Pengaruh Tercapainya Respon Molekuler terhadap Kesintasan Leukemia Granulositik Kronik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Kompas.com

Leukemia granulositik kronik (LGK) adalah salah satu keganasan darah yang sering ditemukan. Pasien tersering berusia 45-55 tahun dan laki-laki lebih banyak disbanding perempuan. Leukemia kronik ini disebabkan adanya kromosom abnormal yang dikenal dengan Philadelphia kromosom. Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada penderita LGK adalah peningkatan leukosit dan pembesaran limpa. Pengobatan pada LGK telah mengalami kemajuan pada dekade terakhir dengan tersedianya  obat imatinib yang termasuk golongan tyrosine kinase inhibitor. Obat ini memberikan angka harapan hidup yang cukup panjang sehingga diperlukan monitor respon pengobatan. Pada pasien LKG didapatkan transkrip gen BCR-ABL dengan hasil protein fungsional BCR-ABL (p190, p210, atau p230) yang memiliki aktivitas tirosin kinase.

Pengobatan pada LGK telah mengalami kemajuan pada dekade terakhir dengan tersedianya  obat imatinib yang termasuk golongan tyrosine kinase inhibitor. Obat ini memberikan angka harapan hidup yang cukup panjang sehingga diperlukan pemahaman dan monitor respon pengobatan pada pasien LGK. Sampai saat ini pemeriksaan transkrip BCR-ABL adalah metode yang paling sensitif untuk memantau respons molekuler pengobatan Imatinib. Salah satu milestone keberhasilan pengobatan adalah tercapainya Major Molekular Response (MMR), yaitu kadar transkrip bcr abl sangat rendah <0,01 pada tahun pertama. Berbagai penelitian di luar negri menunjukkan waktu hingga pencapaian MMR berdampak pada kelangsungan hidup. Pasien yang tidak mencapai MMR memiliki hasil klinis yang lebih buruk. Pengenalan dini dan pengobatan yang tepat dari pasien ini dapat meningkatkan hasil

Data dari 143 pasien LGK di Surabaya, Indonesia, yang mendapat pengobatan Imatinib, MMR dapat dicapai pada 12, 18, dan 24 bulan masing-masing adalah 8 (5,5%); 26 (18,2%); dan 26 (18,2%). Pasien yang mencapai MMR dalam <24 bulan memiliki rerata kesintasan hidup lebih lama, sekitar 83 bulan dibandingkan dengan 58 bulan dari mereka yang gagal mencapainya. Data kami menunjukkan waktu hingga pencapaian MMR berdampak pada kelangsungan hidup. Pasien yang tidak mencapai MMR memiliki hasil klinis yang lebih buruk. Pengenalan dini dan pengobatan yang tepat dari pasien ini dapat meningkatkan hasil.

Penulis: DR. S Ugroseno Yudho Bintoro, dr SpPD KHOM

Informasi lebih detail riset dari tulisan ini dapat dilihat di: http://repository.unair.ac.id/96218/

Putu Niken Ayu Amrita, Siprianus Ugroseno Yudho Bintoro. Impact of molecular response time achievement on survival of chronic phase chronic myelogenous leukemia patients treated by imatinib. Drug Invention Today vol 13, no 6 : pp 863-867

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).