Perkembangan Prinsip dan Tanggung Gugat dalam Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh law-justice

Keberadaan UU Jasa Konstruksi menggantikan Undang-Undang No 18 Tahun 1999. Yang menjadi dasar pembedanya adalah terkait penyelenggaraan jasa konstruksi yang dapat bersumber dari keuangan negara maupun privat (swasta), dimana dalam Undang- Undang No 18 Tahun 1999 tidak dijumpai mengenai pengaturan perihal tersebut. Diharapkan dengan UU Jasa Konstruksi ini dapat semakin mengakomodir para pelaku usaha konstruksi khususnya perlindungan hukum bagi pengguna jasa konstruksi yang bersumber dari keuangan negara. Selain itu terdapat pembeda berupa tidak dimuatnya sanksi pidana dalam UU Jasa Konstruksi. Dalam UU ini nampaknya lebih menekankan kepada pengenaan sanksi dalam ranah perdata dan administrasi dalam hal terjadinya sengketa antar para pihak.

Kedudukan Kontrak Kerja Konstruksi menjadi sangat penting sehingga kecermatan dalam membuatnya membutuhkan pemahaman yang mendalam dalam aspek- aspek yang terkandung dalam Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi. Namun terkadang dalam kontrak dapat terjadi suatu akibat hukum jika salah satu atau para pihak tidak cermat dalam membuat suatu kontrak bahkan terdapat pihak yang secara sengaja atau tidak sengaja memiliki itikad buruk untuk tidak melakukan prestasi dalam kontrak tersebut. Hal ini terkadang menimbulkan pertentangan dalam tataran praktisi berkaitan dengan kapan suatu kontrak dapat menimbulkan suatu akibat hukum. Prestasi para pihak dalam memberikan Layanan Jasa Pekerjaan Konstruksi dituangkan dalam Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi. Sebagaimana kita ketahui jangka waktu pemenuhan prestasi para pihak dalam Layanan Jasa Konstruksi membutuhkan waktu relatif lama dan banyaknya para pihak yang terlibat sehingga terkadang pemenuhan prestasi mengalami keterlambatan, ketidakcocokan dan/atau gagal dalam melakukan prestasinya sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi.

Wanprestasi merupakan ingkar janji yang dilakukan oleh debitur dalam tidak melaksanakan prestasi yang seharusnya dilakukannya dalam sebuah kontrak. Dalam hal ini kontrak yang dimaksud adalah Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi. Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi dalam mengatur prestasi para pihak setidaknya harus mengatur klausul-klausul sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU Jasa Konstruksi. yang harus dicakup dalam sebuah Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi adalah mengenai tanggung jawab para pihak jika terdapat wanprestasi. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 47 ayat (1) huruf g UU Jasa Konstruksi yang berbunyi wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan.

Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian: suatu hubungan Hukum Kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.32 Dari pengertian tersebut terdapat hubungan hukum yang terjadi antara para pihak dalam sebuah kontrak. Pengertian umum wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktuya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga “terlambat” dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut “sepatutnya/selayaknya.” Sehingga makna dari wanprestasi dalam Kontrak Pekerjaan Konstruksi dalam hal ini telah disebutkan dalam UU Jasa Konstruksi dan lebih lanjut harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Pekerjaan Konstruksi yang melandasi hubungan hukum para pihak.

Prinsip hukum Kontrak Kerja Konstruksi seiring dengan perkembangan zaman juga semakin berkembang, sehingga dalam hal ini para pihak yang berkaitan dengan Layanan Jasa Konstruksi juga harus memahami dan cermat dalam pembuatan Kontrak Kerja Konstruksi. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah niat membuat hubungan hukum (intention to create legal relations), prinsip bayar ketka dibayar (pay when paid), dan prinsip profesionalitas. Kecermatan ini juga nantinya bisa mengurangi sengketa yang timbul dalam Layanan Jasa Konstruksi baik itu dalam ranah perdata, administrasi maupun dalam ranah pidana.

Dalam hal penegakan dalam UU Jasa Konstruksi lebih menekankan pada sanksi dalam ranah administrasi dan ranah perdata sehingga dalam hal ini penegakan dalam ranah pidana merupakan langkah terakhir (ultimum remidium) dalam upaya penyelesaian sengketa Jasa Konstruksi. Oleh karena itu dalam hal ini solusi perlunya pengaturan teknis yang merepresentasikan kesesuaian dengan Undang-Undang Jasa Konstruksi ini mengingat sampai saat ini belum ada pengaturan teknis yang mengatur lebih lanjut.

Penulis: Vincentius Gegap Widyantoro dan Faizal Kurniawan

Informasi terperinci dari tulisan ini dapat dilihat pada: https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/493

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).