Waktu Henti Obat Hewan Raktopamin : Mengapa dan Apa yang Harus Diketahui?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi residu obat pada daging. (Sumber: Detik Food)

Raktopamin diketahui merupakan salahsatu jenis obat hewan yang termasuk beresiko memunculnya pengaruh kurang baik untuk kesehatan manusia, manakala manusia memakan produk segar asal hewan (PSAH) yang mengandung residu obat tersebut. Jenis raktopamin adalah salahsatu kelompok β-agonist yang berkhasiat untuk melemaskan kinerja otot polo tak bergaris seperti usus, saluran nafas, jantung dsb. Oleh sebab itu banyak negara di wilayah Eropa dan Amerika serta beberpa negara maju di Asia melarang obat hewan tersebut digunakan untuk tindakan non-medis veteriner lain seperti penggemukan dsb. Indonesia sejak tahun 2017 sudah melarang obat tersebut untuk digunakan pada ternak. Namun obat tersebut secara medis veteriner banyak digunakan untuk senjata pamungkas pada kasus-kasus klinik di wilayah pernafasan dengan gejala sulit bernafas.

Persoalan utama dalam masalah kajian tersebut adalah cara menetapkan waktu potong yang aman terhadap ternak pasca pemberian raktopamin. Dengan demikian produk segar yang dikonsumsi manusia bebas dari residu obat hewan.

Resiko Kemunculan Residu dan Teknik Menetapkan Waktu Henti Pasca Penggunaan

Diketahui secara empirik implikasi kurang baik residu yang dapat ditemui pada PSAH adalah (1) menimbulkan kanker, dan atau (2) memunculkan rangsangan tumor di organ-organ manusia seperti hati dan ginjal. Persoalan akut yang kemungkinan muncul di bidang kesehatan adalah kemunculan ritme jantung yang tak beraturan akibat rangsangan residu obat hewan tersebut.

Sebagai upaya untuk menghindari dari resiko kemunculkan residu raktopamin, maka strategi yang digunakan adalah menetapkan waktu henti raktopamin pasca penggunaan untuk tindakan klinik dokter hewan. Prinsip utama penetapan waktu henti raktopamin sebagai obat yang bekerja di wilayah organ non-striated muscle adalah mengetahui perilaku obat tersebut dalam tubuh ternak.

Di antara aneka parameter tentang perilaku gerak obat tersebut terdapat satu perilaku yang sangat menentukan yaitu laju eliminasi obat tersebut dalam tubuh penderita. Laju eliminasi yang dimaksudkan adalah besaran laju eliminasi obat menit-1 dan selanjutnya akan dihitung waktu paruh eliminasi obat tersebut dalam tubuh subyek klinik. Adapun rumus yang digunakan disebut PERSAMAAN LAZUARDI.

Penelitian ini dilakukan terhadap kambing dan domba dengan alasan pemilihan hewan coba yaitu didasarkan pemikiran emprik bahwa ke dua ternak tersebut sering dimanfaatkan untuk konsumsi pada manusia. Dalam penelitian tersebut akan dilakukan pemeriksaan kadar menggunakan perangkat yaitu kromatografoi cair kinerja tinggi (KCKT) yang terlebih dahulu dilakukan validasi metode. Hasil validasi metode menunjukkan bahwa perangkat baca tersebut sangat sensitif sehingga cocok digunakan untuk menetapkan kadar raktopamin dalam plasma darah.

Hasil pemeriksaan residu raktopamin dalam tubuh kambing akan hilang 95 hari dengan faktor aman 2 hari, sedangkan pada domba hanya 86 hari. Hasil penetapan waktu henti raktopamin pada kambing akan terjadi lebih lama dibandingkan domba, mengingat raktopamin dalam tubuh kambing sangat menyebar hingga organ yang terdalam. Raktopamin pada domba tidak terlalu menyebar sehingga relatif lebih kurang dibandingkan kambing. Raktopamin dalam tubuh kambing mampu menyebar hingga organ bagian internal kambing. Hal tersebut tak akan ditemui pada domba, hal tersebut diperkirakan akibat struktur perlemakan ke dua ternak tersebut berbeda. Domba relatif lebih tak telarut raktopamin dibandingkan kambing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko eliminasi kemunculan residu raktopamin pada kambing dan domba dapat dilakukan pada 3 bulan pasca pemberian ractopamin pada berbagai dosis pemberian. Apabila menginginkan faktor aman 3 hari maka waktu henti obat yang terbaik adalah 4,7 bulan atau di bulatkan menjadi 5 bulan. Pada keadaan demikian maka PSAH akan aman dikonsumsi oleh mansia. Perlu diketahui bahwa derajat kelelehan raktopamin dalam panas hanya 200 0C. Kondisi ini dapat dimengerti bila masyarakat termakan residu raktopamin dalam tubuh kambing dan domba sementara PSAH tersebut hanya dimasak dengan tingkat panas 100 0C, pada kondisi demikian maka residu raktopamin akan tetap muncul. Dengan demikian yang terbaik adalah menggunakan faktor aman 2 hari.

Penulis : Mochamad Lazuardi

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat dilaman yang tertulis di bawah dalam versi Bahasa Inggris:

https://vetmedmosul.com/article_164662.html

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).