Kata Pakar UNAIR Tentang Pengaruh Pandemi Terhadap Penggunaan Jaringan Internet

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi belajar daring. (Sumber: Republika)

UNAIR NEWS – Semenjak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, banyak aspek kehidupan terdampak terutama dalam bidang pendidikan. Sudah hampir 4 bulan, siswa-siswi di Indonesia melakukan proses belajar mengajar secara online.

Yang menjadi salah satu problem belajar mengajar di Indonesia adalah tidak semua tempat terhubung jaringan internet dengan baik. Dapat dilihat dari beredarnya potret di media sosial yang menampakkan  para pelajar mengerjakan tugas di pinggir jalan, di perbukitan, juga di atap. Bahkan di Aceh, kejadian mencari sinyal hingga memakan korban karena jatuh dari ketinggian.

Menanggapi hal tersebut, Dr. Ir. Soegianto Soelistiono, M.Si., dosen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (FST UNAIR) mengatakan bahwa jaringan internet di Indonesia dari sisi provider cellular sudah bagus untuk ukuran memenuhi kebutuhan koneksi data di Indonesia. Yang menjadi masalah, saat pandemi ini muncul konsep baru dalam dinamika keseharian yang mengutamakan penggunaan sistem digital.

“Harusnya sistem digital ini masih bisa diselesaikan meskipun tidak berbasiskan sistem streaming. Tapi karena heboh tadi, jadi yang terpikirkan adalah bagaimana mengubah kebiasaan kelas biasa menjadi online, maka yang terpikirkan adalah streaming, sehingga ramai menggunakan streaming untuk mengganti kelas pertemuan fisik dengan online,” ujarnya pada Selasa (28/07/20).

Soegianto melanjutkan, yang menjadikan sistem jaringan di Indonesia tidak memadai untuk perangkat yang digunakan siswa dan tower telekomunikasi adalah masalah gagap Corona.

Menurutnya, kinerja jaringan internet cukup sederhana untuk data dengan jumlah konsumsi transfer data kecil yang dihitung dalam satuan waktu bit per second (bps) atau seringkali disebut dengan bandwidth sudah bagus. Hanya saja untuk jumlah kebutuhan banyak seperti sekolah belum siap dan juga karena kendala biaya.

“Teknologi untuk menguatkan sinyal tentu ada, tapi ini artinya menambah perangkat lain dan ini menjadi tidak praktis lagi,” tambahnya.

Daerah yang susah menjangkau jaringan internet menjadi permasalahan tersendiri bagi penyedia jasa cellular. Hal tersebut karena kapasitas bandwidth yang ada di daerah yang jauh dari kota jalur bandwidthnya tidak besar.

“Sinyal dengan bandwidth itu hal yang berbeda, kalau tidak mendapatkan sinyal memang berarti susah terkoneksi dengan BTS (tower telekomunikasi, Red) jadinya memang nggak bisa apa-apa. Dan di Indonesia yang banyak bukit dan gunung ini permasalahan sinyal mungkin menjadi permasalahan tersendiri bagai penyedia jasa cellular,” ujar Soegianto.

Cuman, untuk kecilnya bandwidth berbeda dengan kapasitas sinyal, karena dengan sinyal kecil saja kalau memang lebar bandwidthnya cukup akan lancer. Seringkali di daerah yang jauh dari kota memang sepertinya lebar jalur bandwidth-nya tidak besar,” tambah dosen yang memiliki konsen Komputasi tersebut.

Perlu diketahui menurut Soegianto, penduduk Indonesia tersebar di pulau-pulau sehingga untuk memenuhi semua area akan mengalami kesulitan, meskipun sudah dibangun palapa ring sebagai salah satu infrastruktur telekomunikasi telah bekerja luar biasa.

Cuman untuk membangun BTS di setiap cell area untuk Pulau Jawa saja ternyata terasakan masih kurang oleh masyarakat. Membangun BTS ini tentu biayanya sangat mahal termasuk biaya perawatannya,” pungkasnya. (*)

Penulis : Asthesia Dhea Cantika

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).