Hari Perempuan Internasional Momentum untuk Berani Bersuara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Suasana talkshow virtual bersama Gusti Arirang, dipandu oleh Koordinator Komite Kajian Hak Perempuan, Anak, dan Keberagaman Gender Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR Apriska Widiangela. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Setiap tanggal 8 Maret, dunia selalu memperingati hari penting dalam sejarah pergerakan dan pemberdayaan perempuan, yakni Hari Perempuan Internasional. Tentunya hari ini tak luput dirayakan oleh Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR dimana mengundang enam tokoh perempuan yang bergelut sebagai pembela hak asasi perempuan di berbagai bidang menjadi narasumber. Perhelatan yang digelar oleh kelompok pembela hak asasi manusia ini terkonsep dalam tema besar yakni “Celebrating Women Human Rights Defenders”.

Kegiatan ini mengajak narasumber untuk tergabung dalam talkshow kilat dengan hasil wawancara dirilis dalam Instagram TV Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR dalam periode satu minggu, yakni 8 – 13 Maret 2021. Narasumber pertama yang diundang adalah Gusti Arirang, vokalis dan bassist dan grup musik Tashoora.

Diskografi dan konten lirik dari Tashoora memang kental dengan kritik terhadap dinamika sosio-politik yang ada di Indonesia, khususnya terkait hak perempuan yang dapat didengar dalam lagu “Agni”. Gusti menuturkan bahwa peran dalam karya seni, khususnya karya musik, adalah mereka dapat mengamplifikasi dan menyebarluaskan suatu pesan. Ia menambahkan bahwa alasan sederhana mengapa Tashoora memilih jalan untuk menyampaikan pendapatnya adalah karena musik merupakan media paling dekat dengan mereka.

“Dalam konteks pembelaan hak perempuan, karya seni tidak memiliki kapabilitas untuk mengubah konstruksi sosial atau melahirkan suatu kebijakan baru terkait suatu problema. Oleh karena itu, kita perlu bantuan dari teman-teman yang memperjuangkan hak perempuan dalam media lainnya seperti advokasi, turun ke jalan, dan masih banyak lagi. Ini merupakan aksi kolektif, kita berjalan bersama-sama,” kata pelantun lagu “Terang” itu.

Gusti berpendapat bahwa perempuan masih sering dinomorduakan dan masih mengalami pembatasan beberapa akses dan hak dalam tatanan sosial dewasa ini. Meskipun begitu, ia menyematkan optimisme dalam perjuangan kesetaraan gender ini karena sudah mulai banyak elemen masyarakat yang turut menyuarakan terkait pentingnya kesetaraan gender, dan terlebihnya terkait hak perempuan. Alumni Ilmu Komunikasi UGM ini tetap menyayangkan respon negara yang masih cenderung abai terhadap urgensi pemenuhan hak perempuan yang masih minim di Indonesia.

“Dalam menggubah musik untuk Tashoora, kami mencoba untuk memakai perspektif kelompok yang rentan. Jadi kita melihat kelompok rentan mana yang sekiranya perlu untuk dibela atau memerlukan dukungan karena hak mereka dibatasi, disitulah karya-karya Tashoora mencoba ‘tuk hadir. Salah satu kelompok yang rentan ini adalah perempuan,” ujar putri sulung seniman Djaduk Ferianto ini.

Didasari paradigma itu, Gusti menjelaskan bahwa penggubahan diskografi Tashoora selalu diusahakan untuk mendengar perspektif kelompok atau individu rentan itu sendiri. Ambil contoh dalam lagu “Agni” yang mengkritik tentang pembungkaman korban kekerasan seksual di suatu kampus tersohor di Jogja untuk mencari keadilan atas dasar ‘nama baik kampus’, teman-teman di Tashoora melakukan dialog dengan orang-orang kunci yang berperan dalam kasus tersebut, termasuk si korban sendiri.

Terakhir, Gusti merefleksikan Hari Perempuan Internasional yang diperingati pada tahun ini sebagai momentual untuk bersuara lebih lantang terkait pemenuhan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia. Pandemi COVID-19 memiliki andil besar dalam meningkatnya kasus kekerasan berbasis gender di Indonesia karena rata-rata pelaku dari kekerasan yang rentan dialami oleh perempuan itu adalah orang yang tinggal serumah dengan korban.

“Terdapat rasa kesedihan yang saya rasakan ketika menyambut hari ini karena fakta tersebut masih belum menggetarkan penguasa untuk memberikan payung hukum yang mumpuni. Namun jangan jadikan situasi ini menyurutkan semangat kita dalam menyuarakan hak-hak perempuan,” pungkasnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp