Sosiodemografi Remaja Obesitas

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi obesitas remaja. (Sumber: Lifestyle OkeZone)

Penegakan diagnosis obesitas ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), jika lebih dari persentil 95 dari pengeplotan BMI berdasarkan umur dan gender pada grafik pertumbuhan NCHS-CDC 2000. Berbagai komplikasi obesitas banyak dikaitkan dengan peningkatan IMT, termasuk kejadian dislipidemia, darah tinggi, dan hiperglikemia sehingga IMT menjadi indikator yang bersifat non-invasif dengan sensitivitas yang tinggi (100%) dan spesifitas 86,4%, khususnya pada laki-laki, karena obesitas lebih banyak dialami remaja laki-laki meskipun juga dipengaruhi oleh tahapan pubertas. Namun demikian IMT tidak dapat menggambarkan distribusi lemak dan tidak dapat menentukan berat lemak tubuh. Namun demikian pada populasi anak dan remaja BMI memberikan gambaran yang konstan terhadap dua hal tersebut.

Obesitas terjadi akibat pertambahan berat badan karena penumpukan lemak subkutan yang disebabkan kelebihan energi. Kelebihan energi bahkan jika hanya 100 kkal yang berlangsung terus menerus akan menyebabkan obesitas. Peningkatan berat badan menyebabkan tingginya resiko sindrom metabolik. Namun demikian penyebab lain obesitas seperti kondisi lingkungan penderitanya tidak dapat diabaikan, selain faktor genetik juga ikut berperan, terutama lingkungan.

Tidak dapat dipungkiri faktor lingkungan, termasuk gaya hidup dan sosiodemografik erat kaitannya dengan epidemiologi obesitas saat ini. Hidup di lingkungan yang tidak aman dapat menyebabkan peningkatan IMT karena anak-anak dan remaja cenderung menjalani gaya hidup sedenter atau kurang gerak, akibat keterbatasan aktivitas di luar rumah. Mereka cenderung menjalani aktivitas seperti melihat televisi/computer/laptop/smartphone dan secara tidak sadar meningkatkan konsumsi makanan melalui perilaku “ngemil” atau snacking yang cenderung tinggi kalori. Kondisi ini juga merubah pola makan, baik frekuensi maupun jumlah makan.

Gender juga mempengaruhi pilihan makanan serta aktivitas fisik remaja. Peran orang tua dalam memilihkan makanan juga turut mempengaruhi, sehingga dukungan orang tua dalam menciptakan gaya hidup sehat sangat penting dalam mengendalikan BMI, terutama remaja yang sudah terlanjur obesitas. Cara pandang hidup sehat orang tua sangat dipengaruhi oleh pekerjaan dan Pendidikan meskipun di masing-masing negara berbeda.

Jumlah saudara berkorelasi positif dengan peningkatan IMT pada remaja obesitas. Jadi semakin banyak saudara kandung, kemungkinan terjadinya peningkatan BMI melalui peningkatan berat badan juga semakin besar, disebabkan kurangnya pengawasan dan perhatian orang tua terhadap anak, karena perhatian orang tua terbagi dengan saudara kandung, pekerjaan (baik di rumah tangga atau kantor) dan pasangan atau keluarga pasangan. Kondisi ini menyebabkan gaya hidup tidak sehat, termasuk peningkatan aktivitas “screentime” dan penurunan aktivitas fisik, ngemil, nongkrong, dan penurunan durasi tidur.

Namun demikian kebiasaan tidak sehat diatas tergantung pada gender, ditemukan perempuan lebih cenderung “peduli” terhadap kondisi tubuhnya yang berpengaruh pada kepercayaan diri sehingga mereka cenderung mengkonsumsi makanan sehat. Studi lain menemukan bahwa perempuan lebih berpotensi mengalami obesitas, karena anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik yang terkategori berat seperti sepak bola, basket dan bersepeda. Perbedaan insiden dalam gender dipengaruhi oleh kultur atau budaya setempat, misal stigma bahwa perempuan yang gendut adalah seksi atau kegemukan menunjukkan bahwa induvidu tersebut berkecukupan.

Pendidikan orang tua yang rendah meningkatkan resiko obesitas. Kurangnya ilmu dan kebiasaan malas membaca menyebabkan orang tidak tahu menjalani hidup sehat dan cenderung percaya terhadap mitos yang berlaku di masyarakat, misalkan anak gemuk lucu dan menggemaskan. Selain itu ibu bekerja di luar rumah menyebabkan tingginya resiko obesitas, karena mempengaruhi gaya hidup sedenter remaja, dan kurangnya pengawasan terhadap konsumsi makanan menyebabkan mereka lebih banyak mengkonsumsi makanan cepat saji.

Berdasarkan paparan tersebut, faktor sosiodemografi menjadi salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan angka kejadian obesitas, karena mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan remaja.

Penulis: Roedi Irawan

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link jurnal berikut ini:

http://e-jurnal.unair.ac.id/JBE/article/view/15033/8369

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).