Remaja, Perilaku Menyimpang dan Dukungan Lingkungan Sosial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi perilaku menyimpang remaja. (Sumber: Blog UNNES)

Remaja adalah masa peralihan diri dan perkembangan psikologis anak menuju dewasa. Pada masa remaja umumnya terjadi berbagai macam perubahan, baik secara fisik, biologis, mental dan emosional serta psikososial. Berbagai perubahan yang terjadi pada masa remaja dapat mempengaruhi kehidupan pribadi, lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Remaja adalah bagian dari warga masyarakat yang paling rentan dalam menghadapi godaan dan tekanan dari lingkungan sosialnya. Ketidaksiapan remaja dalam menghadapi godaan dapat menimbulkan berbagai perilaku menyimpang seperti yang belakangan ini makin mencemaskan, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan obat terlarang, ancaman seks bebas, terlibat dalam geng, penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi dan lain sebagainya.

Di berbagai daerah, khususnya di kota besar, remaja umumnya tidak selalu dan tidak sepenuhnya steril dari berbagai pengaruh negatif. Berbagai perilaku yang terkategori menyimpang, cukup banyak dilakukan kelompok peer-group remaja, sehingga langsung maupun tidak langsung menjadi godaan tersendiri. Di kalangan remaja, tidak sedikit dari mereka yang pernah melihat film porno, melakukan hubungan seks bebas, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya. Kehadiran teknologi informasi dan internet adalah hal baru yang membuat remaja makin berpeluang tergoda melakukan berbagai hal yang menyimpang.

Untuk mencegah agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang dan bertindak terlalu permisif dalam berhubungan dengan lawan jenisnya harus diakui bukanlah hal yang mudah. Di tengah kesibukan orang tua bekerja dan waktu yang makin terbatas bersosialisasi dengan anak-anaknya, maka kontrol dan upaya mencegah anak agar tidak terjerumus melakukan hal-hal yang negatif mau tidak mau harus melibatkan pihak lain, yakni sekolah dan pemerintah kota sebagai lembaga subtitutif pengganti orang tua.

Kalau memilih jalan pintas, untuk mencegah remaja terlibat dalam pergaulan yang keliru dan merambu agar remaja tidak mengembangkan perilaku yang menyimpang, cara yang paling mudah adalah dengan pendekatan yang regulatif, bahkan represif. Melarang remaja keluar rumah, memaksa remaja terus berkutat dengan buku pelajaran, dan lain sebagainya, untuk jangka pendek mungkin terkesan efektif. Tetapi, untuk lebih menjamin kelangsungan dan tumbuhnya kesadaran remaja secara mandiri menjaga kehormatan dan etika susila, maka langkah taktis yang dibutuhkan sesungguhnya adalah bagaimana memfasilitasi kebutuhan remaja di usia pubertas yang senantiasa menginginkan afiliasi dan intimasi dengan lawan jenis secara sehat, tanpa harus meninggalkan norma susila dan etika yang berlaku di masyarakat.

Model pembinaan dan pendampingan yang efektif untuk menangani remaja di usia pubertas,  selain harus mampu menawarkan berbagai kegiatan alternatif yang menyenangkan, yang tak kalah penting adalah bagaimana pendekatan yang dikembangkan benar-benar memahami dan bertumpu pada gaya hidup (life style) remaja secara kontekstual, serta pola relasi remaja yang umumnya lebih menyukai interaksi yang bersifat egaliter.

Kesejahteraan mental dan sosial pada remaja sesungguhnya akan dapat ditingkatkan dengan kegiatan terorganisir dalam kelompok sebaya. Dari hasil studi yang kami lakukan pada lima kelompok fokus terhadap 30 remaja berusia 12-24 di Surabaya, Indonesia, kami menemukan ada empat hal yang saling berhubungan muncul dari data, yaitu: (a) harga diri dan pengaturan diri, (b) ketahanan, ketangguhan dan ketangguhan mental, (c) penyesuaian sosial dan (d) dukungan sosial dalam kegiatan yang terorganisir. Remaja yang terlibat dalam olahraga, seni, dan klub memiliki kepercayaan diri yang tinggi, kemudahan untuk mengendalikan emosi mereka, lebih kuat dalam menghadapi berbagai masalah. Mereka juga merasa lebih beradaptasi, menghormati, toleran terhadap orang lain dan mendapatkan dukungan sosial.

Studi ini menemukan bahwa kegiatan terorganisir dalam kelompok sebaya meningkatkan kesejahteraan mental dan sosial. Remaja dapat memiliki harga diri yang baik, pengaturan diri, ketahanan, ketangguhan dan ketangguhan mental. Remaja juga dapat memiliki penyesuaian sosial dan dukungan sosial yang baik. Salah satu upaya untuk mencegah masalah mental dan sosial adalah pengenalan atau deteksi dini pada remaja. (*)

Penulis: Suharmanto,  Bagong Suyanto, Windhu Purnomo, Rahma Sugihartati, Oedojo Soedirman, Sutinah

Artikel lengkap bisa diakses di: Suharmanto,  Bagong Suyanto, Windhu Purnomo, Rahma Sugihartati, Oedojo Soedirman, Sutinah, Organized Activities in Peer Groups Improve Mental and Social Well-Being in Adolescents: A Qualitative Study, Indian Journal of Public Health Research & Development 10(10):1239 · January 2019. DOI: 10.5958/0976-5506.2019.03001.8

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).