Gelar Bedah Buku Online, FORMARA UNAIR Kupas Tuntas Sejarah Pabrik Garam Desa Krampon

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Forum Mahasiswa Madura Universitas Airlangga (Formara UNAIR) berkolaborasi dengan Pustaka Indis menyelenggarakan Bedah Buku Sejarah. Bedah Buku Sejarah tersebut merupakan program kerja pertama Formara UNAIR yang dilakukan secara daring melalui platform Zoom (20/9/2020).

Diki Febrianto, S.Hum yang merupakan Penulis buku “Pabrik Garam di Desa Krampon 1903-1973” berkesempatan langsung menjadi pembicara pada acara tersebut. Alumni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR itu menuturkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya para pemuda harus memahami sejarah bangsa.

“Jika kita memahami sejarah bangsa, maka kita akan mengetahui bagaimana harus bergerak dan kemudian membangun bangsanya,” jelasnya

Diki bercerita bahwa dia tertarik menulis buku sejarah tersebut karena Pabrik Garam Desa Krampon Kabupaten Sampang tersebut mampu bertahan dalam empat zaman. Ialah sejak zaman kolonial Belanda sebagai perintisnya, zaman Jepang, dan zaman kemerdekaan dari Orde Lama hingga Orde Baru.

Pada masa kolonial Belanda, aktivitas pabrik garam mampu menghadirkan perubahan dan kemajuan bagi desa Krampon. Tak bisa dipungkiri, adanya pabrik garam Krampon memberi lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Secara tidak langsung, kehadiran pabrik tersebut mempengaruhi sosial-ekonomi dan infrastruktur yang ada di Desa Krampon.

“Bagi masyarakat Krampon sendiri, pabrik garam itu adalah tanda kejayaan dari masa ke masa, meskipun hari ini kita melihat kondisi pabrik garam Krampon hanya tersisa puing-puingnya saja,” jelasnya.

Lebih lanjut, Abdul Rozak, S.H. sebagai Keynote Speaker mengungkapkan bahwa saat ini kita sangat sulit untuk mencari referensi tentang sejarah Madura. Banyak hal yang tidak diketahui tentang sejarah Madura tempo dulu.

“Sampang sendiri sebenarnya memiliki pahlawan nasional yang namanya dijadikan nama Bandara di Jakarta yaitu Halim Perdana Kusuma. Namun,banyak sekali pemuda Sampang tidak tahu,” tambahnya

Untuk itu, lanjutnya, para pemuda harus mengeluarkan karya di bidang sejarah sebagai acuan atau referensi untuk menatap masa depan. Pemuda tidak hanya bisa bermain kata atau bersilat dalam retorika, tetapi pemuda haus bisa berkarya secara nyata untuk negeri.

“Di saat kegersangan dunia literasi sejarah di Madura, lahirlah buku karya Diki tersebut. 

Banyak generasi muda yang tidak tau seperti apa keadaan Krampon di zaman dahulu. Di saat zaman penjajahan dulu, desa Krampon itu sudah maju. Saat negara kita merdeka, seharusnya kota tersebut menjadi lebih maju, bukan malah menjadi kota mati seperti saat ini.

“Dari diskusi ini, saya berharap Formara bisa mengawali Gerakan atau kegiatan Abdi Desa agar bisa mengeksplor potensi yang ada di Krampon,” pungkasnya.

Penulis :  Sandi Prabowo

Editor:  Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).