Kejadian Stunting pada Anak Usia 10 Tahun di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Klikdokter

Kejadian stunting masih menjadi permasalahan gizi di Indoneisa. Stunting dapat diartikan sebagai keterlambatan pertumbuhan pada anak dibandingkan dengan usianya. Pada tahun 2018, angka stunting di Sulawesi Tengah mencapai 30,8% dan masih jauh dari angka prosentase standart yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yaitu 20%. Menyusui tidak eksklusif, status ekonomi rendah, kelahiran premature, kondisi ibu yang pendek, dan tingkat pendidikan yang rendah dipercaya menjadi faktor penentu kejadian stunting pada anak. Buruknya lagi, stunting merupakan kondisi yang permanen dan dapat berpengaruh pada kapasitas fisik pada anak. 

Prevalensi stunting tertinggi terjadi pada anak usia 2 tahun (50%) dan menurun pada usia 10 tahun (29%). Stunting memiliki dampak pada prestasi belajar pada anak-anak sekolah dasar. Penelitian yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur membuktikan bahwa siswa yang mengalami stunting mengalami keterlambatan prestasi belajar. Sehingga status gizi pada siswa stunting sering dihubungkan dengan prestasi belajar pada anak. Melihat pentingnya masalah stunting pada usia 10 tahun dan kurangnya penelitian yang berkaitan dengan variasi tinggi badan pada anak usia 10 tahun, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan prevalensi stunting pada anak-anak yang berusia 10 tahun berdasarkan perbedaan regional di Provinsi Sulawesi Tengah.

Penelitian yang kami lakukan menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif yang berfokus pada anak sekolah dasar di 4 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah. Terdapat 392 responden berusia 10 tahun yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan kejadian stunting pada anak usia 10 tahun di Sulawesi Tengah sebaesar 24,7%. Angka tertinggi terdapat pada Kabupaten Poso yaitu 35,9% dan diikuti dengan Kabupaten Donggala (35,7%), Sigi (16,5), dan Palu (12,5) secara berurutan. Selain hal itu, penelitian ini juga membuktikan adanya perbedaan nilai z-skor yaitu -0,72 (Palu), -1,63 (Donggala), -1,45(Poso), dan -1,09 (Sigi). Adanya perbedaan tersebut dikaitkan dengan kondisi Kota Palu yang berada di perkotaan yang dalam segi pendapatan, pendidikan, status imunisasi, dan faktor lainnya lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya. 

Intervensi gizi sangat penting dalam penanganan stunting termasuk peningkatan nutrisi pada ibu selama kehamilan dan periode postpartum, serta kontrol dan pencegahan infeksi sebelum dan sesudah persalinan. Penetapan langkah-langkah pencegahan stunting terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan perlu dilakukan. Perhatian khusus perlu diberikan anak sejak lahir hingga usia 10 tahun seperti mendorong kebiasaan makan ikan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Sulawesi Tengah melalui peningkatan konsumsi ikan forikan dan gemarikan. Selain hal itu, peranan multistakeholder juga diperlukan antara pemerintah lokal, kabupaten, provinsi dan pusat untuk mengurangi angka kejadian stunting pada msyarakat di Sulawesi Tengah.

Penulis: Taqwin, T., Ramadhan, K., Hadriani, H., Nasrul, N., Hafid, F., & Efendi, F

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: http://www.jgpt.co.in/index.php/jgpt/article/view/3375
Taqwin, T., Ramadhan, K., Hadriani, H., Nasrul, N., Hafid, F., & Efendi, F. (2020). Prevalence of stunting among 10-year old children in Indonesia. Journal of Global Pharma Technology, 12(2), 768–775.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).