Konsumsi Buah Kurma untuk Terapi Terhadap Covid-19, Mitos Agama Atau Fakta?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Buah kurma. (Sumber: alodokter)

Konsumsi Kurma dalam Pandangan Medis & Agama

SARS-CoV-2 merupakan virus baru yang menyebabkan wabah besar didunia.  Belum ada penemuan obat yang pasti bisa menyembuhkan pasien secara penuh. Sedangkan pengembangan vaksin masih memerlukan jangka waktu yang lama dikarenakan antigen virus ini masih terus berevolusi karena SARS-CoV-2  berjenis RNA. Banyaknya variabel SARS-CoV-2 karena mutasi mempengaruhi kodifikasi antigen yang tepat serta uji klinis yang harus melalui serangkaian tahap.

Cara lainnya yakni melalui konsumsi obat-obatan. Obat obatan tersebut yakni  Remdesivir yang telah disetujui oleh Food & Drug Administrator di AS, Avigan oleh kementerian Rusia, dan masih dalam penelitian oleh Toyama Chemical of Japan, dan Dexamethasone oleh pemerintah Inggris. Namun konsumsi obat-obatan mengandung efek samping pada tubuh manusia dan tidak dapat digunakan dalam waktu lama. Belum ada penelitian yang memastikan bahwa pasien yang sembuh dari SARS-CoV-2 tidak bisa tertular lagi, sehingga obat tidak bisa digunakan terus menerus terhadap pasien dalam waktu lama.

Jamu serta tanaman bisa digunakan sebagai alternatif mengingat akan minimnya efek samping. Kurma merupakan buah yang unik namun kaya akan mafaat. Buah yang tumbuh dilingkungan super panas ini berasal dari jazirah arab dengan beragam manfaat tanpa efek samping untuk tubuh. kurma merupakan salah satu buah yang memiliki efek antiviral anti jamur bagi tubuh manusia. Belum ada laporan orang yang mengalami  malnutrisi akibat mengkonsumsi kurma. Selain itu, buah ini tidak mengandung efek  samping serta mengandung zat gula serta nutrisi yang bagus dikala lapar. Kurma juga dapat dijangkau oleh masyarakat kalangan bawah sehingga cocok untuk dikonsumsi oleh setiap lapisan masyarakat.

Mertode dan Hasil Studi

Sampel penelitian ini yakni Arab Saudi sebagai sumber kurma serta tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW dan menjadi tokoh kunci di dunia Islam. Sampel lainnya adalah Indonesia sebagai negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia. Kriteria inklusif dari sampel adalah negara Islam, masyarakatnya mengkonsumsi kurma dalam kehidupan sehari-hari, memiliki pengguna internet yang cukup banyak, dan memiliki banyak kasus positif COVID-19. Waktu pengambilan sampel dimulai pada tanggal 2 Maret 2020 karena kasus COVID pertama ditemukan, baik di Arab Saudi maupun di Indonesia, hingga saat ini pada tanggal 26 Juli 2020.

Hasil penelitia menunjukkan bahwa kurma populer sebagai makanan sehari hari warga saudi. Hal ini terlihat dari fluktuasi data pencarian informasi tentang kurma yang terus ramai. Hari pertama Ramadhan menjadi penyebab di balik puncak trending informasi. Dalam segi medis, saat makan sahur atau “sahur”, zat gula yang tersimpan didalam tubuh akan terus menurun akibat berbagai aktivitas. Gula darah sendiri merupakan sumber energi utama dalam tubuh yang menyebabkan rasa lemas dan kantuk bila kadarnya di bawah normal.

Kurma merupakan sumber serat, gula, magnesium, potasium, dan karbohidrat yang sangat baik yang akan membantu tubuh untuk menjaga kesehatan. Karbohidrat yang terdapat pada kurma juga membuat tubuh lebih cepat dicerna oleh sistem pencernaan, sehingga bisa menunda rasa lapar. Lain halnya dengan mengkonsumsi gorengan atau makanan berlemak lebih lambat dicerna sehingga bisa memicu rasa lapar lebih cepat. Kurma bisa menjadi sumber nutrisi terbaik bagi tubuh saat istirahat usai buka puasa.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi kurma oleh masyarakat Indonesia lebih rendah dibandingkan masyarakat saudi. Berbeda dengan Saudi yang berpenduduk 93% Muslim, Indonesia terdiri dari berbagai macam agam dan kesukuan, sehingga tidak semua masyarakat mengkonsumsi buah yang notabene bernuansa islam ini.

Data menunjukkan bahwa jumlah kasus positif corona di Saudi menurun lebih banyak daripada Indonesia. Tingkat konsumsi kurma per kapita di Saudi mencapai urutan ke-2 negara konsumsi kurma terbesar setelah Oman, mencapai 28-30 kg / kapita. Sedangkan tingkat konsumsi kurma Indonesia hanya mencapai 0,07 kg / kapita pada tahun 2017.  Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah kurma yang dikonsumsi maka semakin sedikit penambahan kasus COVID setiap harinya.

Masyarakat Saudi telah mengonsumsi kurma sejak zaman kuno. Budaya konsumsi kurma di Indonesia belum ada di masa lalu hingga Islam masuk pada abad ke-7-13. Kedua, konsumsi kurma yang telah direkomendasikan dalam hadits bagi umat Islam oleh Nabi Muhammad SAW menyebabkan Saudi mengkonsumsi lebih awal, karena Saudi adalah tempat kelahiran nabi itu sendiri. Tingkat konsumsi kurma juga berdampak secara signifikan. Hal ini terlihat dari hasil kasus COVID Saudi yang lebih banyak menurun dibandingkan Indonesia akibat konsumsi kurma.              

Penulis: Maslichah Mafruchati

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

http://www.sysrevpharm.org//index.php?iid=2020-11-8.000&&jid=196&lng=

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).