Pentingnya Kondisi Kesehatan Diri untuk Mencegah Gejala Depresi pada Orang Dewasa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi depresi. (Sumber: diadona.id)

Depresi adalah gangguan mental yang umum. Secara global, lebih dari 264 juta orang dari semua usia menderita depresi. Depresi adalah penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan merupakan kontributor utama beban penyakit global secara keseluruhan (WHO, 2020). Depresi bisa menyebabkan bunuh diri. Depresi diperkirakan juga menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Beban ekonomi ini diakibatkan oleh hilangnya produktivitas kerja dan biaya pengobatan (Greenberg, 2015).

Gejala depresi telah menjadi perhatian kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia. Hal ini karena tren kasus  yang meningkat dan tingginya beban penyakit yang diakibatkan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa pada penduduk Indonesia sebesar 6% dan meningkat menjadi 9,8% pada tahun 2018 (Kemenkes, 2013; Kemenkes, 2018). Selain itu, prevalensi gejala depresi bervariasi di setiap provinsi. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 juga melaporkan bahwa 6,1% orang Indonesia berusia di atas 15 tahun didiagnosis depresi, tetapi hanya 9% dari mereka yang mengakses perawatan medis (Kemenkes, 2018).

Sebuah teori menyatakan bahwa fungsi fisik mencerminkan aspek tertentu dari kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan di mana individu dapat beradaptasi dengan lingkungan mereka (Whitelaw dan Liang, 1991; Boehme, et al., 2014). Kesehatan yang dinilai sendiri mengacu pada persepsi individu tentang kesehatan mereka saat ini telah terbukti menjadi prediktor yang kuat dari morbiditas dan mortalitas. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa kecacatan, penyakit, dan status kesehatan yang buruk dan persepsi kesehatan yang dinilai sendiri adalah faktor risiko untuk terjadinya depresi (Camargo, et al., 2018; Lorem, et al., 2020; Assari, et al., 2020).

Penelitian yang menilai hubungan antara kondisi kesehatan pribadi dengan gejala depresi di kalangan masyarakat Indonesia masih terbatas. Studi yang menggunakan data nasional dari survei longitudinal dapat memberikan lebih banyak informasi untuk memutuskan strategi pencegahan yang diperlukan sesuai dengan target sasaran yang tepat, yaitu populasi umum, kelompok terpilih, atau kelompok terindikasi (individu berisiko tinggi). Penelitian  yang telah dilakukan menggunakan data dari IFLS 5 yang merupakan gelombang ke-5 dari survei IFLS IFLS adalah survei status sosial ekonomi dan kesehatan secara longitudinal dan berkelanjutan. Survei ini mengumpulkan data tentang individu, keluarga, rumah tangga, dan komunitas, termasuk fasilitas kesehatan dan pendidikan.

IFLS 5 dilaksanakan pada akhir tahun 2014 dan awal 2015 dengan 16.204 rumah tangga dan 50.148 individu diwawancarai secara langsung. Penelitian dengan data IFLS 5 ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 17.734 responden.  Variabel yang dimasukkan adalah gejala depresi, kesehatan diri, fungsi fisik, kondisi kronis, demografi dan  aspek sosial ekonomi. Gejala depresi diukur dengan menggunakan 10 item pernyataan menurut The Center for Epidemiological Studies-Depression (CES-D).  Analisis regresi logistik multivariat digunakan untuk menganalisis data untuk menemukan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan gejala depresi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 23,47% responden mengalami gejala depresi yang berat.  Sebanyak 20,04% memiliki nilai kesehatan yang buruk, 55,93% memiliki fungsi fisik yang buruk, dan 32,37% memiliki minimal satu penyakit kronis. Responden yang memiliki tingkat kesehatan yang buruk, memiliki fungsi fisik yang buruk, atau memiliki kondisi kronis memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami gejala depresi setelah mengontrol variabel demografis (usia, jenis kelamin, pernikahan, dan tingkat pendidikan), sosial ekonomi. , dan status merokok.

Hasil utama penelitian ini memberikan bukti bahwa kesehatan diri yang buruk, fungsi fisik yang buruk, dan penyakit kronis memiliki peningkatan risiko untuk mengalami gejala depresi. Penemuan ini menunjukkan perlunya intervensi dan strategi untuk meningkatkan kesadaran diri dan memelihara kesejahteraan individu secara subjektif. Program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gejala depresi dan pencegahan depresi perlu memperhatikan ketiga komponen tersebut untuk mendukung program penurunan angka depresi. Selain itu, strategi yang dapat meningkatkan kondisi kesehatan pribadi perlu dikaji di tingkat masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa.

Penulis: Astutik E, Hidajah AC, Tama TD, Efendi F, Li C

Informasi lebih detail mengenai artikel ini dapat dilihat di:

https://doi.org/10.1111/nuf.12508

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).