Analisis Karakteristik Pekerja dan Riwayat Penyakit dengan Status Faal Paru Industri Pembakaran Batu Kapur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Money Kompas.com

Salah satu industri yang berkontribusi terjadinya pencemaran udara yang cukup besar adalah industri batu kapur. Pembakaran debu kapur atau gamping mempunyai efek utama terhadap tenaga kerja seperti gangguan fungsi paru baik bersifat akut dan kronis. Apabila ada permintaan agar batu kapur dipecah lagi menjadi ukuran yang lebih kecil maka pekerja akan memecah kembali batu kapur yang telah dipakar menjadi ukuran lebih kecil lagi dan proses terakhir adalah dilakukan proses pengemasan sehingga batu kapur siap disetor ke industri kertas, semen dan juga bahan bangunan. Industri ini masih menggunakan cara tradisional dan belum memperhatikan aspek pengolahan emisi yang ditimbulkan dari aktivitas pembakaran tersebut. Emisi udara yang ditimbulkan dari pembakaran batu kapur langsung dibuang dengan cerobong yang kurang lebih memiliki tinggi 4-5 meter. 

Pada dasarnya proses pembakaran batu kapur dilakukan dengan membakar batu kapur didalam tungku atau disebut juga dengan tobong. Batu kapur dihancurkan sampai ukuran yang lebih kecil, kemudian dimasukkan dalam tungku dan dibakar menggunakan bahan bakar serbuk kayu. Dalam proses pembakaran (kalsinasi) pada suhu 900-1000°C ini, CaCO3 diuraikan menjadi CaO dan CO2 (CO2 lepas ke udara). Proses pembakaran dilakukan selama 24 jam. 

Penelitian ini akan menganalisis karakteristik pekerja dan riwayat  penyakit dengan status faal paru pada pekerja industri pembakaran batu kapur di Kabupaten Tuban Jawa Timur Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional. Besar sampel yang diteliti adalah 18 orang pekerja. Pengukuran faal paru dilakukan dengan menggunakan alat spirometer. Analisis data dilakukan secara deskriptif dari hasil tabulasi silang (crosstab) dengan melihat nilai coefficient contingency. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sebanyak 11,1% pekerja yang memiliki status faal paru tidak normal, dengan rincian (5,55%) memiliki gangguan faal paru dengan kategori restriksi dan obstruksi ringan (5,55%) lainnya memiliki gangguan faal paru dengan kategori restriksi dan obstruksi sedang.

Hasil tabulasi silang menunjukkan terdapat hubungan kurang berarti antara masa kerja dengan status faal paru (0,039), terdapat hubungan lemah antara status gizi dengan status faal paru (0,186), usia dengan status faal paru (0,203), kebiasaan merokok dengan status faal paru (0,271). Terdapat hubungan yang sangat kuat antara riwayat penyakit dengan status faal paru dengan nilai coefficient contingency (0,707). Pekerja yang mengalami status faal paru tidak normal adalah pekerja yang memiliki riwayat penyakit, diikuti pekerja yang merokok.. Berdasarkan kekuatan hubungan, karakteristik pekerja yang memiliki tingkat hubungan paling kuat dengan status faal paru adalah riwayat penyakit.

Umumnya diagnosis asma dan penyakit obstruksi kronis dapat mudah ditegakkan oleh karena penderita biasanya memiliki gejala dan tanda yang khas seperti sesak napas, batuk kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gas/partikel berbahaya, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Namun, apabila penderita tidak dalam keadaan hiper responsif jalan nafas, pemeriksaan fisik dan spirometri dapat tidak menunjukkan kelainan sehingga diagnosis sukar ditegakkan walaupun secara anamnesis menunjukkan asma. Paparan debu mineral seperti batu bara, tembaga dan lainnya diketahui dapat menimbulkan perubahan khas dalam mekanik pernafasan dan volume paru dengan pola restruktif. Sedangkan paparan debu organik seperti jamur, bakteri, sayuran dan binatang, dapat menimbulkan asma dengan pola kerja obstruktif dengan pola reversible.

Usia pekerja meskipun tergolong muda <50 tahun dan status gizi normal, tidak menjamin status faal paru normal. Hal ini dilihat dari adanya salah satu faktor kebiasaan merokok dan riwayat penyakit yang menjadi pemicu status faal paru tidak normal. Untuk mencegah terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja, perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin minimal 1 (satu) tahun sekali dan mengurangi kebiasaan merokok. Pemilik industri juga bisa melakukan penyiraman air secara rutin di sekitar lingkungan kerja industri batu kapur untuk mengurangi jumlah debu yang dihasilkan dan meningkatkan kelembapan udara. Perlindungan tenaga kerja salah satunya dengan patuh menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan kebutuhan dan standar pekerjaan.

Penulis: R. Azizah

Link jurnal terkait tulisan di atas: ANALYSIS OF WORKERS CHARACTERISTIC AND HISTORY OF DISEASE WITH PULMONARY FUNCTION STATUS IN LIMESTONE BURNING INDUSTRIAL IN TUBAN REGENCY EAST JAVA INDONESIA https://www.psychosocial.com/article/PR201092/11632/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).