Hubungan Perilaku Ibu dengan Kesehatan Rongga Mulut pada Anak Autis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Merdeka.com

Autisme merupakan gangguan perkembangan saraf yang menyebabkan individu tersebut tidak dapat berhubungan dengan orang lain, seolah-olah mereka hidup di dunianya sendiri. Hal ini dapat terlihat dengan adanya masalah interaksi sosial dengan orang lain, sulit berkomunikasi, perilaku yang berulang–ulang dan ketidakstabilan kognitif.  Angka kelahiran di Indonesia adalah sekitar 6 juta pertahun, dimana jumlah angka kejadian anak autis meningkat sebesar 0,15% atau 6.900 anak per tahun. Masalah interaksi sosial, gangguan komunikasi dan ketidakstabilan kognitif pada anak dengan autis mengakibatkan mereka tidak dapat dengan maksimal menjaga kebersihan mulutnya secara individu. Keterbatasan ini mengakibatkan sering dijumpainya masalah Kesehatan rongga mulut pada anak dengan autis, dimana penyakit jaringan penyangga gigi dan gusi merupakan masalah yang sering timbul.

Sebagian dari anak dengan autis ada yang dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya meskipun dengan keterbatasn yang dimiliki, tetapi kebersihan mulut mereka didasarkan pada kebiasaan berulang atau pola hidup sehat anggota keluarga.  Keluarga sangat berpengaruh dalam perilaku anak autis dalam menjaga Kesehatan rongga mulutnya, seperti menggosok gigi, kontrol untuk pemeriksaan rutin ke dokter gigi serta keterampilan dan kebiasaan sehari–hari lainnya. Maka dari itu kesehatan rongga mulut pada anak autis sangat bergantung pada orang tua.  Ibu merupakan orang terdekat dengan anak yang selalu mendidik, mengajari, dan melatih ketrampilan anak terutama dalam hal menjaga kebersihan rongga mulut. Seorang anak cenderung mengambil perilaku yang mirip dengan perilaku ibunya karena proses meniru model yang dianggapnya penting. Perilaku ibu mengenai kesehatan rongga mulut dapat digunakan untuk memprediksi kondisi kesehatan mulut anak

Pada studi yang dilakukan disalah satu sekolah khusus untuk anak dengan autis di Surabaya, didapatkan data anak berumur 7-9 tahun pada tahap gigi bercampur sebesar 50%, diikuti kelompok umur >10 tahun sebesar 26,47%, dan kelompok umur 3-6 tahun sebesar 23,5%. Dimana 79,41% Ibu memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi, diikuti kelompok ibu berpendidikan SD (SD/SMP/SMA) sebesar 20,58%. Pemeriksaan jaringan penyangga gigi menggunakan indeks CPITN  menunjukkan bahwa 44% anak autis memiliki masalah pada jaringan penyangga gigi mereka. Angka kejadian ini dianggap kecil dimana anak-anak dengan autis ini  memerlukan hanya peningkatan kebersihan rongga mulut dan pembersihan karang gigi secara rutin.

Studi menyebutkan kemampuan seseorang untuk mendapatkan perawatan gigi secara langsung berkaitan dengan pendapatan individu. Keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebagian responden dalam studi ini berasal dari orang tua yang memiliki status sosial ekonomi tinggi, sehingga berpeluang lebih besar mendapatkan pelayanan kesehatan dalam mencapai kesehatan gigi yang lebih baik.

Profesi Ibu pada studi yang dilakukan , diketahui bahwa sebagian besar dari ibu merupakan ibu rumah tangga (47%), sehingga memiliki waktu lebih untuk memperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi anaknya mengingat setiap anak autis memiliki keterbatasan dalam menjaga kesehatan gigi sendiri dan sangat bergantung pada orang tua terutama ibu. Keputusan orang tua juga mencerminkan kesehatan mulut anak. Jika perilaku ibu terkait kesehatan gigi dan mulut baik, maka perilaku anaknya juga akan baik. Semua ibu  memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, yaitu 100%. Pendidikan dapat mempengaruhi status kesehatan individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah memperoleh informasi. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam memelihara dan merawat giginya.  Dalam studi ini 91,1% ibu memiliki sikap yang baik dalam menjaga kesehatan gigi anaknya. Dengan tingkat kesadaran penuh ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut berdampak pada status kebersihan gigi dan mulut. Semakin tinggi tingkat kesadaran ibu maka akan semakin banyak tindakan yang dilakukan ibu untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut anak.

Dari studi yang terdahulu, di dapatkan bahwa anak autis cenderung memiliki preferensi untuk makanan manis dan makanan yang mudah menyebabkan gigi berlubang. Ini dapat menyebabkan masalah serius pada kesehatan rongga mulut pada anak autis. Akan tetapi pada studi Ini didapatkan hasil  berbeda dengan hasil studi sebelumnya. Dalam studi ini didapatkan sebagian besar anak autis memiliki jaringan penyangga gigi yang sehat. Ini dapat disebabkan oleh kesadaran ibu dalam menjaga Kesehatan rongga mulut  anak, serta lingkungan sekolah yang merupakan tempat sehari-hari anak dengan autis beraktivitas, mendukung dan merawat kesehatan rongga mulut anak dengan autis.

Penulis: Mega Moeharyono Puteri

Informasi detail dari artikel ini dapat diakses pada laman berikut: https://actamedicaphilippina.upm.edu.ph/index.php/acta/article/view/679/625 

(Correlation between Mother’s Behavior with Periodontal Status and Periodontal Treatment Needs in Autistic Children)

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).