Determinan Pemanfaatan Rumah Sakit di Kalangan Masyarakat Miskin Perkotaan Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Merdeka.com

Masyarakat miskin perkotaan adalah kelompok yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kelompok masyarakat ini cenderung berpendidikan rendah karena mereka lebih mementingkan bekerja daripada sekolah. Kelompok miskin perkotaan juga cenderung membentuk koloni mereka sendiri di daerah kumuh perkotaan, karena tingginya harga rumah dan tanah di daerah perkotaan. Kondisi lingkungan kumuh cenderung meningkatkan risiko kelompok miskin perkotaan untuk sakit. Masyarakat miskin perkotaan seperti hidup dalam lingkaran setan. Kemiskinan, tidak sehat, dan tidak berpendidikan, seperti mata rantai yang sulit diputuskan.

Di sektor kesehatan, seringkali masyarakat miskin perkotaan mengalami ketidakadilan dalam akses pemanfaatan rumah sakit. Meskipun layanan rumah sakit tersedia, orang miskin perkotaan sering memiliki akses terbatas ke rumah sakit pada saat dibutuhkan. Situasi ini dapat terjadi karena ketidaktahuan mereka, atau karena tidak ada biaya medis. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus mampu mengeluarkan kebijakan untuk memutus rantai kemiskinan yang membelenggu kaum miskin kota. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kesetaraan akses untuk semua kelompok orang ke rumah sakit pada saat dibutuhkan. Penelitian ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor penentu pemanfaatan rumah sakit pada masyarakat miskin perkotaan di Indonesia.

Studi dilakukan dengan memanfaatkan data mentah dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Analisis dalam studi ini melibatkan 57.296 masyarakat miskin perkotaan di Indonesia. Penentuan pada tahap akhir dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia berpengaruh pada pemanfaatan rumah sakit. Sementara status pernikahan memiliki efek parsial. Mereka yang menikah memiliki kemungkinan 0,686 kali dibandingkan mereka yang bercerai untuk memanfaatkan layanan rumah sakit. Mereka yang bekerja memiliki kemungkinan 1,512 kali memanfaatkan rumah sakit daripada mereka yang tidak bekerja. Sedangkan mereka yang memiliki asuransi kesehatan kemungkinan 0,513 kali dibandingkan mereka yang tidak memiliki asuransi. Orang miskin perkotaan yang memiliki waktu tempuh ≤15 menit ke rumah sakit kemungkinan 0,686 kali dibandingkan orang miskin perkotaan yang memiliki waktu tempuh >15 menit untuk memanfaatkan rumah sakit. Sementara orang miskin perkotaan yang membutuhkan biaya transportasi Rp 10.000 ke rumah sakit memiliki kemungkinan 0,692 kali dibandingkan mereka yang membutuhkan biaya transportasi >Rp 10.000 dalam memanfaatkan rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 8 (delapan) variabel yang diuji, 6 (enam) variabel ditemukan sebagai determinan pemanfaatan rumah sakit pada masyarakat miskin perkotaan di Indonesia. Keenam variabel tersebut adalah usia, status perkawinan, status pekerjaan, kepemilikan asuransi, waktu perjalanan, dan biaya perjalanan ke rumah sakit.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari
Artikel lengkap dapat ditemukan pada tautan berikut: https://www.ijicc.net/index.php/volume-12-2020/175-vol-12-iss-9

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).