So’leran dan Nilai Maskulinitas di tengah Masyarakat Patriarkis Madura

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi masyarakat perempuan Madura. (Sumber: Lontar Madura)

Di pulau Madura, ada sebuah tradisi berkaitan dengan status maskulinitas dan peran laki-laki yang dipinggirkan dengan sebutan So’leran. So’leran adalah sebutan bagi suami yang oleh isterinya karena dianggap tidak mampu secara sosial, biologis maupun secara ekonomi. Dalam hal ini perempuan adalah penentu utama dalam pengakuan budaya dan sosial maskulinitas laki-laki karena perempuan adalah yang pertama yang menciptakan dan memberikan kontrol dan kekuatan untuk menyebut laki-laki (yang mereka nikahi) dengan sebutan tak lake atau so’leran. Istilah tak lake tidak hanya menandai hilangnya fungsi biologis kejantanan, tetapi juga hilangnya “harga diri” seorang laki-laki dalam budaya yang sangat patriarkal ini.

Penelitian yang dilakkukan ini ingin mengungkap realitas nilai-nilai maskulinitas pada masyarakat Madura yang didominasi system patriarkis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan subyek penelitian laki-laki yang disebut So’leran dan perempuan mantan isterinya.Teknik pengumpulan data adalah wawancara mendalam dengan lokasi penelitian Kabupaten Pamekasan, pulau Madura. 

Hasil penelitian ini menemukan fakta bahwa relasi kuasa dan pengetahuan wacana maskulinitas laki-laki Madura melalui sebutan So’leran telah menghakimi laki-laki karena ia tidak dapat memenuhi harapan maskulinitas yang dibangun oleh masyarakat Madura. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki menggunakan berbagai strategi untuk mempertahankan dan melestarikan maskulinitas mereka dalam budaya patriarki Madura.

Fakta yang ditemukan oleh peneliti di lapangan tentang bagaimana predikat ‘lake’ dapat dimiliki kembali oleh laki-laki yang sudah terikat dengan gelar ‘tak lake’ dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama Carok, yaitu dengan melakukan carok atau membunuh laki-laki yang mengganggu (menipu atau menikahi) mantan isterinya, seorang laki-laki akan mendapatkan kembali pengakuan publik tentang maskulinitasnya (kualitas kelelakiannya). Cara ini telah dipraktikkan oleh laki-laki Madura, meskipun mereka harus menanggung risiko ditahan di penjara. Penjara bukanlah momok yang menakutkan bagi laki-laki Madura, dibandingkan dengan harus bertahan seumur hidup menyandang gelar ‘tak Lake’ dan dikeluarkan dari kehidupan sosialnya. Selain itu, carok ini dapat mengembalikan harga dirinya yang telah dihancurkan dengan dituntut cerai oleh istrinya dan disebut So’leran.

Cara kedua adalah Menikah kembali, dimana laki-laki yang disebut ‘tak lake’ segera menikah kembali sebagai upaya untuk mengembalikan harga dirinya sebagai laki-laki Madura. Pernikahan lagi dilakukan secepat mungkin sebelum mantan istrinya menikah lagi. Tujuan dari pernikahan ini adalah untuk mendahului pernikahan mantan istrinya dan untuk mendapatkan lagi gelar ‘lake’. Jadi, apa pun caranya, mempertahankan harga diri laki-laki Madura adalah bentuk utama dan paling penting dalam kehhidupan masyarakat.

Nilai-nilai sosial busaya masyarakat Madura terhadap So’leran terlihat dalam bentuk penolakan atau bahkan pengusiran dari Desa mereka, karena So’leran tidak lagi dianggap memenuhi persyaratan maskulinitas laki-laki Madura atau disebut sebagai ‘tak lake’. Sementara itu, menjadi ‘lake’ adalah keharusan bagi laki-laki Madura, karena hal itu terkait dengan harga diri mereka dalam sistem patriarki. Penelitian ini menunjukkan bahwa peran Kiai sangat penting dalam masyarakat dan memiliki kekuatan untuk dapat menggerakkan orang. Tidak hanya perilakunya dan ketentuannya, tetapi juga perkataannya dianggap sebagai sebuah kebenaran yang harus diikuti oleh masyarakat.

Kiai di Madura yang diyakini oleh masyarakat sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan agama yang kuat dan menjadi panutan dalam kehidupan masyarakat, termasuk cara memandang maskulinitas laki-laki Madura. Ini juga dapat terlihat dari slogan lokal Madura, ‘bhuppa’ ‘bhappu’ ‘ghuru’, ‘rato’ (Ayah, Ibu, Kiai dan Pemerintahan) yang berarti ada hirarki tokoh yang harus dihormati, di mana setelah Ayah dan Ibu, Kiai-lah yang harus dipatuhi.

Nilai-niai patriarkis sangat kentara pada Masyarakat Madura sebagaimana terlihat dari ucapan seorang Kiai di Pamekasan Madura yang mengatakan; “laki-laki yang mengurus atau membantu urusan rumah tangga bukanlah orang yang sabar tetapi laki-laki yang bodoh”. Selain itu, seorang Kiai juga mengatakan; “seorang lelaki yang baik adalah orang yang bisa menjaga keluarganya, tetapi jika ada perceraian atau dituntut oleh istrinya, itu berarti bukan lelaki. Narasi tersebut diinternalisasi dalam benak dan perspektif masyarakat terhadap maskulinitas lelaki Madura, terutama dalam So’leran yang disebut bukan maskulin karena mereka tidak mampu mempertahankan rumah tangga mereka sebagai seorang pemimpin sampai terjadi tuntutan cerai dan disebut So’leran. Jadi narasi Kiai adalah narasi pelindung sebagai silsilah politik tubuh So’leran dalam hubungan kekuasaan dan pengetahuan tentang maskulinitas pria Madura

Predikat So’leran atau ‘tak lake’ menunjukkan bukti adanya relasi kuasa dan pengetahuan atas wacana dan nilai-nilai maskulin laki-laki Madura karena ketidakmampuan mereka memenuhi harapan maskulinitas yang dibangun oleh masyarakat Madura. Laki-laki So’leran dengan predikat ‘tak lake’ dianggap gagal memiliki nilai-nilai maskulinitas. Ini berarti bahwa mereka tidak dapat berhasil mempertahankan harga diri mereka sebagai orang Madura di berbagai bidang kehidupan, juga dianggap tidak mampu menjadi kepala keluarga yang bisa memenuhi harapan kebutuhan rumah tangga dengan penghasilan lebih besar dari isterinya. Ini adalah sebuah konstruksi sosial budaya masyarakat Madura atas maskulinitas laki-laki melalui narasi ‘parabhesan’ dan narasi kolektif yang mendapatkan legitimasi dari narasi tokoh masyarakat dan para Kiai. (*)

Penulis: Emy Susanti & Novi Kamalia

Informasi detail tentang riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

http://iratde.com/index.php/jtde/article/view/817

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).