Webinar Nasional FKH Ulas Bioteknologi Reproduksi Ternak di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Poster Kegiatan Webinar Nasional Bioteknologi Reproduksi Ternak di Indonesia

UNAIR NEWS – Rangkaian peringatan Dies Natalis Universitas Airlangga (UNAIR) ke-66 masih terus berlanjut. Pada Sabtu (28/11), Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR melaksanakan Webinar Nasional dengan mengangkat tema “Bioteknologi Reproduksi Ternak di Indonesia”. Dalam kesempatan tersebut hadir tiga orang pakar yang sangat ahli pada masing-masing bidangnya diantanya yaitu Prof. Tjok Gede Oka Pemayun, drh., M.S. (Guru Besar FKH Udayana), drh. Agung Budianto, M.P., Ph.D. (Wakil Dekan 1 FKH UGM), serta Dr. Abdul Samik, drh., M.Si. (Pakar Reproduksi Veteriner  FKH UNAIR).

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) setiap tahunnya semakin bertambah maju dan berkembang dengan pesat, sehingga semua sektor merasakan dampaknya termasuk sektor peternakan. Teknologi reproduksi pada ternak mencakup inseminasi buatan (IB),transfer embrio (TE), pemisahan atau sexing spermatozoa, fertilisasi in vitro (IVF), preservasi dan krioservasi serta teknologi rekaya genetika untuk menghasilkan klon ternak unggul, seperti melalui cloning, chimera, transfer gen, pemetaan genetik dan masih banyak lagi. 

Dokter Agung Budianto saat penyampaian materi melalui aplikasi zoom menyebut penemuan teknologi dibidang reproduksi tersebut sangat memberikan dampak dan manfaat bagi para peternak khususnya di Indonesia. Karena teknologi tersebut dapat mengatasi masalah-masalah dan tantangan yang dihadapi subsektor peternakan terutama dalam meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak baik secara kualitas maupun kuantitas.

“Inseminasi buatan merupakan teknologi reprouksi generasi pertama yang bertujuan memanfaatkan seekor hewan jantan unggul secara maksimal dengan cara memasukkan spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina,” ujar ketua Asosiasi Medik Veteriner Indonesia (AMERVI).

Selain itu, lanjutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh petugas inseminator lapangan mengenai pelaksanaan IB ini. IB di Indonesia, sambungnya, harus tetap mengutamakan pemuliabiakan berkelanjutan seperti tetap menjunjung kemurnian plasma nutfah yang ada di Indonesia.

“Saat ini, masalah IB di Indonesia yaitu service per conception (s/c)  yang masih tinggi, upaya one calf one year belum tercapai, data yang tidak tervalidasi secara komprehensif serta belum adanya evaluasi secara berkelanjutan oleh instansi yang terkait,” papar dokter Agung.

Lebih lanjut dokter Agung menerangkan bahwa edukasi kepada peternak harus lebih gencar dilakukan. Karena pemahaman dan kedisiplinan peternak tentang gejala estrus atau birahi dan deteksinya masih rendah.

“Tindakan IB masih sangat relevan untuk pengembangan  ternak di Indonesia. Mari kita kembalikan IB kepada SOP yang benar, supaya dampaknya dapat dirasakan oleh peternak. Serta peluang teknologi  reproduksi baru harus tetap dikembangkan,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Suryadiningrat

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).