Perlukan LKMS Memiliki Lender of The Last Resort?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh SindoNews

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) berkembang pesat di Indonesia. Sejak pertama  berdiri tahun 1990, pada tahun 2016 jumlahnya mencapai 6.051. Nama yang digunakan beragam, seperti baitul maal wa tamwil (BMT), baitul tamwil, koperasi syariah, koperasi jasa keuangan syariah (KJKS), dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Namun, lebih 98% LKMS berbadan hukum koperasi dan menggunakan nama KSPPS.  LKMS menjalankan fungsi intermediasi terbuka  seperti bank yang beroperasi di sektor mikro dengan prinsip syariah Islam. Mereka menerima simpanan dari surplus unit dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada  defisit unit. Peran LKMS dalam mentransformasikan simpanan yang umumnya jangka pendek menjadi pinjaman jangka panjang membuat mereka secara inheren rentan terhadap  risiko likuiditas. 

Risiko likuiditas didefinisikan  sebagai potensi kehilangan  yang muncul dari ketidakmampuan lembaga keuangan untuk memenuhi kewajiban. Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk menarik dana mereka dalam jumlah yang lebih besar daripada dana yang dimiliki. Bagi lembaga keuangan intermediasi, risiko likuiditas adalah ketidakmampuan  dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Pengertian lainnya adalah ketidakmampuan lembaga keuangan intermediasi dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Faktor yang menyebabkan lembaga keuangan intermediasi mengalami risiko likuiditas adalah adanya missmatch antara sifat funding yang berjangka pendek dan kredit yang berjangka panjang. Selain itu, juga adanya trade off antara likuiditas dan profitabilitas. Ketik lembaga keuangan menginginkan keuntungan yang besar dengan menyalurkan sebagian besar dananya, maka likuiditasnya menurun. Sebaliknya, jika lembaga keuangan menyediakan dana yang besar untuk menjaga likuiditasnya, maka dana yang diputar menurun sehingga profitabilitas juga menurun.

Sebagai lembaga intermediasi, LKMS juga menghadapi dua hal tersebut. Apalagi, sebagai lembaga intermediasi syariah, LKMS juga menghadapi karakteristik yang unik, baik dari sisi funding maupun financing. Dari sisi funding, sebagian besar simpanan menggunakan kontrak mudharabah yang termasuk uncertainty contract. Pada sisi financing, LKMS menggunakan kontrak bermacam-macam yang masing-masing memiliki karakteristik yang unik. Hal tersebut membuat IMFI menghadapi kemungkinan  krisis likuiditas yang besar. Sebagaimana industri perbankan, kegagalan LKMS memenuhi kewajibannya membuat kepercayaan depositor menurun dan menimbulkan penarikan dana besar-besaran yang berakibat Hal tersebut selanjutnya juga bisa berdampak pada LKMS yang lain dan menimbulkan liquidity shock pada industri LKMS. 

Untuk menghindari terjadinya liquidity shock, mak LKMS  memerlukan the lender of the last resort (LOLR) sebagaimana lembaga intermediasi perbankan. LOLR merupakan pemberian fasilitas pinjaman kepada LKMS yang mengalami kesulitan likuiditas dan berfungsi untuk menghindarkan krisis keuangan yang sistemik pada industri LKMS. Beda dengan perbankan, pemerintah tidak menyediakan lender of the last resort. Oleh sebab itu, LKMS  membentuk sendiri LOLR sebagai langkah untuk menghindari kegagalan membayar kewajiban yang harus dibayar, utamanya pembayaran kepada depositor yang menarik dananya pada LKMS  sewaktu-waktu. 

Studi ini menunjukkan bahwa ada empat model LOLR pada LKMS, yaitu LOLR individu yang kapan saja bisa dipinjami, bekerjasama dengan LKMS lain untuk saling meminjam, menjadikan bank syariah sebagai LOLR dengan mengambil pembiayaan pada bank syariah, dan membentuk koperasi sekunder beranggotakan LKMS. Koperasi sekunder ini menjadi LOLR bagi LKMS anggota. Model terakhir ini dinilai sebagai LOLR paling baik, karena memang LKMS merupakan koperasi primer yang sangat bagus secara bersama-sama memiliki koperasi sekunder sebagai LOLR. Setiap LKMS primer menempatkan dana pada koperasi sekunder sebagai reserve requirement yang bisa digunakan untuk meminjami LKMS yang kesulitan dana.

Penulis: Imron Mawardi, Tika Widiastuti, M. Ubaidillah Al-Mustofa, Ari Prasetyo

Artikel lengkapnya terbit di jurnal Al-uqud: Journal of Islamic Economics Universitas Negeri Surabaya, Juli 2020 dengan judul “Do Islamic Microfinance Institutions Need Lender of The Last Resort?” https://journal.unesa.ac.id/index.php/jie/article/view/8569

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).