Ini yang Harus Diperhatikan Atlet Agar Tidak Kolaps Saat Berolahraga

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Beritasatu.com

UNAIR NEWS – Peristiwa atlet tak sadarkan diri saat berolahraga bukan merupakan hal baru yang terjadi. Baru-baru ini peristiwa yang menarik perhatian adalah peristiwa yang terjadi pada Christian Eriksen dan Markis Kido. Peristiwa ini kebanyakan diakibatkan karena terdapat gangguan pada sistem jantung dan pembuluh darah.

Dr. Andrianto, dr., SpJP (K) FIHA, FAsCC  yang merupakan pakar ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga mengatakan bahwa aktifitas fisik yang dilakukan oleh atlet dapat berdampak pada jantung. “Penting untuk diperhatikan bahwa olahraga dengan intensitas fisik yang berat dan berlangsung lama dapat berdampak negatif terhadap jantung,” terang pada Selasa (15/6/2021).

Aktifitas fisik yang dilakukan atlet inilah yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologi jantung berkelanjutan dalam jangka waktu lama sehingga akan menyebabkan ukuran ruang jantung menjadi lebih besar. “Istilahnya itu athlete heart, yaitu bentuk organ jantung atlet yang membesar keempat ruangnya akibat adaptasi terhadap latihan olahraga,” jelas Dr. Andrianto.

Adaptasi yang terjadi pada jantung umumnya dianggap jinak namun asumsi ini tidak sepenuhnya benar. “Perubahan besar pada otot jantung bisa juga diikuti perubahan struktur jaringan kontraktil menjadi jaringan ikat yang dapat mengurangi kontraktilitas dan elastisitas otot jantung sebagai pompa dan potensial sehingga menyebabkan gangguan irama jantung,” paparnya.

Disamping itu kolaps karena henti jantung saat olahraga terkadang dapat terjadi akibat kelainan genetik yang meliputi kelainan struktural, aritmia, penyakit jantung koroner prematur atau anomali koroner kongenital. “Dalam kasus kelainan genetik ini, olahraga dengan intensitas berat dapat memicu terjadinya serangan aritmia jantung fatal yang mengakibatkan henti jantung mendadak,” katanya.

Tanda dan Gejala yang Harus Diwaspadai

Pada dasarnya tanda dan gejala yang muncul tidak langsung menyebabkan atlet pingsan, tidak sadar atau bahkan kejang. Tanda dan gejala yang muncul sering tidak diwaspadai bahkan cenderung diabaikan. Beberapa tanda dan gejala yang harus diperhatikan salah satunya adalah terjadinya nyeri dada yang intens. “Nyeri dada ini sering muncul dan memberat saat melakukan aktifitas,” ujarnya. Tanda dan gejala lainnya antara lain

  1. Jantung sering terasa berdebar dan berdetak tidak stabil.
  2. Sering merasa pusing dan tubuh sedikit oleng saat berjalan.
  3. Gangguan sulit bernapas secara santai dan butuh tarikan serta hembusan lebih kuat meski sedang melakukan kegiatan ringan atau istirahat. Napas yang terasa berat juga dapat terjadi pada jeda olahraga atau saat intensitas latihan sudah berkurang.
  4. Memiliki riwayat mendadak drop saat olahraga dan tubuh menjadi sangat lemas.
  5. Memiliki riwayat kehilangan kesadaran seperti pingsan.

Dr. Andrianto berpesan jika mengalami tanda dan gejala tersebut untuk segera memeriksakan diri. “Jika terdapat gejala dan tanda tersebut sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter,” pesannya.

Pencegahan yang dapat Dilakukan

Pencegahan pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan penilaian dan pemantauan untuk mengidentifikasi penyakit jantung struktural dan aritmia tanpa gejala yang akan mengurangi risiko terjadinya henti jantung mendadak. “Kegiatan tersebut meliputi tes skrinning untuk penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mencakup wawancara medis, pemeriksaan fisik terhadap tanda dan gejala kelainan pada jantung, riwayat keluarga dengan kematian jantung dini, aritmia serta penyakit jantung koroner,” jelasnya.

Disamping itu pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terjadinya masalah pada jantung seperti pemeriksaan elektrokardiografi saat istirahat atau uji latih beban jantung (treadmill) dan pemeriksaan pencitraan jantung seperti ekokardiogafi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Kedua, Dr. Andrianto menegaskan bahwa atlet harus memberikan perhatian lebih pada tanda dan gejala yang mungkin muncul untuk tidak mengabaikannya. Semakin cepat seorang atlet dapat memahami tanda dan gejala yang muncul pada dirinya maka pencegahan terhadap kolaps yang mungkin terjadi dapat berjalan dengan baik.

Ketiga, selain skrinning, bekal pengetahuan, pelatihan serta persiapan tenaga dan sarana baik medis atau non medis yang terlibat dalam pertolongan penanganan henti jantung mendadak saat event olahraga berlangsung juga sangat penting. “Pasien henti jantung dapat mengalami kematian dalam kurun waktu 4 hingga 6 menit jika tidak ditangani secepat mungkin. Oleh karenanya petugas yang bersangkutan harus dapat memberikan pertolongan secara cepat dan tepat kepada korban,” tutup Dr. Andrianto.

Penulis : Icha Nur Imami Puspita

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp