Deteksi Dini Gangguan Mikrosirkulasi: Aplikasi Pencitraan Optik Melalui Pendekatan Fisiologi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh CNN Indonesia

Tahukah Anda bahwa amputasi terjadi setiap 30 detik akibat kaki diabetes? Kaki diabetes dan ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi utama diabetes mellitus yang disebabkan gangguan pada saraf tepi, pembuluh darah perifer maupun kombinasi keduanya. Kelainan ini dapat disertai dengan adanya gangguan pada pembuluh darah kecil (selanjutnya disebut dengan mikrosirkulasi) pada kulit yang memperberat perjalanan penyakit teresebut. Komplikasi ini dapat menyebabkan disabilitas pada pasien diabetes akibat amputasi pada tungkai bawah, kaki maupun jari kaki, bahkan dapat mengakibatkan kematian jika terjadi komplikasi sekunder akibat penyebaran infeksi yang tidak terkendali ke seluruh tubuh. 

Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa gangguan mikrosirkulasi kulit menggambarkan gangguan pada mikrosirkulasi organ tubuh lainnya dan dapat terjadi pada fase lebih awal dari penyakit pembuluh darah seperti atherosklerosis. Namun hingga kini, gangguan mikrosirkulasi pada kulit sulit untuk dipelajari karena kompleksnya struktur pembuluh darah tersebut dan minimnya teknologi yang dapat melakukan pemeriksaan secara komprehensif. 

Optical coherence tomography (OCT) adalah metode pencitraan optik non-invasif dengan resolusi sangat tinggi sehingga dapat mendeteksi pembuluh darah yang sangat kecil hingga ukuran ~30 mikron secara in vivo, dalam kondisi basal maupun untuk melihat respons pembuluh darah saat diberikan stimulus tertentu. Selain itu, kita juga dapat mengukur parameter pembuluh darah secara komprehensif yaitu diameter, kecepatan dan laju aliran darah serta kepadatan pembuluh darah per luas area tertentu. Pada penelitian sebelumnya, kami dapat mendeteksi respons pembuluh darah saat diberikan stimulus pemanasan dan iskemia lokal.

Pada penelitian ini kami mengaplikasikan teknik pencitraan OCT untuk mendeteksi kelainan struktur anatomi dan fungsi mikrosirkulasi kulit pada penderita diabetes tanpa dan dengan riwayat ulkus diabetikum yang kami duga memiliki gangguan mikrosirkulasi kulit dengan derajat yang berbeda, kemudian kami bandingkan dengan orang sehat tanpa diabetes. Pada kondisi normal, pemanasan lokal hingga suhu 44⁰C akan menyebabkan timbulnya respons maksimal pada mikrosirkulasi tanpa menyebabkan kerusakan kulit dan rasa nyeri (nyeri minimal dapat terjadi pada orang yang lebih sensitif). Mekanisme fisiologis yang mendasari respons tersebut melibatkan refleks saraf lokal serta kemampuan sel endotel untuk memproduksi Nitrogen monoksida (NO), senyawa lokal yang berfungsi untuk dilatasi pembuluh darah. Gangguan refleks saraf lokal dan produksi NO merupakan dasar patofisiologi dari gangguan mikrosirkulasi pada penderita diabetes, yang kami duga gangguannya akan terjadi lebih berat pada pasien diabetes dengan ulkus. Kami juga melakukan pengukuran dengan metode konvensional yang umum dipakai untuk penelitian mikrosirkulasi kulit sebagai pembanding, yaitu laser Doppler flowmetry (LDF). 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki suhu permukaan kulit yang lebih hangat pada kondisi basal, dengan morfologi pembuluh darah sebagai berikut: diameter lebih lebar serta populasi pembuluh darah yang lebih padat dibandingkan dengan orang sehat. Perbedaan ini terlihat lebih jelas pada pasien diabetes dengan ulkus. Sepintas, perfusi kulit “nampak” tidak terganggu pada penderita diabetes, namun sebenarnya perfusi tersebut tidak memberikan nutrisi yang adekuat, akibat tingginya aliran pintas arteri-vena (tanpa melalui kapiler) yang memiliki resistensi lebih rendah. 

Selanjutnya kami memberikan pemanasan lokal selama 30 menit dengan tujuan melihat kapasitas maksimal mikrosirkulasi kulit. Hasil observasi pencitraan OCT pada suhu 44⁰C menunjukkan populasi pembuluh darah yang sangat padat, dengan aliran darah yang meningkat maksimal. Respons pemanasan lokal tersebut lebih rendah pada pasien diabetes, terutama diabetes dengan ulkus. Kapasitas maksimal mikrosirkulasi, yaitu diameter, kecepatan dan laju aliran darah serta kepadatan populasi menunjukkan penampakan anak tangga, dengan kapasitas maksimal tertinggi ditunjukkan  pada orang sehat diikuti dengan pasien diabetes tanpa ulkus dan paling rendah pada pasien diabetes dengan ulkus. 

Observasi respons kecepatan aliran darah akibat pemanasan lokal dengan LDF (baca : Flux) menunjukkan pasien diabetes memiliki titik puncak awal temporer yang lebih rendah, nadir yang lebih dalam serta puncak akhir yang juga lebih rendah dibandingkan kelompok orang sehat. Sama halnya dengan OCT, kapasitas maksimal dengan LDF juga menunjukkan penampakan seperti anak tangga, namun sayangnya tidak berbeda bermakna secara statistik.   

Hasil penelitian kami menunjukkan pencitraan OCT mampu membedakan adanya kelainan mikrosirkulasi kulit pada kondisi basal, dan gangguan ini akan terlihat lebih jelas jika diberikan stimulus pemanasan lokal. Teknik ini tidak hanya memberikan visualisasi mikrosirkulasi kulit  dengan resolusi sangat baik, namun juga kuantifikasi pengukuran parameter pembuluh darah secara komprehensif dan akurat. Selain itu, teknik ini juga cukup sensitif untuk membedakan derajat beratnya gangguan mikrosirkulasi, sehingga berpotensi sebagai metode untuk deteksi dini gangguan mikrosirkulasi kulit pada orang dengan faktor risiko, seperti pada penderita diabetes.   

Penulis: Raden Argarini (Dosen di Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga)

Informasi lebih detail mengenai penelitian kami dapat dilihat pada tautan berikut: http://dx.doi.org/10.1136/bmjdrc-2020-001479

Raden Argarini, Robert McLaughlin, Simon Z Joseph,  Naylor LH, Carter HH, Bu B Yeap, Shirley J Jansen, Green DJ. Optical coherence tomography: a novel imaging approach to visualize and quantify cutaneous microvascular structure and function in patients with diabetes. BMJ Open Diab Res Care 2020;8:e001479.doi: 10.1136/bmjdrc-2020-001479

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).