Kemampuan Kognitif Manajer dan Kapasitas Perubahan pada Kinerja Organisasi Publik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh ngelmu.co

Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan kapasitas bagi organisasi untuk berubah (organizational capacity for change – OCC) merupakan kunci pada keberhasilan organisasi dalam meningkatkan kinerjanya. Namun faktor apakah yang dapat menjadi determinan terbentuknya OCC? Dalam penelitian ini, kami berargumentasi bahwa OCC dibentuk ketika manajer yang menjadi pimpinan level menengah memiliki kemampuan kognitif yang memadai (managerial cognitive capabilities – MCC). Agar organisasi memiliki kapabilitas dinamis dalam merespon perubahan, MCC menjadi pondasi kecil (microfoundations) dalam melaksanakan sensing, seizing, dan reconfiguring untuk menunjang perubahan yang dilakukan. Mengingat MCC tidak memiliki pengaruh langsung kepada kinerja organisasi, kami berargumentasi bahwa kemampuan para manajer untuk melakukan sensing (kewaspadaan dan proses penemuan), seizing (mengambil keputusan untuk berinvestasi yang strategis) serta reconfiguring (menambah, mengombinasikan, serta melakukan rekonfigurasi optimal atas sumberdaya yang dimiliki) akan membentuk OCC, sebelum memberikan dampak positif terhadap kinerja organisasi. Dengan kata lain, OCC berperan menjadi mediator dari MCC ke kinerja organisasi. Yang mana, kapabilitas kognitif para manajer tidak akan berdampak pada kinierja organisasi bila tidak berperan dalam pembentukan organisasi untuk berubah. 

Kemudian, kami juga berargumentasi bahwa pengaruh OCC terhadap kinerja organisasi akan meningkat bilamana para manajer memiliki modal sosial yang secara kognitif (cognitive social capital – CogSC) mengikat para bawahannya. Hal ini dikarenakan ketika bawahan memiliki pandangan dan persepsi yang sama akan perubahan yang akan dilakukan oleh organisasi, yang dalam hal ini diwakili oleh para manajer, maka OCC akan semakin positif dampaknya terhadap kinerja organisasi. Untuk menguji hipotesis tersebut, kami mendistribusikan survei di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Republik Indonesia. Kami memilih DJKN yang menjadi bagian dari Kemenkeu sebagai organisasi yang dalam 15 tahun terakhir intensif dalam melakukan reformasi birokrasi. Untuk meminimalisir bias (common method variance – CMV), kami mengirimkan survei kepada para manajer level menengah yang ada di 17 kantor wilayah dan 71 kantor operasional dan para bawahannya. Survei untuk satu manajer akan dijawab oleh 2-4 bawahan, 

Terdapat 75 manajer dan 238 bawahan yang berpartisipasi dalam survei yang kami lakukan, yang mana responden laki-laki cukup dominan dibandingkan perempuan (baik bagi manajer maupun bawahannya). Dari data yang ada, kami melakukan agregasi data (respon dari bawahan untuk 1 atasan). Hasil analisis menunjukkan bahwa OCC memang memediasi pengaruh MCC terhadap kinerja organisasi secara signifikan. Namun, efek moderasi positif oleh CogSC pada pengaruh OCC terhadap kinerja organisasi tidak terkonfirmasi. Hasil ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi, dalam studi ini organisasi publik – DJKN Kemenkeu, akan mengalami peningkatan bilamana organisasi memiliki OCC. Kapabilitas kognitif manajer (MCC) akan semakin berdampak pada kinerja organisasi bila berproses menjadi OCC, sebelum berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Untuk itu, organisasi yang ingin mendapatkan hasil optimal dari perubahan yang dilakukan, perlu membangun kapasitas organisasi untuk berubah. Kapasitas tersebut akan ada bilamana manajer level menengah yang dimiliki organisasi memiliki kapabilitas kognitif. Sehingga pengembangan kapabilitas kognitif para manajer, melalui degree maupun non-degree training, sangatlah penting dalam membentuk kapasitas organisasi untuk berubah dan berdampak pada kinerja organisasi. Selain itu, meskipun CogSC tidak terbukti memperkuat pengaruh positif OCC pada kinerja organisasi, namun memiliki manajer yang mampu membangun hubungan secara kognitif dengan semua pihak, khususnya para bawahan, akan memudahkan implementasi agenda-agenda perubahan yang akan dilakukan organisasi. Tentu hal ini bisa dikembangkan dengan memberikan training maupun memperbanyak even-even yang memberikan kesempatan para manajer membangun hubungan secara kognitif dengan bawahannya. 

Meskipun penelitian ini didesain dengan baik, tentu banyak hal yang bisa ditingkatkan dalam penelitian selanjutnya. Misalnya melakukan survei ke beragam organisasi publik, tidak hanya DJKN Kemenkeu namun kementerian atau lembaga negara lainnya. Memperbandingkan antara organisasi swasta dengan organisasi publik juga akan memberikan perspektif yang manrik. Perubahan adalah proses yang panjang, tentu desain cross-sectional tidak akan menangkap proses perubahan tersebut. Penelitian kualitatif akan bisa memberikan perspektif yang komprehensif bagaimana kapabilitas kognitif para manajer berubah menjadi kapasitas organisasi untuk berubah dan berperan dalam meningkatkan kinerja organisasi. 

Penulis: Badri Munir Sukoco

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23311975.2020.1843310

Beta Embriyono Adna dan Badri Munir Sukoco (2020). Managerial cognitive capabilities, organizational capacity for change, and performance: The moderating effect of social capital. Cogent Business & Management, Vol. 7 Issue 1, pp. 1843310.  (https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1843310).

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).