Peran Suami Melalui Pijat Endorfin Pasca Persalinan Istri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Suara.com

Pada masa setelah persalinan, seorang wanita harus dapat menyesuaikan dengan baik adanya perubahan aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan baik fisik maupun psikis. Tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan psikologis dengan berbagai sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut postpartum blues. Postpartum blues telah dikenal sejak lama yang merupakan ganguan mental yang ringan karena akibat tidak berhasilnya wanita menyesuaikan diri dari aktivitas dan perannya setelah melahirkan dan tidak berhasilnya mengatasi konflik yang ada, diawali dengan gejala gangguan psikologis

Postpartum blues merupakan suatu keadaan disforia ringan pascasalin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Postpartum blues sering juga disebut maternity blues atau baby blues diartikan sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang dapat terjadi sejak hari pertama setelah persalinan pada fase  taking-in cenderung memburuk hari ke 3 sampai hari ke 5 dan berlangsung dalam rentang waktu dua minggu pascasalin. ditandai dengan gejala seperti: sedih atau disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, perasaan labil, cenderung menyalahkan diri sendiri, susah konsentrasi, mudah marah, sakit kepala, kebingungan, mudah lupa, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.

Data epidemiologis menunjukkan bahwa 10-20% wanita mengalami gangguan mood selama kehamilan dan postpartum. Di Indonesia angka kejadian hampir 50-70% dari wanita postpartum, ibu baru akan mengalami postpartum blues. Kebanyakan akan pulih dalam waktu kurang dari dua minggu, tetapi 13% akan mengalami depresi post partum. Pieter dan Lubis menyatakan, bahwa 50-70% dari seluruh wanita pasca melahirkan akan mengalami sindrom ini.  Studi pendahuluan melalui wawancara dan kuisioner di kecamatan Sugio dari 12 ibu nifas, didapatkan 7 ibu (58%) mengalami postpartum blues terjadi pada ibu yang melahirkan anak pertama. Penyebab pasti terjadinya postpartum blues belum diketahui, banyak faktor diduga menyebabkan terjanya postpartum blues, anata lain : faktor hormon, penurunan kadar estrogen, progesterone, prolaktin dan estradiol. Faktor lain penyebab postpartum blues diantaranya dukungan sosial, paritas, tingkat pendidikan dan perencanaan kehamilan pascasalin sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi. Faktor demografi; umur, paritas. pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, kurang dukungan keluarga/suami latar belakang psikososial ibu, kekecewaaan emosional.

Peran suami merupakan faktor terbesar memicu terjadinya postpartum blues. Hal ini dikarenakan dukungan suami merupakan strategi koping penting pada saat mengalami stres dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres. Bentuk dukungan suami dengan meluangkan waktu untuk istri memberikan pijatan ringan di bahu dan di punggung. Pijatan ringan dengan memberikan sentuhan fisik yang dilakukan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Hal ini selain memberi kontak fisik dan menjalin kedekatan suami dan istri ketika istri sedang menyusui bayinya juga memberi efek melancarkan ASI. Kontak fisik dan mental yang erat dan harmonis ini akan membangun rasa percaya diri seorang ibu baru.

Gejala postpartum blues akan menghilang beberapa jam atau beberapa hari, minggu atau bulan bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat. Postpartum blues sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis. Gangguan mental pada ibu nifas jika tidak tertangani akan menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi pascapartum yang mempunyai dampak lebih buruk terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anak.

Munculnya endorfin dalam tubuh bisa dipicu melalui berbagai kegiatan, seperti pernafasan yang dalam, relaksasi dan mediasi. Sensasi relaksasi pada ibu disarankan melalui: terapi pijat, akupunktur, yoga, olahraga, relaksasi, hipnosis, music terapi dan aromaterapi. Melalui peningkatan peran suami pada masa nifas dalam memberikan pijat endorphin lembut penuh cinta, dapat membantu merangsang produksi hormone endorphin yang dapat membantu mengendalikan perasaan stress, melepaskan perasaan tidak nyaman setelah proses persalinan, meningkatkan relaksasi otot, melepaskan perasaan tidak nyaman dan meningkatkan system kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah masalah psikologis selama masa postpartum.

Penulis: Emuliana Sulpat Artikel lengkapnya dapat diakses melalui link jurnal berikut ini: https://www.psychosocial.com/article/PR270889/19245/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).