Marker Permukan Sel Darah Putih pada Air Ludah sebagai Petanda Proses Pembunuhan Bakteri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh SehatQ

Gigi berlubang pada anak-anak prasekolah merupakan masalah kesehatan yang penting. Persatuan kedokteran gigi Anak Amerika  menyatakan bahwa karies merupakan penyakit infeksi kronis serius yang melibatkan bakteri yang dapat ditularkan dari pengasuh kepada anak. Karies gigi berkembang cepat dan dinamis baik pada gigi sulung atau yang tumbuh sebagian bahkan yang tumbuh secara utuh, menimbulkan rasa sakit, abses akut dan kronis, demam, dan pembengkakan bibir, yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Gigi berlubang memang bukan penyakit berbahaya tetapi membutuhkan perhatian khusus karena  merupakan sumber infeksi yang dapat menyebabkan berbagai penyakit sistemik. Perawatan segera diperlukan karena memiliki dampak luar biasa pada anak-anak, seperti gangguan pengunyahan, kekurangan gizi, gangguan pencernaan, gangguan pertumbuhan (terutama berat dan tinggi badan), kejelasan bicara, gangguan perkembangan sosial, dan gangguan kognitif. Anak dengan gigi berlubang memiliki masalah kesehatan dalam jangka waktu yang panjang di kemudian hari karena  dapat menyebabkan gangguan psikologis dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani.

Saat ini, pada hasil penelitian terbaru telah menemukan peran lain dari seldarah putih, yang ada pada air ludah yaitu, sebagai komponen kunci pertahanan pertama melawan bakteri, karena selainbmembunuh mikroba melalui fagositosis dan melepaskan radikal bebas dan bahan  anti-bakter, neutrofil juga membantu mengatur aktivasi system kekebalan tubuh karena sel drah putih menghasilkan berbagai jumlah sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang menjadikannya sebagai kontributor utama bagi produksi sitokin pro-in-inflamasi di daerah  infeksi. 

Air ludah diperoleh dari sejumlah sekolah TK terpilih di wilayah Surabaya. Pemeriksaan gigi berlubang dilakukan di setiap sekolah yang dipilih dengan mengukur indeks keparahan gigi berlubang, selanjutnya, anak TK yang telah diperiksa dibagi menjadi dua kelompok: kelompok tidak memiliki gigi berlubang dan kelompok yang memiliki gigi berlubang lebih dari 6 gigi. Usia semua subjek berkisar antara 4 hingga 6 tahun pada saat pemeriksaan. Sebelum pengumpulan air ludah, kuesioner dibagikan dan masing-masing orang tua menandatangani selembar lembar persetujuan secara tertulis. Sampel diperoleh oleh peneliti dan personel terlatih menggunakan protokol standar. Subjek tidak boleh makan, minum, mengunyah permen karet, atau menyikat gigi  minimal 60 menit sebelum pengambilan air ludah. 

Netrofil dalam air liur diperoleh dengan menginstruksikan subyek untuk berkumur dengan 10 ml NaCl 1,5% steril selama 30 detik tetapi tidak menelannya. Kemudian, itu dikeluarkan dalam gelas steril. Prosedur ini diulang sebanyak empat kali. Air ludah yang terkumpul selanjutnya disentrifugasi pada 450 g selama 15 menit pada suhu 4 ° C. Pelet hasil sentrifugasi dicampur dengan 2 ml media RPMI. Setelah itu, air ludah vortex dan kemudian disaring secara berurutan dengan 20 dan 11 μm dari filter nilon. Identifikasi sel darah putih menggunakan sel identifikasi kit (EasySep®, Sheboygan, WI, USA). Dalam proses fagositosis, reseptor permukaan pada sel fagosit dapat mengikat fragmen daerah fragmen konstan (Fc) dari satu jenis imunoglobulin atau dapat berikatan dengan faktor komplemen (C3b). Interaksi memicu perubahan konformasi sitoskeleton untuk membantu proses konsumsi antigen. bakteri terbunuh oleh aksi mediator oksidatif dan nonoksidatif, yaitu interaksi antara faktor komplemen C3b atau iC3b dengan reseptor komplemen (CD35).

Pewarnaan fluorescein succinimidyl ester (CFSE) karboksi pada bakteri memiliki fungsi untuk memberi label bakteri dengan fluorescence FITC sehingga dapat dideteksi menggunakan alat pengukur aliran air ludah (Becton Dickinson, San Jose, CA, USA). Sementara itu, pemberian antibodi CD35 + adalah penanda yang secara tidak langsung mengindikasikan sel mengamati proses fagositosis, yang merupakan sel darah putih. Pewarnaan CFSE + CD35 + bertujuan untuk mendeteksi kemampuan sel-sel neutrofil yang memiliki reseptor komplemen (CD35 +) dalam melakukan fagositosis pada bakteri (berlabel CFSE +).

Berdasarkan hasil penelitian, neutrophil pada air ludah menunjukkan bahwa tingkat ekspresi CD35 + pada anak dengan berlubang lebih rendah dari tingkat ekspresi CD35 + pada anak-anak yang tidak memiliki gigi berlubang. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat ekspresi CD35 + yang dapat dideteksi sel darah putih pada air ludah pada anak dengan berlubang lebih rendah (1,54% ± 0,35%) dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan tingkat ekspresi CD35 + pada anak yang tidak memiliki gigi berlubang (2,35% ± 0,56%).

Berdasarkan hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa penanda CD35+ pada sel darah putih air ludah pada anak dengan gigi berlubang netrofilnya kurang sensitif terhadap bakteri penyebab gigi berlubang. Ini karena neutrofil yang diaktifkan memicu perubahan konformasi pada reseptor komplemen CD35 yang berfungsi untuk mengikat bakteri dan terjadilah sinyal transduksi fagositosis. Sistem komplemen, termasuk CD35 menunjukkan fragmen protein dengan kemampuan khusus untuk mengaktifkan, mengoordinasi, dan mengatur pro-inflamasi dan agen proteolitik dari sistem kekebalan tubuh. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa penurunan ekspresi CD35+ pada permukaan sel darah putih pada air ludah adalah penanda deteksi dini gigi berlubang yang  parah.

Penulis: Dr. Muhammad luthfi, drg., M.Kes 

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:  http://www.contempclindent.org/text.asp?2019/10/4/627/285038

Muhammad Luthfi , Retno Indrawati, Aqsa Sjuhada Oki, Muhaimin Rifa’I  (2019). Complement receptor 1 (CR1)/ CD35+ expression analysis of salivary neutrophils on Streptococcus mutans phagocytosis. Contemp Clin Dent 2019;10:627-30.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).