Menyiapkan Balita Bebas Stunting untuk Masa Depan Negeri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi stunting. (Sumber: suara.com)

Balita adalah anak-anak yang berusia diatas satu tahun dan masih belum menginjak usia lima tahun, beberapa ahli menggolongkan dalam usia 12 – 59 bulan. Masa balita merupakan pondasi kehidupan, dan juga termasuk dalam periode emas untuk pertumbuhan dan perkembangan si Kecil. Menyiapkan nutrisi yang baik dan seimbang  untuk mereka maka akan bermanfaat untuk pertumbuhan fisik serta perkembangan otak mereka. Beberapa ahli menyatakan bahwa pemberian nutrisi yang kurang atau buruk di seribu hari pertama kehidupannya atau bisa dikatakan sampe dengan umur kurang lebih 3 tahun dapat berdampak pada konsekuensi yang akan sulit untuk dibenahi di masa mendatang. Menghindarkan mereka dari masalah seperti stunting, tentunya akan menghindarkan dari terhambatnya pertumbuhan di masa mendatang.

Siapa yang menginginkan anaknya menderita stunting ketika balita? Akibat buruk akan menghantui mereka di kemudian hari. Anak balita dengan stunting, selain mengalami gangguan pertumbuhan, umumnya memiliki kecerdasan yang lebih rendah dari anak balita normal. Selain itu, anak balita stunting lebih mudah menderita penyakit tidak menular ketika dewasa. Semua orang berusaha untuk menghindarinya, tetapi apakah mereka sudah benar dalam menangani balita? Terkadang pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan mudah, bahkan oleh orang tua balita itu sendiri.

Orangtua ingin melihat anaknya tumbuh sehat, cerdas, berprestasi dan setelah dewasa, sukses. Anak yang tumbuh sehat dan berkualitas, keinginan ini juga akan mendukung masa depan si anak agar kelak mampu menjadi generasi yang cerdas sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi dan dapat hidup sejahtera dan tidak tertutup kemungkinan untuk memutus rantai kemiskinan. Hal ini akan memberi keuntungan tidak saja bagi diri anak, orangtua dan keluarga, tetapi juga negara.

Stunting pada balita menghambat pertumbuhan fisik dan otaknya, yang akan menyebabkan anak sulit berprestasi, dan tidak tertutup kemungkinan generasi itu akan lebih rentan terkena penyakit. Kondisi yang buruk itu akan menjadi beban ekonomi yang besar bagi keluarga. Anak yang mengalami stunting tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang produktif dan sulit bersaing. Negara juga mengalami kerugian jika anak mengalami stunting. Berdasarkan hasil penelitian UNICEF (2010), beban ekonomi negara akibat beban biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas akibat stunting bisa mencapai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Di Indonesia, ini berarti kerugian sebesar Rp 300 triliun pertahunnya.

Pernahkah kita menyadari bahwa ada beberapa hal yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Negara ini. Empat hal tersebut terbukti signifikan sebagai faktor yang berhubungan dengan  kejadian stunting yakni tempat tinggal, umur balita, umur ibu balita, dan tingkat pendidikan ibu balita. Mungkin kita akan terbuka ketika dengan memperhatikan beberapa hal yang mempengaruhi munculnya stunting tidak hanya masalah asupan saja, tetapi kita juga butuh untuk memperbaiki hal lain yang mungkin akan berimbas pada perbaikan generasi selanjutnya.

Di Indonesia, disparitas antara wilayah perkotaan dengan perdesaan bukanlah hal baru. Pembangunan di wilayah perkotaan terlihat lebih atraktif dibanding wilayah perdesaan. Kesenjangan tidak hanya berlangsung dalam hal pembangunan secara umum, tetapi juga termasuk aksesibilitas dalam hal pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi PR besar kita semua, bagaimana agar akses itu menjadi semakin mudah untuk dicapai semua kelompok masyarakat.

Belum meratanya akses ternyata lebih parah ketika bertemu dengan sejumlah hal lain seperti semakin mudanya usia pernikahan. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa umur ibu balita ketika pertama kali menikah menikah dan umur ibu ketika melahirkan merupakan determinan kejadian stunting. Dengan memundurkan usia pernikahan mereka, maka usia kehamilan akan mundur menjadi lebih dewasa. Dengan bertambahnya umur ibu, dimungkinkan ibu lebih terbuka dalam menerima informasi dan lebih bertanggung jawab.

Bagaimana dengan pendidikan orang tua terutama ibu? Penelitian menunjukkan ibu dengan pendidikan SD ke bawah lebih memiliki risiko terjadi stunting pada balita mereka, dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu dengan pendidikan perguruan tinggi. Banyaknya informasi yang diserap ibu dalam pendidikan membuka perhatian ibu terhadap mungkinnya terjadi stunting pada balita. Berikan mereka pendidikan yang lebih mudah untuk dijangkau, agar kesehatan balita bisa ditingkatkan, dan nantinya akan memperbaiki kualitas generasi selanjutnya.

Sosial ekonomi juga merupakan salah satu hal yang harus kita perhatikan. bahwa semakin tinggi tingkat sosial ekonomi keluarga maka memungkinkan semakin banyak jumlah asupan yang akan diterima oleh balita dan memungkinkan bertambahnya variasi ketersediaan jenis makanan yang disediakan pada keluarga. Selain itu tingkat sosial ekonomi selalu memiliki hubungan yang positif dengan tingkat pendidikan. Masyarakat dengan penghasilan rendah mempunyai kemungkinan untuk mengenyam pendidikan lebih rendah. Masyarakat yang pendidikan rendah juga sulit untuk meningkatkan sosial ekonomi mereka, kita harus bisa memutus lingkaran ini agar masalah stunting bisa dikendalikan.

Setelah memahami beberapa masalah yang turut memberikan andil dalam terjadinya stunting pada balita, harusnya kita segera memberikan perhatian lebih. Hal ini juga membuktikan masalah kesehatan tidak selalu diatasi dengan pengobatan. Memperhatikan pendidikan masyarakat juga bisa meningkatkan pengetahuan yang pada akhirnya akan meningkatkan kewaspadaan, dan juga sosial ekonomi masyarakat. Tentunya hal ini tidak akan bisa secara instant kita rasakan, butuh keseriusan dan waktu yang tidak cepat dalam mengatasi masalah stunting ini. Tentunya juga butuh kerjasama yang manis antara pemerintah dan seluruh elemen didalamnya tanpa melupakan masyarakat untuk bekerja bersama. (*)

Penulis: Pulung Siswantara

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berkut ini:

https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/16854

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).