersebar luas. Pada tahun 2016, secara global sekitar 17% remaja mengalami kelebihan berat badan, termasuk obesitas. Dari data Riskesdas tahun 2013, prevalensi kelebihan berat badan nasional pada remaja usia 16-18 tahun sebanyak 7,3%.

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan.

Risiko Gangguan Jiwa pada Obesitas Remaja

Saat tubuh mengalami stres, maka tubuh akan melepaskan hormon kortisol. Tingginya kadar hormon ini akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon insulin, leptin dan sistem neuropeptide Y (NPY) yang akan membuat otak membangkitkan rasa lapar. Tindakan makan ini merupakan reward bagi tubuh kita sebagai respon terhadap stres yang kita hadapi. Ditambah lagi terdapat gangguan kognitif yang merangsang otak. Gangguan kognitif ini bisa berupa perubahan mindset dalam pikiran kita bahwa saat ini kita sah-sah saja atau dimaafkan untuk makan tanpa memperdulikan berat badan.

Masa remaja adalah masa kritis yang terkait dengan perkembangan obesitas. Sekitar 80% remaja obesitas dengan masalah kejiwaan dan psikososial kemungkinan akan terus mengalami kondisi gangguan jiwa hingga dewasa. Beberapa penelitian telah menemukan hubungan dengan masalah kesehatan mental, seperti depresi, ide bunuh diri, dan upaya bunuh diri, kecemasan, masalah perilaku, harga diri yang rendah, dan citra diri yang buruk. Kondisi citra diri yang buruk akan meningkatkan risiko perundungan / bully. Beberapa penelitian menyebutkan kemungkinan viktimisasi sebagai mediator antara berat badan dan kesehatan mental.

Remaja yang mengalami obesitas juga dapat mengalami stigmatisasi, citra tubuh yang buruk, dan harga diri yang rendah makin meningkatkan kerentanan mereka terhadap depresi. Perilaku dan gaya hidup mereka, khususnya kebiasaan diet yang buruk dan aktivitas menetap dalam hal mengurangi aktivitas fisik serta gangguan tidur juga dapat menyebabkan depresi. Peningkatan kerentanan terhadap depresi dan obesitas pada remaja ini menunjukkan kemungkinan hubungan dua arah. Ada beberapa kemungkinan mekanisme yang menghubungkan depresi dan obesitas termasuk faktor perilaku dan gaya hidup serta faktor biologis dan genetik.  Perbedaan risiko dari depresi remaja awal yang mengarah ke obesitas adalah 3% risiko lebih tinggi daripada obesitas yang mengarah ke depresi.

Penatalaksanaan Integratif Obesitas dan Depresi

Penatalaksanaan depresi dapat dilakukan dengan berbagai panduan, misalnya pedoman dari National Institute for Clinical Excellence (NICE) yang fokus pada kondisi klinis yang memiliki dampak besar pada kesehatan masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan standar perawatan. Untuk penatalaksanaan integratif bersama dengan penatalaksanaan obesitas dapat menerapkan beberapa pendekatan program seperti Obesity Care Pathway, Weight Management Program (WMP), dan Psychosocial Intervention (PSI).

Penelitian di masa mendatang diharapkan secara intensif menilai sifat dan arah hubungan antara obesitas dan gangguan jiwa khususnya depresi. Penanganan integratif untuk mengatasi obesitas dan depresi harus dilakukan bersamaan. Hal yang sangat penting lainnya adalah upaya dalam deteksi sedini mungkin peningkatan berat badan yang mengarah kepada obesitas serta pengamatan perkembangan pola psikologik dan perilaku masa remaja.

Penulis: Royke Tony Kalalo, dr, Sp.KJ(K), FISCM

Informasi detail dari studi  ini dapat dilihat di:

http://www.novapublishers.org/catalog/product_info.php?products_id=66319

dan https://www.proquest.com/docview/2533421716

Harikha IV., Kalalo RT. Adolescent obesity and risk of mental disorder. Int J Child Adolesc Health 2021;14(1):31-38.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp